Politik SARA, sesungguhnya mengabaikan keniscahyaan bahwa Indonesia adalah Negara majemuk, yang terdiri dari banyak suku bangsa, agama, sudut pandang (fundamentalis, sekuleris, nasionalis, liberalis) dan lain-lain. Masing-masing memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri, yang antar karaktersitik bila salah dipahami lantas akan menganggap bahwa satu komponen satu telah menyerang komponen masyarkat lainnya.
Pendukung "sedikit-sedikit SARA" menginginkan paham atau ajaran yang terdapat pada komponen tertentu, yang dianggap saling serang antar komponen harus ditiadakan demi "keindahan kebersamaan dalam perbedaan"; namun sayangnya para pendukung "sedikit-sedikit SARA" dalam dirinya tetap menjalankan paham/ajaran yang sesuai dengan karakteristik kelompoknya - yang nota bene sebenarnya telah menyerang kelompok lainnya. Contoh;
1. Etnis cina merasa dirugikan dengan kampanye timses foke yang menyerang ahok; tetapi fakta berdasarkan exit pool pilakada putaran 1; 100% etnis cina pilih ahok-jokowi.
2. Sebagian Muslim menolak menerapkan ayat al-qur,an tentang "tidak memilih non-muslim sebagai pemimpin" dan memvonis ini adalah ayat SARA tidak boleh diterapkan. Padahal muslim tersebut adalah muslim yang nasionalis bin liberal bin sekuler bin gus dur. Ini adalah muslim yang selalu menolak PERDA syariah, berseberangan dengan FPI. Muslim liberalis ini tidak pernah toleran dengan Muslimnya Pak Kyai Ma'ruf Amin yang ketua MUI, apalagi habib Rizq. Muslim ini bersimpati dengan ahmadiyah. Muslim ini muslimnya PDIP muslim yang abangan, sing penting eling.
3. Sebagian orang etnis jawa, mengatakan etnis betawi SARA, dengan membawa kesukuan sebagai prinsip memilih FOKE. Padahal sudah jelas-jelas "raden mas panjenengan bambang brotodiherjo singodiredjo" selalu kampanye kemana-mana untuk mengajak memilih ahok-jokowi sambil menggunakan baju kotak-kotak dan berkopiah blangkon.
4.Non Muslim seperti stephanus, abbah jeppy, Philip, Andrew dan nama-nama baptis yang penulis perhatikan dari tulisan ataupun komentarnya di kompasiana sungguh sangat semangat 45 mengkampanyekan mengajak memilih ahok-jokowi; sambil menyerang Foke dan tidak lupa bang rhoma irama dengan cap SARA karena mengajarkan muslim memilih non muslim. Sesungguhnya mereka secara tidak langsung juga telah menjalankan ayat Allah ini; yaitu kalau muslim tidak boleh memilih non-musli; maka sebaliknya yang tidak muslim memilih yang tidak muslim pula.
Dari contoh-contoh tadi alangkah indahnya, alangkah besar hatinya jika;
· misal etnis cina pilih ahok ya monggo,
· muslim pilih pemimpin yang muslim alias foke sesuai ajaran qur'an ya seperti kata bang rhoma.. ya okelah
· raden mas panjenanengan baambang singodiredjo pilih ahok-jokowi dan bang udin pilih foke ya please...
· bung stepahnus, yohanes, Andrew, phillips pilih ahok-jokowi, kalau kata bang rhoma kalo sampai mereka nggak pilih ahok-jowi sungguh terlalu...
· yang muslim nasionalis bin liberalis bin sekuleris bin gusdur memilih ahok-jokowi.... yang memang udah jalurnya gitu lho....
· yang islamnya tradisional bin fundamental pilih foke ... ya siapa lagi kalo bukan mereka-mereka yang pilih foke....
Masing-masing dari mereka adalah unik, masing-masing punya pilihan, tidak perlu mereka-meraka ini dicap SARA.
Kebersamaan dalam perbedaan memang tidak indah. Dibutuhkan pengorbanan, kemengertian (tepa seliro) bagaimana menghargai yang satu dan bagaimana menghargai yang lain. Kesadaran yang visioner jauh kedepan telah ditunjukan oleh founding father bangsa Indonesia; bhineka tunggal ika. Biarlah kita berbeda-beda tapi kita tetap satu.
Founding father tidak mengajarkan untuk mereduksi perbedaan. Biarlah kita tetap berbeda dunia dan akhirat, tapi kita tetap dalam satu wadah NKRI.
Wasalam.