Kalau itu boleh dibilang kencan. Setelah kupikir lagi, aku membuatmu terpaksa menerima ajakanku. Kamu tidak punya pilihan. Hari hampir siang, kutanya lewat Facebook chat, "Sudah makan?"
Kamu jawab, "Sudah. Makan angin."
Aku tersenyum sendiri.
"Mau kutraktir?" tulisku.
Tak ada jawaban.
Aku malu telah menuliskannya. Kamu tidak tahu, aku menjadi sangat pemalu menghadapi gadis yang diam-diam kusukai. Kalau ada tombol undo, pasti aku menekannya.
Aku menunggu. Tiba-tiba kamu offline.
Kutulis, "Maaf, anggap saja aku tidak menuliskan itu…. Sekali lagi maaf."
Tiba-tiba bulatan kecil itu kembali biru. Kamu sedang mengetik. Lalu muncul, "Mengapa minta maaf???"
Mukaku pasti langsung merah di depan laptop.
Kujawab, "Karena kupikir jawabannya adalah 'tidak.'"
Kamu balas, "Hahha..lum dijawab kaleee...."
Lou, kamu membuatku naik ke awang-awang. Kamu tambahkan, "Tadi habis cari wallpaper."
Terima kasih. Lou….
Kutulis, "Kalau begitu, kutanya lagi, 'mau kutraktir?'"
Kamu tanya kapan dan dimana. Kusebutkan nama tempatnya. Kamu belum pernah ke sana. Kita buat janji bertemu. Kamu tanya nomor ponselku. Terima kasih Lou, akhirnya aku bisa mendapat nomormu tanpa harus mencurinya dari adik perempuanku.
Lou, kamu tidak tahu, hampir setahun kukumpulkan keberanian buat mendekatimu.
Masih kuingat kenangan awal tahun. Kamu duduk di lantai ruang tamu, menunggu adikku. Kuperhatikan kamu dari ruang tengah. Kamu pergoki aku mencuri pandang, tetapi kamu diam saja. Aku hanya bisa pura-pura menatapmu sepintas. Aku bahkan tidak berani menegurmu.
Lou, terima kasih buat kesempatan menatap wajahmu dari dekat.
Kamu manis. Aku menyukai lesung pipimu, kamu begitu manis saat tersenyum. Aku menyukai senyummu. Ada gigi gingsul yang membuat senyummu malah lebih manis. Pernah kulihat kamu begitu serius di depan laptop, bibirmu terbuka memperlihatkan gigi-gigi putihmu. Aku suka. Kugunakan ponsel untuk merekamnya tanpa pernah kamu sadari.
Lou….
Kunikmati percakapan kita. Kamu bertanya tentang aku; kujawab apa adanya. Karena kamu teman akrab adikku, kutanya siapa-siapa saja saudaraku yang belum kamu kenal. Kamu kenal hampir semuanya, kecuali kakak tertuaku. Kusebutkan urutannya satu persatu, sampai akhirnya kamu tahu aku jauh lebih tua dari yang kamu sangka. Kecewa? Aku memikirkannya sejak siang itu.
Sebelum kita berpisah, aku bertanya, "Lain kali mau kuajak makan lagi?"
Kamu jawab, "Gantian saja kita, lain kali giliranku."
Lou, kamu menolak dengan sangat indah.
Aku memikirkanmu. Akankah aku mendapat kesempatan kedua? Aku manusia bodoh, tahu gantian traktir itu hanya penolakan halus, tetapi masih berharap kamu ijinkan aku mendekatimu.
Lou, suatu sore, kamu kelihatan online di Facebook chat.
Kusapa, "Akhirnya muncul juga."
Kamu balas, "Memang aku setan?"
Ada "nada" ketus. Aku merasakannya. Aku langsung minta maaf. Sampai sekarang tidak pernah kamu balas.
Lou, itulah terakhir kalinya kulihat kamu di facebook chat.
Aku memang tolol. Tahu seperti itu, tetapi tetap kukelilingi kota mencari warung steak. Kamu pernah menulis sesuatu tentang steak di dindingmu, jadi aku ingin mengajakmu makan steak. Kamu balas pesan pendekku, "Lihat dulu ya, kalau nggak ada kerjaan. Tapi aku tidak janji."
Kubilang tidak apa-apa, nanti siang kutanya lagi.
Kutunggu. Siangnya kutanya lagi, "Bisa kuajak makan di luar siang ini?"
Lima menit kemudian, kamu minta maaf. Dua kali kata maaf, di awal dan akhir penolakan. Kamu tidak bisa karena sejak tadi mengantar temanmu.
Kubalas, "That's OK. Aku mengerti."
Aku mengerti. Kalau memang mau kuajak makan, kamu pasti menulis, "Klo hri lain ja gimana?" Itu kata logika. Cinta membutakan logika. Kutunggu kamu ulang tahun. Kukirimi pesan selamat ulang tahun.
Kamu balas dengan satu kata, "Tengkyu."
Kutanya lagi, "Mau kutraktir?
Kamu tidak pernah membalasnya sampai sekarang.
Apakah kamu benar-benar ingin menghindariku? Butuh keberanian untuk mencari tahu. Kukumpulkan keberanian itu. Tiga detik setelah kamu update status, kuaktifkan Facebook chat. Ternyata kamu terlihat "unavailable to chat". Aku tahu artinya, kamu mengutak-atik Facebook chat-mu supaya aku tidak bisa chatting denganmu.
Lou, kata orang, cinta jangan pakai logika. Biarlah aku menyingkirkannya. Biarlah aku menunggu "lain kali giliranku yang traktir." Kalau pun akhirnya kecewa, biarlah aku mengenang kencan pertama kita.