Kauhanjurkan airmata yang tiap bulirnya makin mengingatkan pada kotaku dulu. Tetesmu membaur di jejalan, di pusat perbelanjaan, bahkan di raga bocah yang bermain kapal-kapalan.
Tak bisa pula kulebur ingatan tentang sesap kopi dan kotak jajanan yang nyaris kosong. Tuan berkacamata persegi dengan ulas senyum yang tanpa ia sadari membuatku nyaris tercekik mati.
Aku merindu, Langit.
Jangan kaupindahkan mega mendungmu pada pelupuk mataku, Langit.
ARW
10-11 9 2010