Hari itu Kamis, (14/10), jam dinding telah menunjukkan pukul 15.00 WITA. Matahari bersinar terik di atas langit Bumi Tanadoang, tatkala seorang pemulung berusia senja melintasi jalur Jl. Muh. Krg Bonto Benteng Selayar. Meski keringat bercucuran di wajahnya, sang pemulung ini tampak segar menggayuh gerobaknya yang berisikan kardus dan barang-barang bekas buangan masyarakat. Yang pastinya, kehidupan ini harus dilakoninya setiap hari demi melepaskan keluarga dan anak-anaknya dari himpitan ekonomi berkepanjangan. Sebuah realita potret kehidupan yang sangat jauh bertentangan dengan pernyataan seorang Drs. H. Syahrir Wahab, MM. Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar, yang hampir setiap saat membanggakan keberhasilannya dalam mengentaskan kehidupan masyarakat miskin di daerah penghasil jeruk manis ini selama kurun waktu lima tahun terakhir. Fenomena sosial kehidupan masyarakat miskin tersebut di atas, sekaligus menjadi jawaban pasti, “bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Pemkab Kepulauan Selayar belum mampu menjawab pertanyaan terakhir seorang Drs. H. M. Akib Patta diakhir masa kepemimpinannya sebagai orang nomor satu di Kabupaten Kepulauan Selayar”. Sebuah pertanyaan sederhana berbunyi
“Selayar Kapan Mandiri” Pertanyaannya Kemudian, akankah Masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar terus membanggakan Motto, “Selayar Mapan Mandiri” Sementara, realita kehidupan masyarakat miskin terpampang di hampir seluruh sudut-sudut kota di wilayah ibukota Kabupaten Kepulauan Selayar ???.
(fadly syarif)
KEMBALI KE ARTIKEL