Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Komunitas LGBT dalam Konsep HAM dan Ideologi Bangsa, Melanggar HAM atau Tidak?

12 Juni 2024   08:00 Diperbarui: 12 Juni 2024   08:16 75 0
Pelanggaran HAM masih menjadi momok yang sangat meresahkan masyarakat Indonesia, khususnya kaum Wanita karena di Indonesia sering kali terjadi pelanggaran HAM yang sangat merugikan misalnya pemerkosaan, perundungan, dan lainnya. Namun, jika kita berbicara mengenai orientasi seksual, apakah hal tersebut masih dapat dikatakan sebagai hak asasi manusia? Apakah jika seseorang yang menganiaya dan merundung seorang yang orientasi seksualnya berbeda dapat dikatakan sebagai pelaku pelanggaran HAM?


Sebelum memasuki topik tersebut, ada baiknya kita memahami apa yang dimaksud dengan orientasi seksual yang berbeda. Secara medis dan psikologis, pandangan terkini tentang orientasi seksual mengarah pada pemahaman bahwa orientasi seksual yang berbeda dari heteroseksualitas (gay, lesbian, biseksual, atau transgender) bukanlah suatu penyakit atau gangguan yang memerlukan perawatan atau intervensi. Oleh karena itu, menggunakan istilah "penyimpangan" untuk menggambarkan orientasi seksual yang berbeda dari mayoritas adalah tidak tepat dan dapat merendahkan martabat individu serta merugikan mereka secara psikologis. Penyimpangan seksual adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku atau kecenderungan seksual yang dianggap tidak sesuai dengan norma atau nilai-nilai sosial yang berlaku. Istilah ini seringkali digunakan secara luas dan dapat mencakup berbagai macam perilaku atau kecenderungan yang dianggap tidak umum atau tidak diinginkan oleh masyarakat pada umumnya.


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada semua individu, tanpa pandang jenis kelamin, ras, agama, orientasi seksual, identitas gender, atau latar belakang sosial, politik, dan ekonomi. Hak-hak ini diakui sebagai hak yang universal, tak terpisahkan dari hakikat kemanusiaan, dan dilindungi oleh hukum internasional serta hukum nasional di berbagai negara, yang meliputi :


1. Hak untuk Hidup dan Kebebasan


2. Hak untuk Kesetaraan dan Non-Diskriminasi


3. Hak untuk Kebebasan Berpendapat dan Mengekspresikan Pendapat


4. Hak untuk Pendidikan, Kesehatan, dan Kesejahteraan


5. Hak untuk Beragama dan Berkeyakinan


6. Hak untuk Perhimpunan dan Berserikat


Perlindungan dan penghormatan terhadap HAM adalah tanggung jawab bersama seluruh masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga internasional untuk memastikan bahwa setiap individu dapat hidup dengan martabat dan kebebasan yang layak sebagaimana Komunitas LGBT yang memiliki hak asasi manusia sama seperti individu lainnya karena orientasi seksual dan identitas gender adalah bagian tak terpisahkan dari hakikat kemanusiaan yang universal.


Dari konsep HAM tersebut, apakah HAM masih bisa didapatkan oleh Komunitas LGBT yang dianggap menyimpang ini?


Mengakui hak asasi manusia bagi LGBT merupakan langkah penting dalam memastikan kesetaraan, non-diskriminasi, dan kebebasan bagi semua individu untuk hidup tanpa takut atau penindasan. Hak untuk mencintai dan menjadi diri sendiri tanpa terkekang oleh stigmatisasi atau diskriminasi adalah prinsip dasar dari HAM yang meliputi hak untuk hidup dengan martabat, kebebasan berpendapat dan berekspresi, kesetaraan di hadapan hukum, serta kebebasan dari kekerasan dan penyalahgunaan. Melindungi hak-hak ini bagi komunitas LGBT adalah esensial dalam memastikan bahwa setiap individu dapat hidup dengan penghargaan dan kebebasan yang pantas sebagai manusia.



Di Indonesia, pandangan terhadap LGBT sangat dipengaruhi oleh norma agama dan sosial yang kuat. Mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha, yang masing-masing memiliki pandangan berbeda terkait dengan LGBT. Secara umum, pandangan terhadap LGBT di Indonesia masih cenderung konservatif, dengan banyak masyarakat yang menganggap orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda sebagai bertentangan dengan ajaran agama dan budaya.


Dalam konteks agama, LGBT dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan norma-norma kekeluargaan dan heterosexualitas. Di samping faktor agama, norma sosial dan budaya juga memainkan peran penting dalam pandangan terhadap LGBT di Indonesia. Tradisi dan nilai-nilai keluarga yang kuat, yang menempatkan heteroseksualitas sebagai norma, sering kali memengaruhi cara masyarakat melihat LGBT. Stigma dan diskriminasi terhadap individu LGBT masih menjadi masalah serius di Indonesia.


Menurut sebagian besar pendapat masyarakat menyebutkan bahwa LGBT adalah gangguan psikologis, sehingga hal tersebut harus dicegah dan diobati. LGBT sendiri telah ada sejak dahulu dan menjadi perdebatan hingga sekarang apakah hal tersebut merupakan hak asasi manusia atau bukan. Bagi seseorang yang memeluk agama Islam, jelas hal tersebut sangat dilarang dan ditentang oleh para ulama. Namun ada pula agama tertentu yang tidak mempermasalahkan dan fokus pada pribadi individu tersebut maupun spiritualitasnya saja. Namun demikian, ada juga upaya-upaya yang terus dilakukan oleh sejumlah individu dan kelompok di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan memperjuangkan hak-hak LGBT.


Meskipun masih ada perdebatan dan tantangan yang dihadapi, semakin banyak masyarakat yang mulai membuka pikiran dan memperjuangkan inklusi bagi individu LGBT, menunjukkan bahwa ada pergeseran dalam norma sosial terhadap keberagaman seksual dan gender di Indonesia. Sehingga, pelaku penganiayaan dan perundungan tetaplah dikatakan sebagai pelaku pelanggaran HAM apabila ia telah melakukan hal tersebut kepada seseorang walaupun seseorang itu memiliki orientasi seksual yang berbeda maupun perbedaan yang lainnya.


Apabila LGBT dianggap tidak melanggar HAM, bagaimana kaitannya dengan konsep ideologi dari bangsa kita?


Pada tahun 2011, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi pertama yang mengakui hak-hak LGBT, disertai dengan laporan dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang mendokumentasikan pelanggaran terhadap hak-hak LGBT, termasuk kejahatan kebencian, kriminalisasi homoseksualitas, dan diskriminasi. Menanggapi laporan tersebut, Komisi Hak Asasi Manusia PBB mendesak semua negara untuk memberlakukan undang-undang yang melindungi hak-hak LGBT karena menurut sudut pandang negara-negara Barat ini, LGBT tidak melanggar hak asasi manusia karena individu LGBT juga memiliki hak-hak dasar sebagai manusia.


Namun, perlu kita ingat bahwa Hak asasi manusia (HAM) di Indonesia berakar dan berujung pada Pancasila, yang berarti HAM dijamin kuat oleh falsafah bangsa, yaitu Pancasila. Menyatakan bahwa HAM berujung pada Pancasila berarti bahwa pelaksanaan HAM harus mempertimbangkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam falsafah Pancasila, tanpa dipengaruhi oleh pemikiran dari bangsa Barat. Sebagai orang Indonesia dengan tata nilai dan tata kelakuan yang berbeda dari bangsa Barat, kita perlu menyadari bahwa konsep LGBT sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.


Untuk mengantisipasi perbedaan presepsi atau penyalahgunaan HAM, tugas kita adalah melonggarkan konsep-konsep HAM dari pengaruh modernitas Barat dan merekonstruksi konsep-konsep tersebut berdasarkan pemikiran dan nilai-nilai bangsa Indonesia. Negara harus memastikan untuk tetap melindungi hak asasi setiap individu, termasuk individu LGBT dengan catatan negara hanya perlu memenuhi kebutuhan HAM tersebut tanpa melegalkan perilaku atau tindakan yang diadopsi oleh komunitas LGBT, karena Indonesia masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar ideologi pancasila.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun