Seorang kawan mengirim pesan kepada saya. Dia menanyakan mengapa begitu banyak kata dalam bahasa Indonesia yang sebenarnya bermakna sama, tetapi dihadirkan dalam kamus. Dia lalu menuliskan kata seharusnya, semestinya, sepatutnya, selayaknya, dan sewajarnya. Saya bergeming.
KEMBALI KE ARTIKEL