Tidak dapat dipungkiri, prostitusi merupakan bisnis gelap yang selalu sukses dijalankan dari masa ke masa. Bahkan bisnis perdagangan manusia sebagai alat prostitusi ini  telah menjadi budaya yang diturunkan dari zaman ke zaman. Di Indonesia sendiri, bisnis gelap prostitusi bahkan telah ada dari zaman kerajaan, yang berlanjut pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, dan berkembang hingga di era digital saat ini. Prostitusi berkembang dengan berbagai cara dan model yang bervariasi seiring dengan perkembangan gaya hidup dan teknologi. Bahkan, di era digital seperti ini, bisnis gelap prostitusi semakin merajalela, akses para pelanggan terhadap forum forum perdagangan manusia jauh dipermudah, begitu juga bagi pelaku bisnis itu sendiri. Yatim dan Lola Wgner dalam bukunya yang berjudul Seksualitas di Pulau Bantam : Suatu Studi Antropologi (1997) menyebutkan bahwa bagi laki-laki yang belum mempunyai pasangan resmi atau tetap, keberadaan pelacur adalah sarana mempelajari gaya dan permainan seksual yang dilihat dan dibayangkan. Namun, bagi laki-laki yang mempunyai pasangan resmi maupun tetap, keberadaan pelacur dimanfaatkan sebagai sarana mempratekkan tindakan seksual yang selama ini tidak diperoleh dari pasangan resminya.
KEMBALI KE ARTIKEL