Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Adilkah Jika Remunerasi Dihentikan

4 Juli 2011   07:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:57 380 0
Muncul wacana tentang penyetopan remunerasi untuk 3 lembaga pemerintah "DPR Akan Evaluasi Remunerasi untuk MA, Kejaksaan & Kemenkum HAM". "Remunerasi untuk Mahkamah Agung (MA), kejaksaan dan Kemenkum HAM sudah saya teken sendiri. Tetapi mencermati situasi terakhir, saya melihat ternyata tidak ada korelasinya remunerasi dengan kinerja. Terpaksa itu akan kita evaluasi," ujar Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4 Juli 2011).

Jangan sampai istilah "karena nila setitik rusak susu sebelanga" terjadi. Mungkin publik sedikit marah terhadap kinerja para penegak hukum, "sudah diberikan remunerasi masih saja terjadi korupsi", namun mesti digaris bawahi bahwa kondisi ini belum bisa dijadikan tolak ukur kinerja bagi instansi tersebut. Bukankah sudah banyak perbaikan terhadap kinerja instansi tersebut. Apalagi presentasenya sangat kecil sekali, sebagai contoh dikutip dari rakyatmerdekaonline.com terdapat 16 orang hakim terancam diberhentikan, namun jumlah ini hanya sebagain kecil (pegawai mahkamah agung menurut BKN sekitar 32.000 orang) berarti hanya kecil sekali. Apalagi kinerja secara umum boleh dibilang sudah cukup baik, buktinya banyak kasus-kasus yang sudah dapat diselesaikan dengan baik. Bandingkan dengan kerja DPR kita yang hanya dapat merampungkan 6 RUU dalam 1(satu) tahun, plus rencana pembangunan gedung baru senilai 1,16 triliun.

Kembali jangan pernah melihat sesuatu dari satu sisi saja. Coba sekarang dibandingkan, tentunya lebih banyak sisi positifnya jika dibandingkan dengan sisi negatifnya. Waktunya kita menjadi penilai yang obyektif. DPR juga harus menimbang lagi dengan baik, jangan sampai keputusan yang diambil nantinya akan merugikan pegawai pada instansi tersebut. Tidaklah sebanding jika nasib 31.984 orang pegawai ditentukan oleh 16 orang saja.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun