Dalam konteks hukum positif, tindakan pelecehan seksual anak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Hukum positif berfokus pada norma-norma yang tertulis dan bagaimana norma tersebut diberlakukan oleh sistem hukum yang ada. Dalam kasus ini, hukum positif menetapkan sanksi pidana yang jelas bagi pelaku, yaitu hukuman penjara dan/atau denda. Pendekatan ini menegaskan pentingnya mengikuti aturan hukum yang berlaku tanpa mempertimbangkan faktor moral atau etika di luar teks hukum itu sendiri.
Hukum positif juga menyoroti pentingnya mekanisme penegakan hukum yang efektif untuk melindungi hak-hak korban. Sistem peradilan diharapkan bertindak sesuai dengan aturan yang ada untuk memberikan keadilan kepada anak yang menjadi korban. Dalam kasus ini, pelaporan yang dilakukan oleh ibu korban kepada pihak kepolisian merupakan langkah yang sesuai dengan prosedur hukum yang ada, menunjukkan bagaimana hukum positif berfungsi dalam praktik.
Dari perspektif filsafat hukum positif, fokus utama adalah pada kepastian hukum dan penerapan aturan yang objektif. Hukum tidak melihat niat atau konteks sosial secara mendalam, tetapi lebih kepada apakah aturan telah dilanggar dan bagaimana pelanggaran tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan undang-undang yang berlaku.