Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Bertemu dengan Orang Nomor Satu di Ponpes La Tansa

11 April 2024   08:03 Diperbarui: 26 April 2024   23:51 245 0
Awalnya kami dapat tugas ngehenna dadakan ke La Tansa Rangkasbitung. Kebetulan juga, salah satu tim makeup pengantin adalah teman istri ketika mengikuti kursus gratis dari pemerintah yang berlokasi di Cigadung, Pabrik - Pandeglang. Namanya LKP Adistie, waktu itu dipimpin oleh almh. Hj. NinaDari kedekatan itulah, mungkin kami dikontak untuk pasang henna di sana. Setelah dicek lokasinya, jarak dari rumah kami hanya kurang 30 menitan. Setelah shalat subuh, kami pun langsung melipir ke sana dengan mengendarai sepeda motor scoopy.

Ketika tiba di lokasi, ketika itu suasana juga masih gelap dan sepi. Maka kami menggunakan isnting saja. Pencarian awal petunjuk janur dan tenda pelaminan (kalau di kampung2) tapi kalau di kota, pasti karangan bunga parkiran mobil dan jumlah sandal di depan rumah.

Karena kebetulan tempatnya di gedung, kami juga sangat mudah menemukannya. Ditambah pencahayaan lamu di gedung tersebut waktu itu cukup mencolok. Jadinya cukup mudah menemukannya. Kami parkir, dan tanya ruang makeup pengantin ke keluarga/besan di sana.

Sebagai mantan jurnalis, tentu rasa penasaran itu selalu ada, apalagi ketika menemukan objek yang cukup mengganggu pikiran. Kapan dan di manapun penasaran itu selalu melekat. Termasuk dengan acara dua pengantin yang akan melangsungkan pernikahan pagi ini. Siapa mereka? Kok bisa menggunakan tempat ini? Bukankah ini gedung milik Yayasan?

Sempat ngorek informasi dari sang santri yang nerapihkan meja, mereka tidak begitu kenal dengan pengantin pria asalnya dari mana. Tapi pengantin perempuan adalah teman kecilnya. Ungkap santriwati berkaca mata yang juga baru lulus dari UMS jurusan Biologi dari fakultas FKIP. Pas ditanya "asmanipun sinten..." gelagapan. Hehehe

Disela-sela menunggu dan dududk di kursi vip, lalu datanglah seorang perempuan yang langsung disegani oleh anak (santri). Bahkan beliau juga yang pertam kali menawarkan kopi. Pak.. ngopi?, Kopinya hitam, manis apa pahit? Todongnya.

Langsung Dibuatkan segera oleh santriwati yang langsung lari ke tempat atau kamar tempat air panas dan kopi berada.

Awalnya tak begitu menampakkan. Setelah petugas kebersihan saling menggerutu, bahwa ibu tersebut bos besar jadilah penasaran.

Kami duduk berjauhan, tepatnya di meja yang berbeda. Ngobrol basa basi juga. Awalnya nanya pasangan pengantin dari mana. Cowok dari BSD dan perempuan dari Tanjung periuk, anak guru senior di sini katanya. Setelah itu banyak fakta yang diperoleh.

Beliau juga  memperkenalkan diri dengan secara tidak langsung. "Saya kesini paling sabtu dan minggu..." Ungkapnya.

Mendengar pengakuan itu, langsung terbesit dalam hati, jika beliau bukan sembarangan.

Diceritakan bahwa beliau dari Darqo, Gintung. Mendengar hal itu, langsung teringat dengan Buku Kiprah Kiai Entrepreneur yang mengupas tuntas tentang sosok KH. Ahmad Rifai. Buku tersebut ternyata ditulis langsung oleh suaminya.

Lalu beliau juga sering keliling La Tansa, yang sudah ada lima cabang. Mendengar fakta ini, tanpa ragu lagi akhirnya langsung bertanya to the poin. "Ibu putri almarhum nomor berapa?..."

Karena identitas beliau sudah tahu, selanjutnya kami diskusi. Bahkan sedikit mengorek tentang Pesantren La Lahwa juga. Beliau juga mengakui bahwa sang Ayah adalah sosok visioner. Kondisi La Lahwa juga saat ini sering digunakan untuk famili gathring guru2 dan kunjungan penting. Bercerita sedikit pembangunannya di masa presiden Habibie.

Belakangan, nama Ibu yang cukup disegani tersebut adalah Ustzh. Erna, begitu para santri dan pengabdian di La Tansa memanggilnya. Informan yang penulis korek adalah salah satu Ustadzah yang baru lulus S1 di La Tansa juga dengan jurusan PAI. "Ustzh. Erna tadi mau ke Lantansa 3..." Paparnya.

Beliau Sosok sederhana, mengenal detail siapa saja yang diajak bicara, hingga OB yang bertugas disapanya dengan memanggil tepat namanya. Lalu, tak hanya di situ, beliau juga turun langsung menata buah2an ke piring beserta ustadzah lainnya. Bahkan beliau yang mengawalinya.

Saya suka begini, padahal sudah ada WOnya, tapi gimana tea ya. Kalau gak ikutan. Semalam kita juga di sini sampe jam 11 malam ngatur2 ini itu. Petugasnya datang kesini malah cuma tinggal beres2 kursi sebelah sini aja.. demikian pengakuan beliau yang masih mengenakan atasan rukuh.
___

Tak sulit mencari buku tersebut. Karena selalu dipajang di meja belajar. Setelah dicek ke buku, ternyata gelar ustadzah Erna, keren bukan main. Ada Master Pendidikan Islam (M.Pd.I) di belakang namanya.

Peran beliau dalam segala lini selalu muncul. Bahkan dalam buku ini pun terpampang dengan jelas. Misalnya saja, dalam peluncuran buku tersebut, Ustdzh. Erna termasuk bagian konsumsi.

Dari pengalaman ngobrol sebentar, melihat dengan mata kepala sendiri, dan juga ditambah membaca buku yang ditulis oleh suaminya tersebut, tampak dengan jelas beliau adalah sosok yang sangat luar biasa. Sebagai mana ungkapan beliau dalam obrolan singkat kami "Merasa gereget kalau gak ikut andil dalam hal apapun, termasuk model beginian..."

Yang paling wah itu, jabatan beliau di sana bukan main2 apalagi kaleng-kaleng. Kok bisa-bisanya menyapa orang asing yang duduk santai sendiran. "Pak, udah ngopi? Mau kopi apa? Hitam apa mix?..." Jelas, itu tindakan spontanitas. Bukan dibuat-buat. Polanya natural dan bukan kebetulan. Ini menyangkut kepribadian beliau dan kebiasaan beliau. Luar biasa! Patut untuk ditiru.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun