Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Enterpreneurship Memutus Lingkaran kemiskinan di Era Milenial

22 Oktober 2019   19:05 Diperbarui: 22 Oktober 2019   19:22 336 2
Indonesia merupakan negara yang di ketahui memiliki berbagai macam keindahan, kekayaan, dan keberagaman dalam hal apapun di setiap sudutnya , namun di balik itu semua terdapat salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih belum dituntaskan yakni kemiskinan.

Kemiskinan adala suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan yang layak. Secara kuantitatif, kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana taraf hidup manusia serba kekurangan atau tidak memiliki harta beda. Sedangkan secara kualitatif, pengertian kemiskinan adalah keadaan hidup manusia yang tidak layak.

Kemiskinan sangat berhubungan dengan masalah kesejahteraan masyarakat dan menjadi tingkat minimum yang didapatkan berdasarkan standar hidup masyarakat di suatu negara. Kemiskinan sudah menjadi masalah global, dimana setiap negara memiliki anggota masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia pada bulan Maret 2018 sebesar 9.82%. Angka ini diklaim merupakan yang terendah sejak krisis 1998 dan untuk pertama kalinya berada pada level satu digit penyebab terjadinya kemiskinan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk, kurangnya lapangan pekerjaan, Angka pengangguran tinggi, dan tingkat pendidikan yang rendah. Pengangguran banyak di jumpai di Indonesia dan masih menjadi faktor yang menonjol, Sementara jumlah penganggur meningkat sebanyak 30 ribu jiwa, menjadi 7.04 juta jiwa dengan tingkat pengangguran terbuka sebanyal 5.5 persen angkatan kerja.

Jumlah ini akan terus meningkat, apabila semakin banyak lulusan dunia pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan tinggi yang menghasilkan sarjana-sarjana baru yang memiliki kapasitas dan kulitas kerja yang rendah.

Tingginya jumlah angka tingkat pengangguran terbuka, akan berkonsekwensi terhadap persoalan lapangan pekerjaan. Fakta mutakhir tentang lowongan kerja yang dibuka pemeritah belakangan ini, dengan system penerimaan dan seleksi ketat lewat CAT/SKD, telah membuat para pencari keja di lembaga pemerintah banyak yang tumbang.

Di era milenial ini masyarakat seharusnya bukan lagi sibuk mencari pekerjaan tetapi merekalah yang menciptakan pekerjaan, para wirausaha yang kelak akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat.

"Enterpreneurship di masa depan itulah yang akan menciptakan lapangan kerja," ujar Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, salah satu caranya dengan online shop. Strategi ini sangat menguntungkan di era yang serba instant ini, dan seharusnya bisa memberi peluang bagi para entepreneur.

Masyarakat terus berusaha mencari pekerjaan. Mereka tidak bisa dan malas menciptakan lapangan pekerjaan, bukan saja untuk orang lain, pekerjaan untuk diri sendiri saja tidak bisa. Hanya harapan untuk diangkat menjadi pegawai negeri. Sementara lapangan kerja yang menerima tenaga honorer, juga semakin kewalahan menampung orang-orang yang mencari kerja untuk menjadi tenaga honorer.

Tingginya jumlah angkatan kerja, jumlah angka pengangguran,  serta sempitnya lapangan pekerjaan, dan rendahnya kualitas keluaran dunia pendidikan sudah membuat kondisi dunia kerja semakin parah. Parahnya lagi, ketika mereka yang menganggur masih terus diselimuti oleh penyakit mental dan mindset ebagai job seeker, yang hanya bisa bekerja kalau dipekerjakan.

Idealnya, harus ada alternative  yang harus diciptakan. Harus ada perubahan dalam mindset masyarakat indonesia, Salah satu jalannya adalah dengan membekali setiap peserta didik dengan kemampuan wirausaha (entrepreneurship).

Entrepreneurship harus menjadi mata pelajaran bagi setiap peserta didik, terutama yang berada pada jenjang Pendidikan Tinggi. Mereka harus diajarkan tentang ekonomi kreatif serta management usaha yang kelak menjadi pilihan ketika masuk ke dunia kerja.
Dengan metodi ini, mereka mempunyai dua pilihan yakni pilihan untuk menjadi tenaga kerja (buruh, pegawai) atau membuka lapangan pekerjaan sendiri.

Membuka lapangan kerja sendiri, merupakan salah satu jalan keluar agar tidak menganggur. Namun, menciptakan  bukan pula hal yang mudah, apalagi bagi mereka yang baru tamat dari Perguruan Tinggi yang tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap entrepreneurial. Tidak hanya  lulusan S1, Lulusan S2 pun masih saja bersusah payah mencari lapangan kerja.

Penyebabnya, pengetahuan, ketrampilan dan jiwa entrepreneurship tidak pernah dibekali kepada mereka di bangku kuliah. Idealnya, ketika universitas tidak mampu menelurkan lulusan sarjana yang mampu  bekerja mandiri dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, serta pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, para mahasiswa/i diberbagai Perguruan Tinggi harusnya dibekali dengan entrepreneurship secara menyeluruh dan memadai. Apalagi saat ini generasi milenial adalah genarasi yang terjebak dalam budaya serba instant yang membuat mereka menjadi manja.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat di era milenial ini memberikan pengaruh yang besar bagi aspek perekonomian, namun kendala utamanya adalah sifat dari perilaku generasi milenial tersebut. Apabila generasi milenial tidak ingin merubah perilaku manja  dan merasa nyaman di zona aman (comfort zone) itu, generasi milenial akan menjadi generasi lemah dan tak berdaya. Maka, generasi milenial akan semakin sulit menguasai dunia kerja, apabila tidak mau mengubah perilaku .

Dahulu sebelum munculnya internet, kegiatan jual beli hanya bisa dilakukan dengan tatap muka secara langsung. Konsumen yang ingin membeli suatu barang dapat mendatangi toko untuk melihat kondisi fisik dari barang yang akan dibeli. Begitu juga dengan kegiatan transaksi yang dilakukan yaitu dengan kontak secara fisik atau bahkan dengan cara tawar-menawar diantara kedua belah pihak, penjual dengan pembeli.

Akan tetapi, munculnya internet dapat menciptakan perubahan dalam perdagang menjadi lebih modern. Pelaku  tidak harus bertatap muka langsung untuk melakukan transaksi. Mereka hanya perlu melakukan kesepakatan diantara kedua belah pihak dan barang akan tiba ke lokasi pembelinya tanpa harus mendatangi toko lagi. Kegiatan inilah yang disebut dengan online shop. Para enterpreneur online shop itu juga berpotensi untuk membuat investasi, Adanya investasi tersebut akan mengakibatkan dengan semakin banyaknya peluang lapangan kerja yang memadai.

Singkatnya, pengertian online shop merupakan suatu kegiatan menjual ataupun membeli produk dan layanan melalui media sosial maupun internet. Di Indonesia, budaya melakukan kegiatan online shop sudah mulai berkembang pada pertengahan tahun 2008.

Hal itu ditandai dengan banyaknya bermunculan berbagai startup yang bermain di bidang jual beli produk. Alhasil, banyak orang yang merasa nyaman dan mudah karena adanya online shop ini. Dengan adanya online shop ini, kita tidak perlu repot lagi mengantre dan berdesakan di toko hanya untuk mencari barang yang diinginkan.

Adapun beberapa manfaat online shop yaitu kegiatan pemberlanjaan menjadi mudah dan praktis, membutuhkan modal yang relatif kecil, dapat melakukan pekerjaan lain untuk membantu perekonomian, keamaan dalam transaksi, kemudahan dalam transaksi, menghemat waktu dan tenaga.

Namun ada juga kekurangan di dalam kegiatan online shop yaitu produk tidak sesuai, keterlambatan pengiriman, dan resiko tinggi adanya penipuan. Meski begitu ide untuk melakukan online shop menjadi trend di era milenial ini.

Setelah membaca konsep kemiskinan, setidaknya kita memiliki bekal pengetahuan dalam menginterpretasikan suatu permasalahan. Selebihnya, untuk menghasilkan solusi dari kemiskinan butuh kontribusi dari semua elemen masyarakat. Tidak hanya pemerintah yang berkualitas, dukungan dari masyarakat pun diperlukan agar adanya pengurangan angka kemiskinan di negeri ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun