Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Kenangan yang Tertinggal

16 Maret 2015   10:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35 56 1
Dia tahu suaminya itu baik. Baik sekali. Tapi untuk urusan tanggung jawab, sebagai seorang suami dan anak? Belum lagi berbicara tentang nafkah. Apalagi dia kemarin membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa uang belanja dengan uang nafkah itu beda. Kalau niatnya menikah untuk hidup berkecukupan, tentu saja bukan lelaki itu yang menjadi pilihannya. Dengan keoptimisan, bahwa setelah menikah, kami akan memulai usaha dari nol. Bahwa rezeki bisa dicari bersama-sama. Toh, menikah itu membuka pintu rezeki.

Dia tahu pilihan untuk pisah rumah dari mertua itu sulit bagi suaminya. Tapi dia cuma ingin menghindari konflik dengan mertua. Itu saja. Toh, dia cuma minta dicarikan rumah yang dekat dengan rumah mertua. Alasan mertua sakit-sakitan, hingga alasan tidak mampu untuk menafkahi jika harus pindah rumah.

Bukan karena dia tidak mau merawat mertuanya yang sakit-sakitan. Bukan itu. Tapi konflik kemarin membuatnya tidak sanggup lagi jika suatu saat akan menghadapi konflik yang lebih menyakitkan. Trauma, dia trauma. Mertua yang menyamakan zamannya dengan zaman sekarang. Kalau sudah tidak suka, apapun dijadikan alasan untuk bercerai.

Dan biarlah Allah menilai. Dan dia tidak ingin pahalanya luntur. Pengorbanan yang dilakukannya sudah cukup. Dan dia juga berhak bahagia, untuk kebahagiaan anaknya.

Pesannya untuk perempuan yang akan menikah, jangan pernah sekalipun kalian berniat tinggal dengan mertua. Kalau terpaksa harus tinggal, sekatlah rumahnya. Batasilah, uruslah dapurmu sendiri. Nasihat itu didapatnya dari ustadz.

Dia berharap, jangan ada lagi perceraian karena mertua.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun