Bertempat di kompleks hiburan dan rekreasi keluarga terbesar di Jakarta, Taman Impian Jaya Ancol, Java Rockin'land (JRL) akan menyedot puluhan ribu penonton dari berbagai daerah di indonesia maupun luar negeri. Hal tersebut dikarenakan JRL selalu menampilkan line up musisi-musisi baik dari dalam maupun luar negeri yang beberapa kedatanggannya telah ditunggu penggemarnya sekian lama.
Tahun ini saya tertarik mengunjungi JRL untuk melihat beberapa band yang diantaranya merupakan band lawas kesukaan saya seperti The Cranberries, God Bless, Frente dan Helloween, dan banyak lagi band-band lain dari yang sedang digandrungi remaja seperti 30 Second to Mars sampai band-band yang namanya saja baru sekali saya dengar seperti neon trees dan Red Blood Shoes.
Bertekad untuk menikmati tiga malam penuh energi Rock saya pun memboyong keluarga saya menginap di hotel yang berada di kompleks yang sama dengan tempat diadakannya JRL, dengan harapan akan dengan mudah mengakses lokasi festival.
Terdapat beberapa cara untuk mengakses lokasi JRL diantaranya adalah dengan menggunakan angkutan umum dan kendaraan pribadi. Bagi pengunjung berkendaraan pribadi bisa memarkirkan kendaraanya di parkiran yang tersebar di dalam komplek TINJA (maaf, karena saya tidak menemukan singkatan resmi untuk Taman Impian Jaya Ancol, biasanya memang disebut ancol saja, tapi akan rancu sebab ancol bukan hanya komplek ini saja). Bagi pengguna kendaraan umum, dapat menuju lokasi festival dengan menggunakan kereta api, transjakarta, maupun angkutan kota dan turun di halte/stasiun terdekat dengan kompleks TINJA.
Lokasi Festival terletak di dalam kompleks Taman Impian Jaya Ancol yang berjarak sekitar 7.4 Km dari stasiun Kota, 3.8 km dari stasiun ancol, 4,2 km dari halte busway ancol dan 3 km dari hotel tempat saya menginap. Bagi saya lokasi festival sangat mudah ditemukan dikarenakan sebelumnya saya pernah mengunjungi kompleks Taman Impian Jaya Ancol yang luasnya tak kurang dari 552 hektar. Namun, bila anda baru pertama kali mengunjungi TINJA ini saya jamin anda akan pusing untuk mengelilingi komplek tersebut apalagi jika tidak dibekali dengan peta.
Sebuah festival bertaraf internasional sekelas JRL tentu saja mengharapkan pengunjung bukan hanya dari daerah sekitar Jakarta, namun juga pengunjung dari luar daerah dan luar negeri. Ada hal yang menarik yang menjadi perhatian saya yaitu pengorganisasian lalu lintas pengunjung festival.
Lokasi festival seperti saya sebutkan sebelumnya, berjarak sekitar 3 km dari tempat hotel saya menginap, yang artinya adalah sekitar perjalanan 1 jam berjalan kaki dengan kecepatan 3km/jam atau sekitar 35 menit dengan kecepatan 5km/jam. Sebelumnya saya berencana untuk berjalan kaki, namun dikarenakan beberapa teman saya bersedia menjemput ke hoteldengan mobil, saya agak sedikit lega.Namun, kelegaan saya tidak berlangsung lama, karena sulitnya mencari tempat parkir yang benar-benar dekat dengan lokasi festival. setelah berputar-putar, kami menemukan tempat parkir yang jaraknya sekitar 20 menit perjalanan ke lokasi. Setelah memarkirkan kendaraan, kamipun berjalan dengan semangat.
Beberapa pengunjung yang saya temui menggunakan jasa ojek dengan tarif 20 ribu sampai dengan 30 ribu rupiah, diantarkan sampai sekitar 100 meter dari pintu masuk festival, namun banyak juga yang memilih berjalan kaki. Sampai sekitar 0.6 km dari pintu masuk festival kami menemukan shutllebus gratis yang disediakan penyelenggara festival. Akhirnya kamipun sampai di pintu masuk festival dengan mudah.
Hal yang saya perhatikan adalah, penyelenggara sangat memberikan keleluasaan kepada pengunjung untuk memilih metoda trasportasinya sendiri, sehingga menjadi sedikir tidak teratur. Saya membayangkan kalau saja saya baru pertamakali mengunjungi jakarta untuk menghadiri JRL, saya akan sangat repot, karena terlalu bebas menentukan mode transportasi yang akan saya gunakan.
Belakangan saya mengecek website JRL dan mencari informasi yang tersedia di website JRL tentang how to get there? informasi yang saya dapatkan adalah potongan google maps beserta rincian petunjuk arah dengan menggunakan mobil. Jika anda tidak menggunakan mobil, maka anda akan sangat perlu untuk banyak bertanya.
Pada tahun 2010 saya berkesempatan mengunjungi sebuah festival di Belgia dengan nama Rock Werchter, Festival Rock musim panas yang diselenggarakan 4 hari, dengan headliner yang diantaranya adalah band favorit saya, pearl jam. Werchter merupakan desa (ya, desa yang jauh dari kota) yang dipenuhi dengan ladang jagung dan gandum.
Pada awalnya saya sangat ngeri ketika melihat peta, karena Werchter benar-benar terpencil, yang terbayang adalah bagaimana saya menuju kesana. Namun kebingungan saya seketika sirna ketika saya benar-benar mengikuti petunjuk di website festival tersebut. Penjelasannya sangat rinci. Saya mengikuti salah satu petunjuk yaitu dengan menggunakan kereta api.
Kota terdekat dengan Werchter adalah Leuven, sayapun turun di stasiun leuven, tiba di stasiun saya sangat mudah menemukan tanda Rock Wechter dilengkapi dengan arah kemana saya musti melangkah, kedepan,kekiri atau kekanan, ikuti petunjuk arah saja. Tiket yang saya beli rupannya telah dilengkapi dengan tiket bus dari stasiun menuju lokasi festival. Bersama pengunjung lainnya yang rupannya searah saya diarahkan menuju ratusan bus-bus yang secara teratur khusus disediakan mengantarkan pengunjung festival. Sayapun naik bus tersebut.
Ratusan bus tersebut mengantarkan pengunjung ke titik terakhir kendaraan diijinkan. Rata-rata, baik kendaraan pribadi maupun umum, disediakan tempat parkir yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi. Setelah saya turun, tidak ada satupun kendaraan bermotor, yang ada adalah gerombolan pejalan kaki. petunjuk arah disediakan sangat lengkap, harus lurus, belok kanan ataupun kiri, ikuti saja,pasti sampai.
Kembali ke JRL, dan tiba saatnya saya harus membandingkan. Saya suka juga dengan semangat JRL, kebebasan. Dalam arti, misal saja kita dari luar kota memakai pesawat, tida di bandara kita akan bertanya bagaimana kita menuju ancol, beberapa mungkin akan menggunakan bus bandara menuju stasiun gambir atau terminal ancol,suka-suka sajalah. Dari stasiun gambir kita akan bertanya bagaimana menuju ancol, naik kereta bisa, naik taksi bisa, naik angkot juga bisa, suka-suka sajalah. Bila kita memilih memakai kereta maka kita akan turun di stasiun kota, dari stasiun kereta kota , kita bebas memilih menggunakan apa saja, taksi, angkot bahkan ojek, suka-suka sajalah. Sampai di ancol kita juga akan bertanya lagi, bagaimana menuju lokasi, bisa jalan kaki, naik ojek, suka-suka sajalah. Semuanya sangat mudah, namun apakah ada petunjuk di bandara, di stasiun, di terminal bus bagaimana menuju JRL? tidak ada.
Tiba di TINJA, bagi yang membawa kendaraan pribadi, batas sampai mana kendaraan pribadi dapat masuk berbeda-beda, bahkan sampai dengan di depan pintu masuk festival. Ojek-ojek yang menyediakan jasa bagi para pengunjung yang berjalan kaki pun bebas berseliweran dengan kecepatan yang mengancam. Beberapa mobil yang biasanya terdapat di lapangan golf,disewakan, bus shuttle muncul semau-maunya saja dan tidak terdapat benar-benar petunjuk bahwa memang ada bus shuttle menuju lokasi festival.
Memang lain padang lain belalang, lain kolam lain ikannya, namun alangkah lebih baiknya jika penyelenggara JRL benar-benar ingin menjaga sebutan JRL sebagai festival Rock terbesar di Asia Tenggara dan menarik pengunjung dari luar daerah dan luar negeri, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan sedikit memberikan informasi lebih detil mengenai bagaimana mencapai lokasi, memberikan informasi dan pelayanan berupa shuttle bus dari titik-titik tertentu (stasiun kereta, terminal bus dan lokasi lainnya) dengan bekerja sama dengan penyedia transportasi umum untuk lebih memudahkan pengunjung.