saat ia kembali datang dengan cerita ceritanya yang mengandung pelajaran, yang dapat aku ambil.
Tak berselang setelah semua berakhir, namun ternyata masih sedikit berlanjut.Â
Memang aku dan dia saling blokir WA tapi ternyata komunikasi kami berpindah di messenger. Dia banyak berbagi cerita dengan kegiatan nya. dikit-dikit, dia jalan. Ketika jalan tak lupa ia memfoto kegiatan yang ia lakukan.Â
Aneh-aneh saja. Terdapat kesan jengkel juga. Karena gambar yang ia kirimkan terkadang menyebalkan. Dan karena faktor jaringan hal itu menjadi menyebalkan. Dan komunikasi masih berlanjut di messenger.Â
Hingga pernah ketika ia lagi pulang ke rumah saudara.Â
Tiba-tiba dia menelepon lewat seluler.Â
Walaupun rasa kantuk sudah menyelimuti, tapi apa sih yang enggak buat dia.Â
Hingga akhirnya kurang lebih 3,5 jam kita berbicara.Â
Membicarakan tentang dirinya dan pengalamannya.Â
Merupakan sesuatu yang kurang bermanfaat untukku. Tapi tak ada salahnya jika dapat sedikit mengurangi kesepiannya. Setidaknya aku berusaha bermanfaat buat orang lain.Â
Dan esok harinya tanpa sengaja, ternyata WA kami sudah tidak dalam blokir-blokir an.Â
Dan selanjutnya komunikasi dilanjutkan via WA.Â
Pernah kami sedikit berdiskusi, tentang suatu hal.Â
"jika tersenyum merupakan hal baik, kenapa bercadar?" tanyaku.Â
"pernyataan yang pernah kudapati dari teman ku. Simpel aja, mengapa saja kalian tersenyum kepada selain mahrammu? Kalau sebenarnya banyak sedekah pengganti senyum" jawabnya.Â
"lalu, sepertinya perempuan banyak mudlorotnya ya?" tanyaku lagi.
"mengapa? Ya karena memang Allah ciptakan wanita bagaikan surganya suami. Seharusnya wanita itu menghuni rumah, bukan keluyuran gak jelas. Sehingga menimbulkan fitnah".Â
"sepertinya enak juga. Penghuni rumah, tugasnya taat, patuh, serta melayani suami
". Tanya saya lagi.Â
"seharusnya memang begitu. Tapi entah mengapa sekarang wanita cenderung lebih menolak perintah suami saya nggak tau".Â
"merupakan tugas suami agar mengingatkan keluarganya selalu akan panasnya api neraka." wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluarga mu dari panasnya api neraka " tugasmu hanya patuh kepada suami mu selama itu meranah kepada yang baik-baik saja. " jelasnya.Â
" berat juga ya tanggungan kepala keluarga" kataku.Â
"kalau ringan, namanya bukan rintangan. Tapi rantangan nasi".Â
Dan masih ada beberapa obrolan ringan denganya. Kedekatan ini hanya sekedar komunikasi, tidak secara fisik dalam kenyataannya.Â
Hingga hal seperti yang pertama kali itu terjadi. Sepertinya semua haus cukup sampai disini.Â
Jikalau memang ini adalah akhir diantara aku dan dia.Â
Sudah! Cukup sampai disini saja. Tak ingin jika ini dapat menjatuhkan kepada rasa yang salah.Â