Saban subuh sebelum suara adzan terdengar merupakan saat-saat terindah dalam membaca tulisan-tulisan di Fiksiana, dan bermimpi agar dunia selalu hanya subuh agar semakin banyak bisa memahami puisi-puisi nya yang mendayu-mendayu mengikuti hembusan arah angin, kadang tegas seperti bibir pantai yang selalu menolak rayuan ombak untuk datang kembali, puisi yang tidak jarang nampak angkuh yang hanya bisa dimengerti oleh golongan manusia setengah dewa, dan mencapai puncaknya dengan puisi untuk golongan mahluk yang telah berada di kasta ma’rifat dalam tasaufnya
KEMBALI KE ARTIKEL