Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Kendari Pos, 16 Juni 2012

27 Juli 2013   08:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:58 63 0
Kasidah Musim Gugur

KABUT kelam turun menghinggap padalayu kelopak mawar

ketika gagak membawa kabar sebuah prahara

batang kering patah ditempa badai di terik siang

panas jerang kulit gembala di tepi danau kering

bunyi seruling undang angin laut yang sembunyi

Anasir debu berhamburan menyusup ke mata

menyisakan perih dalam tiap kerjap menatap

luka batin hendak gulirkan bening airmata

bersama sunyi yang merayap di sekujur jiwa

Langit mengurai kisah dalam partitur sunyi

dawai gitar hanya merangkum kelam dalam diam

sedangkan paruh nafas terus berkepak ke udara

seirama denyut liris kalbu yang diselimuti lara

Kerinduan makin meremang bersama larut malam

suara hatimu yang akrab kudengar pun redam

hingga diriku dikuasai hampa begitu panjang

bintang serasa enggan menari di ujung galau jiwa

Dan inilah kasidah musim gugur yang pilu

sewaktu mimpi dan asa begitu cepat berlalu

genggaman ini pun terbuka dalam rasa hampa

ini bukanlah tragedi atas jiwa yang bersengketa

sebab dirimu teramat bahagia digugur rasaku

Yogyakarta, 05 Juni 2012

Daun-daun Kering

DAUN-daun kering yang berserakan dirumahmu adalah tanda dari

kesederhanaan sebuah cinta yang telah kau tunjukkan padaku atashidupmu

daun-daun itu tersapu angin yang datang menerpa

menguak ubin-ubin yang terkadang berbunyi

ketika dipijak sewaktu melintas di atasnya

membuatku enggan berpijak tergesa-gesa

sebab khawatir bangunkan istirahatmu sehabis kerja

bangunan rumahmu yang berbahan kayu

dan bambu, terlebih di sana-sini terdapat

jaring laba-laba yang telah hitam menjelaga rupa warnanya

kian menegaskan caramu bersikap sederhana menjalani

dan memahami kehidupan ini

lalu kau mengatakan sesuatu padaku

kata-kata yang sedemikian bijak

dan menyentuh:

“Sederhanakanlah hidupmu,

sebab kau akan lebih mudah

untuk bersyukur.”

aku hanya diam

diam menafakuri diri atas kata-kata sarat makna

yang baru saja kau tuturkan padaku

sebelum aku benar-benar berlalu dari rumahmu

dan yang tersisa adalah pertanyaanku sendiri:

“Kapan aku bisa menyederhanakan diriku

dan kapan aku bisa berjumpa kembali

denganmu hingga aku bisa bersikap bijak

dan berlaku sederhana?”

Yogyakarta, 07 Mei 2009

Romansa Kuntum Bunga

DAN aku pun menjadi bunga dalam genggamtanganmu

yang terlumuri airmataku kala mimpi itu pudar di batas fajar

Lalu hatimu menjadi kupu-kupu

yang setia hinggap pada kelopak jiwaku

yang bertabur embun waktu

Kulihat pelangi mengikis matahari dalam paruh lingkarnya

lalu getar hati kita menjadi selaksa cinta yang dicekamcemburu

hingga ceraikan senyuman,

“Aku adalah dirimu.

Jangan lepaskan aku,” ucapmu.

Yogyakarta, 01 Mei 2010

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun