Salah satu fenomena sosial yang saat ini masih ramai dibicarakan melalui pemberitaan media tulis maupun media massa adalah cancel culture. Lisa Nakamura, seorang profesor studi media dan sinema di University of Michigan, Amerika Serikat menjelaskan fenomena ini sebagai “budaya pemboikotan” terhadap public figure, merek perusahaan, atau konsep tertentu. Hal ini bisa terjadi lantaran masyarakat ingin menghukum seseorang akibat pelanggaran terhadap kelaziman sosial, seperti skandal perselingkuhan, kekerasan seksual, hingga penyampaian opini yang menyinggung suatu pihak. Cancel culture ini tak ubahnya seperti usaha “mempermalukan” dan “membuang” seseorang dari lingkungan masyarakat. Lebih lanjut, Martinez (2021) mengatakan penting untuk dicatat bahwa istilah cancel culture mungkin terdengar baru, tetapi akar budaya yang mendorongnya sudah sangat tua.
KEMBALI KE ARTIKEL