Namun 'respon Barat' atas serangkaian serangan teroris ISIS di Paris 13 November lalu nampaknya berpotensi besar untuk membuyarkan kemenangan itu. Terlebih lagi setelah hasil investigasi atas jatuhnya metrojet Rusia di Sinai Mesir mengindikasikan akibat ledakan bom teroris di mesin pesawat, yang mungkin bisa menimbulkan 'respon lain Rusia'.
Dan benarlah, sepekan setelah serangan teroris ISIS di Paris, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) secara bulat telah mengadopsi 'respon Barat' dalam bentuk resolusi 'take all necessary measures'. Resolusi 2249 -- yang diajukan Prancis -- itu mendesak semua anggota PBB untuk ‘menempuh semua langkah yang diperlukan’ guna melawan ISIS.
Secara bulat? Ya. Rusia dan Cina yang selama ini selalu memveto setiap usulan resolusi untuk menyerang Suriah secara militer kali ini mendukung resolusi 'take all necessary measures'. Agaknya inilah 'respon lain Rusia' -- yang sangat saya sesalkan -- yang membuatnya mendukung resolusi yang diusulkan Prancis itu. Sedangkan dukungan Cina terhadap resolusi nampaknya timbul akibat kegeraman penduduk negeri itu setelah terjadinya pemenggalan warga Cina oleh ISIS beberapa bulan berselang.
Bercermin dari sejarah, pada penerapannya di lapangan, resolusi tipe 'take all necessary measures' amat sangat beresiko untuk disalahgunakan. Contoh terakhir adalah di Libya. Bagaimana resolusi seperti itu secara sepihak 'diterjemahkan' Barat dengan menjatuhkan -- secara sangat brutal -- pemimpin sah Libya, Muammar Qadaffi. Siapa bisa menjamin Barat tidak akan menerjemahkan resolusi 2249 di Suriah sebagaimana yang telah mereka lakukan di Libya?
Dari kejadian yang susul menyusul ini, bila dihubungkan satu sama lain, saya menengarai adanya 'rangkaian misterius' di dalamnya terkait dengan krisis Suriah, terutama setelah beraksinya angkatan udara Rusia membantu pemerintah Suriah.