Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

WawasanNews, 08 Juli 2013

27 Juli 2013   08:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:58 58 0
Tragedi Suatu Musim

PADA suatu malam yang hening, ketika rembulan menggantung di temaram langit, di antara reranting ranggas dan tua, beberapa ekor hering bertengger dengan sorot tajam. Sesekali ia mematuk dahan membersihkan sisa darah di paruhnya sehabis memangsa bagkai binatang yang lolos dari buruan. Binatang itu tewas setelah bersusah payah melawan luka di tubuhnya yang kian parah. Ia berusaha melawan maut. Ia terkapar setelah gagal mencabut anak panah yang tembus ke jantungnya.

Alam sekitar yang melihatnya seperti tak mampu berbuat apa-apa selain hanya memandang dengan penuh rasa iba. Hanya rerumputan hijau yang menyediakan diri sebagai tempat peristirahatan terakhir baginya. Hanya saja, kesedihan itu semakin menjadi-jadi setelah hering itu datang dan menyantap habis seluruh dagingnya dan hanya menyisakan tulang belulang secara berserakan.

Sayangnya, tragedi itu belum terhenti sampai di situ. Sekawanan anjing datang lalu membawa tulang belulang itu ke segala penjuru, di sudut-sudut bumi. Alam raya menundukkan wajahnya sebagai ungkapan belasungkawa, duka cita, atau berkabung.

Binatang itu adalah domba yang hampir saja melahirkan anaknya. Tak sebatas itu, ia juga meninggalkan ketiga anaknya di hutan belantara untuk mencari makan sesaat sebelum menyerah pada takdirnya, yang entah kini bagaimana nasibnya setelah ia tewas secara tragis. Entah, apakah anak-anaknya dijarah para pemburu, atau justru bisa menyelematkan diri masing-masing. Ia hanya ingat seruan pada anak-anaknya untuk segera lari dan menyelamatkan diri ke dalam hutan.

Yogyakarta, 29 Mei 2013





Dua Dimensi


BAGAIMANA kamu akan memberi makna

atau arti dalam menjalani hidup bila berjalan secara kosong

bukankah gelas itu takkan pernah memulihkan dahaga

bila tanpa ada air di dalamnya?

Tentunya setetes air takkan pernah ada

bila sumbernya telah mengering

mata air sama sekali tak terpengaruh oleh cuaca,

sebab ia bisa muncul kapan saja bahkan ada di mana saja,

hanya kerakusan itulah yang menjadikannya terhenti mengalir

bukan karena tak ada, melainkan dihentikan

Jika saja kamu mencari, pasti akan menemukan,

Hanya keberadaannya di tempat yang jauh

dan mungkin harus mematahkan tulang belulangmu

sebagai tebusan dan penyadaran

Apa yang tereguk olehmu bisa jadi merupakan rentetan kehidupan

dari inti terkecil, lalu sampai pada dirimu, dan akhirnya kembali

pada muasal kehidupan sebenarnya

Apakah kelak kamu akan sampai pada hakikat keberadaan,

atau justru akan hidup dalam ketiadaan?

sibaklah ke dalam lubuk terdalam jiwamu!

setidaknya kamu akan menemukan

antara yang keruh dan yang jernih

kamu juga akan menemukan sosok dirimu

atau justru orang lain yang hidup dalam dirimu.

Yogyakarta, 29 Mei 2013





Semestinya Kita I

HATI adalah cahaya yang akan menerangi

bentuk-bentuk pemikiran abstrak

ia takkan menyamarkan mawar dari kegelapan,

sebab aroma itu takkan pernah berdusta

bagi penciuman yang tajam

ia juga takkan merubah madu menjadi air tawar,

terkecuali racun yang telah larut di dalamnya,

maka kebinasaan hanya menjadi milik mereka yang telah mereguknya

ia juga takkan menyelupkan jemari tangannya yang telah berlumur tanah

kedalam bejana berisi air jernih,

sebab takkan ada seorang pun mengambil manfaat darinya

Seorang penderma takkan mengambil kembali hartanya,

terlebih menjarah kembali dari tangan fakir-miskin,

sebab sama artinya ia menghujamkan pedang ke dadanya,

terkecuali bagi mereka yang terus menyebut kebaikan itu pada orang lain

bermaksud menyombongkan diri,

merekatak lebih seperti hering pemakan bangkai

Keyakinan itu tidak ada dalam kata-kata,

tidak pula dalam pikiran-pikiran,

tapi pada hati, jiwa, yang diwujudkan dalam tindakan sebenarnya

bagaimana mungkin kuda disebut keledai sekali pun wujudnya serupa?

kuda memiliki kecerdasan, ketangguhan, dan memiliki wibawa,

sedangkan keledai adalah sebaliknya

dani tulah perumpamaan antara mereka yang benar-benar mencintai

dan mereka yang hanya sekedar ingin mencari pelampiasan

atas kepuasan hasrat nafsu binal

Yogyakarta, 29 Mei 2013






Semestinya Kita II

SEMESTINYA jiwa kita melebihi luasnya samudera,

dan hati kita melebihi dalamnya lautan

semestinya pula pikiran kita melebihi luasnya jagad raya,

dan kita menjadi bagian di dalamnya,

maka kita akan menjadi manusia seutuhnya

seperti apa yang diinginkan oleh Tuhan

Kita adalah kehidupan yang telah Tuhan ciptakan

untuk menjadi pemimpin bagi diri sendiri dan bagi semesta

bagaimana mungkin alam semesta ini jatuh

dan berada dalam genggaman mereka yang jiwanya dangkal

terlebih pikirannya terbatas pada ruang

dimana di dalamnya sarat nafsu keserakahan?

pastilah laju kehidupan akan dipenuhi prahara

Akan ada banyak darah tertumpah

untuk memenuhi kepuasan semu itu

akan ada banyak airmata menggenang

hingga kaki penuh dengan simbah airmata

darah bercampur keringat

Jiwa-jiwa kejam akan senantiasa menebarkan benih kebencian

di ladang, sawah, atau tanah lainnya agar tumbuh jelmaan iblis

hingga kelak akan sulit membedakan antara manusia dan setan jahaman.

Yogyakarta, 29 Mei 2013





Buluh Perindu

BULUH perindu mengalir lewat lorong senyap

serasa memugar kembali serpihan tawar di titik nadir

suara-suara lirih itu berubah menjadi rusuh dan gaduh

laju pikir yang keruh tak mampu tertepis

sebab derapnya begitu deras menghujani lantai kesendirian

yang terus diringkus sepi

Burung-burung imajiner terbang berkeliaran

di langit-langit pikiran lalu mematuk dinding-dinding kepala

hingga menghasilkan harmoni yang sangat kacau balau

Kiranya ini bukan mozaik yang mempercantik lubang-lubang

pada dinding hati ketika sedang dilahap rindu berbalut asmara

ini bukan pula kisah romantika antar sejoli yang dikecam

karena jalinan cintanya dianggap sundal

tapi ini adalah bunga sundal yang senantiasa

semerbakkan aroma wangi ketika malam menjelang

Buluh perindu itu telah memilin riang hati

dalam keliman rasa yang terhampar bak renda para pujangga

di antara kemabukan bait syairnya pada sang kekasih.

Yogyakarta, 06 Juni 2013





Masa Tua

BAGAIMANA jika tubuh ini mulai menyurut kekuatannya,

meringkih, dan mulai terjangkit penyakit. Bisa jadi tak banyak hal

yang akan diperbuat selain hanya duduk di atas kursi roda,

atau bertumpu pada sebatang kayu untuk menuntun, memapah, jejak langkah

bahkan mungkin satu demi satu semua akan memisah,

berkurang atau bahkan menjauh, termasuk rasa dan perhatian

Tidak! Tak ada yang salah dalam hal ini,

termasuk kehendak Tuhan atas diri ini,

sebab memang inilah kenyataan di hari tua,

dimana semua akan kembali pada masa-masa kesendirian

dan mengandalkan Kemampuan diri sendiri

Sanaksaudara, anak, dan lainnya memiliki urusan masing-masing

yang wajib ditunaikan. Alangkah tak pantas memberatkan mereka

yang sebenarnya masih merasakan beban berat menuju masa depan

Inilah masa tua, dimana hari-hari akan terlewati

dengan melawan sunyisepi hingga maut datang menjemput

Biarlah jasat ini akan kembali ke asalnya dalam rupa sepantasnya.

Yogyakarta, 06 Juni 2013





Ruang Murni

MUNGKIN kamu perlu masuk

ke dalam ruang terdalam dari diriku

di sana ada ruang murni yang belum terjamah oleh apapun

Pastilah kamu akan terbebas, bahkan lebih leluasa

dari segala macam pikiran buruk dan kotor tentangku

ketika berada di dalamnya, simaklah dan jangan gaduh

di sanalah kamu akan menemukan apa saja tentangku

dan akan kamu dapati kebenaran tentang siapa aku

Aku bukanlah hantu, bukan pula jelmaan iblis,

setan, berikut sekutunya. Aku juga bukan malaikat

dengan segala ketaatan mau pun kebaikannya

dan aku takkan pernah menyebut diriku sebagai apa

Masuklah! Dengarkan apa saja yang terlahir di sana

takkan ada tangis karena menahan beban derita,

tak juga ada gelak tawa karena luap bahagia

tapi akan kamu temukan sumur-sumur hikmah

penuh keheningan yang akan melesatkan logika

akan pula lejitkan keseluruhan akal dan jiwamu

ke segala penjuru dimensi semesta

Sekarang mari berdansa di lantai pemahaman ini,

agar kita tetap membumi, tanpa hilang hakikat diri

di antara kemegahan langit sebegitu luas untuk kita raih.

Yogyakarta, 28 Mei 2013





Awal Musim Semi

AWAL musim semi aku berlari menuju ladang, kebun,

bahkan hamparan sawah sekedar ingin mencium aroma segar rerumputan

atau ranum daun-daun muda. Angin senantiasa bersahabat

hingga udara bukan lagi menjadi musuh bagi rongga dada.

Tanah kering tak lagi tajam seperti belati dan tak menjelma duri

yang kapan saja mengoyak kaki telanjang ini

banyak kusaksikan orang berduyun-duyun keluar rumah,

meninggalkan mimpi panjang di atas pembaringan,

lalu memanggul peralatan untuk bercocok tanam

Awal musim semi adalah simbol kebahagiaan hati, keberkahan,

dan juga pertanda tergantinya penderitaan. Sebagian orang bersuka cita,

namun tak menyesali kepergian musim gugur

atau musim kemarau, sebab ketika pancaroba itu kembali datang,

sebagian orang akan merasa bahwa hidup tak cukup hanya sekedar bermimpi,

melainkan harus menumpahkan keringat bahkan jika perlu menumpahkan darah karenanya

Awal musim semi memang bukan awal segalanya,

dan musim lain juga bukan merupakan akhir dari segalanya,

sebab itu adalah hukum alam yang tak bisa dilawan atau ditentang

Di awal musim semi aku mendapati banyak cahaya,

termasuk dari wajah-wajah orang-orang di sekitarku,

meski ada ragam rahasia disembunyikan di balik lipatan senyuman

Awal musim semi aku berlari menuju ladang, kebun,

bahkan hamparan sawah sekedar ingin mencium aroma segar rerumputan

atau ranum daun-daun muda, membasuh jiwaku yang masih diringkus sunyisepi.

Yogyakarta, 29 Mei 2013


Sumber:
http://www.wawasanews.com/2013/07/puisi-puisi-anam-khoirul-anam.html

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun