Bagi kalangan yang hobi menyitir SARA tersebut, pemimpin adalah simbol ego, kebanggaan bahkan terkait penaklukan. Pikiran mereka dipenuhi oleh cerita-cerita kepemimpinan di masa ratusan tahun lalu dimana belum ada demokrasi, pilkada bahkan sistem negara, konstitusi dan sosial budaya yang berbeda. Pemimpin harus ahli perang, ahli agama atau minimal seagama. Maka tak heran di Indonesia, ada kalangan yang menolak pemimpin seperti Jokowi yang muslim bahkan tetap memusuhinya walaupun telah terpilih menjadi pemimpin. Hal ini karena alam bawah sadar mereka masih memahami kepemimpinan model lama, akibat pengetahuan yang tidak berkembang dan terdoktrin. Maka tak heran bila mereka lebih keras lagi menolak orang-orang seperti Ahok yang non muslim. Apalagi karena ada faktor cina yang telah distereotipe negatif dalam pikiran mereka sejak mereka masih kecil baik karena pengaruh orang tua, keluarga maupun lingkungan.
KEMBALI KE ARTIKEL