Tidak lain dan tidak bukan antrian ini terjadi karena kurangnya pasokan BBM yang di distribusi Pertamina Depot Pontianak ke Depot pertamina Sintang, Selalu dan selalu begitulah yang terjadi di Sintang dari beberapa tahun yang lalu (sejak 2005). Namun belum ada kontribusi yang real untuk mengatasi masalah ini dari pemerintah maupun pemerintah pusat. Seperti diketahui jarak antara ibu Kota Provinsi Kalbar dengan Kabupaten Sintang adalah 395 Km, dengan kondisi jalan yang (selalu) rusak.
Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) khususnya jenis premium yang kerap terjadi di Sintang, Menurut data yang ada bahwa kuota BBM di wilayah Sintang yang diberikan Pertamina sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan kendaraan yang ada. Sehingga harus dilakukan penambahan kuota. “Kuota yang dipakai Pertamina, masih kuota tahun-tahun sebelumnya. Jumlah itu tentu saja tidak mencukupi. Karena jumlah kendaraan yang ada di wilayah ini terus bertambah setiap tahunnya. Belum lagi kendaraan yang sering keluar masuk di Sintang setiap harinya yang membuat kuota semakin berkurang. Namun, “Sebetulnya, soal cukup tidak cukup BBM adalah hal yang relative. yang harus menjadi perhatian, apa yang menjadi penyebab BBM tak pernah cukup dan apa upaya pemerintah untuk mengatasi hal tersebut?
kelangkaan BBM yang terjadi di kabupaten Sintang bukan baru kali ini saja, tapi semenjak tahun 2005 yang mana pada waktu itu saya juga menjadi bagian dari pengantri-pengantri yang berjejal bahkan saya pernah menginap di SPBU biar lebih cepat mendapatkan BBM tersebut. Maklum pada waktu itu saya bekerja di salah satu kios yang ada di jalan Lintas Melawi (Kios “ANNISA”) mungkin kalau orang sintang yang sering jalan-jalan tahu akan kios tersebut.
Jika melihat pertumbuhan kendaraan roda dua yang semakin tidak terkendali di kabupaten Sintang (mencapai 13 ribu unit pertahun) dan mobil Pribadi yang semakin banyak setiap bulannya dan belum lagi di tambah dengan angkutan jalur air seperti motor klotok (motor air), tambang air (angkutan air dengan Speed mesin 2 PK) dan lain sebagainya yang membutuhkan Bahan bakar juga, tentu dengan jatah yang sangat minim akan menimbulkan dampak (kelangkaan dan antrian panjang).
Dampak darikelangkaan ini juga akan sangat berpengaruh dengan pendapatan masyarakat dan efisiensi kerja masyarakat di sana, Karena dengan melambungnya harga BBM maka masyarakat mikir-mikir untuk berpergian,berjualan dan aktifitas lainnya, Namun bagi sebagian masyarakat pekerja lainnya ada yang menganggap melonjaknya harga tersebut tidak menjadi penghalang untuk mereka bekerja karena kalau tidak bekerja “garam di dapurpun tidak aka nada”, Anak istri mau di kasi makan apa..? nada-nada pasrah seperti itulah yang sering keluar dari mulut masyarakat, karena memang sudah tidak ada jalan lain lagi untuk agar bisa survive (bertahan hidup).
Namun lain hal lagi dengan masyarakat yang ada di daerah pedalaman, mungkin di kota kabupaten masih tergolong murah dengan harga 15 ribu/liter tapi barangnya ada kalau di kampung mungkin dengan harga 20 ribu/liter aja kemungkinan barangnya ada sangat tipis sekali bahkan seringkali nihil hanya drum-drum yang kosong berjejer. Apalagi kalau air surut.
Dengan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) ini maka kesempatan bagi para cukong-cukong minyak (dari oknum masyarakat,penjaga SPBU, Aparat bahkan para pemilik Kios) untuk bermain dengan harga bahkan kerjasama untuk mendapatkan bensin. Sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi orang Sintang kalau BBM sudah susah di dapat banyak pengantri yang keluar masuk tapi dengan muka yang sama (di kuras abis Masuk lagi) dan tangki (motor / mobil) yang melebihi kapasitas daripada biasanya, Kalau pas zaman saya masih ikut ngantri dulu disebut “ Tangki Siluman”. Biasanya kalau motor bebek yg menampung 4 liter bisa menjadi 10 liter, yang mobil biasanya 40 liter bisa menjadi 100 liter bahkan lebih, tapi tentunya untuk mendapatkan hal tersebut harus bekerjasama dengan pihak SPBU (karyawannya) dengan memberikan katakanlah uang ongkos isi agar bisa masuk kembali dan mendapatkan jatah lagi. Uang ongkos isi tersebut biasanya langsung di bayar di kasir dengan patokan harga, misalkan harga bensin normal 4500/liter, maka di saat ngantri seperti ini harga menjadi 4800-5000/ liternya oleh para penjaga SPBUnya. Lumayankan pendapatan para penjaga SPBU, hitung saja 1 liter bisa dapat 300-500 rupiah di kalikan dengan 10.000 liter aja sudah berapa..? makanya dari permainan-permainan harga yang sudah di mulai dari SPBU inilah yang kemudian menjadikan harga di luar (masyarakat kota/pedalaman) menjadi sangat tinggi.
Harapan saya dan mungkin masyarakat Sintang lainnya, Pemda harus memperhatikan hal ini dan mencari solusi agar bagaimana permasalahan kelangkaan BBM ini segera teratasi supaya tidak terus merambat dan terjadi lagi di tahun-tahun yang akan datang. Kalau pemerintah daerah terus berkutat dengan alasan-alasan klasik seperti air surut, gelombang naik dsb tentu hal ini tidak akan ada habisnya dan tidak akan menyelesaikan masalah yang terjadi. Karena masih banyak cara untuk menyelesaikannya terutama menggunakan alat transportasi darat untuk mengangkut pasokan BBM dari depot Pontianak, Meski kuantitasnya tak seberapa jika menggunakan lewat laut, jika menggunakan alternative tersebut kemungkinan pasokan BBM di Sintangpun cukup untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat dan hargapun tidak melangit.
Semoga saja pemerintah cepat memberikan solusinya dan harga BBM di Sintang segera Normal kembali seperti layaknya di jawa..
Salam Cinta selalu buat Sintang dan masyarakatnya…
Dari putra daerah yang sedang belajar di perantauan..
Jogja, 17 februari 2011