Lantas jika sudah seperti ini keadaannya apakah kita hanya berdiam diri merenung mengharapkan datangnya mukjizat. Perlu upaya ekstra untuk kondisi seperti ini yaitu sebuah gerakan revolusi dalam rangka perbaikan moral bangsa sepertinya sudah menjadi keharusan. Dan salah satu jalan yang masih memungkinkan untuk dilakukan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia adalah dengan kembali kepada akar budaya bangsa yang sudah jadi karakter kita yang terlupakan yaitu Pancasila. Karena hanya Pancasila yang bisa diterima oleh semua golongan. Memang benar bahwa Pancasila masih tetap sebagai dasar Negara ini, tapi harus diakui bahwa belakangan ini hal tersebut hanya ada diatas kertas yang bersifat teoritis jauh dari aplikasi dan pengamalan. Sudah waktunya kita merevitalisasi kembali pemahaman dan pengamalan Pancasila sebagai ideology bangsa yang terpinggirkan. Dengan Sila Pertama sebagai landasan yang kokoh yaitu “ Ketuhanan Yang maha Esa”, diharapkan nilai moral keagamaan dan religy dari masing-masing pribadi kita dapat terpicu dalam membentuk karakter kita menjadi karakter Pancasila.
Memang gerakan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, dimana tantangan dan halangan pasti akan menghadang. Tapi itulah resiko perjuangan, makin berat makin dinikmati sebagai pemicu adrenalin ibarat pil pahit bagi kesembuhan penyakit yang kita dambakan. Saatnya kembali kepada nilai luhur bangsa, saatnya kita tempatkan Pancasila pada tempat yang semestinya. Saatnya kita menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki semangat prikemanusiaan yang adil dan beradab menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa serta senantiasa mengedepankan musyawarah untuk mufakat menuju terciptanya suatu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Mari kita semangat dalam merayakan hari lahir Pancasila seperti semangatnya kita memperingati hari valentine. Dalam semangat pengamalan dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dirgahayulah Pancasila-ku kami terdepan dalam membelamu.(AMR)