PPPI menjadi wadah bagi mahasiswa Indonesia mengabdi kepada masyarakat lewat kegiatan pendidikan dan latihan sosial. Para anggotanya dididik untuk membimbing dan memimpin bangsanya mencapai kemerdekaan yang berdaulat penuh. Pada masa kepemimpinan ketiga, dibentuk Komisi Publikasi yang bertugas menerbitkan buku-buku dan brosur yang dibutuhkan dalam perjuangan kemerdekaan. Komisi ini berhasil menerbitkan buku tentang Hak-hak Dasar (Grondrechten), brosur tentang "Hak Berkumpul dan Bersidang", dan majalah Indonesia Raya. Anggota PPPI juga mendapat kiriman majalah Indonesia Merdeka dari Belanda yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia (Sagimun 1989: 143-144).
Pada Kongres Pemuda Indonesia I di Jakarta (30 April--2 Mei 1926), yang dihadiri sejumlah perkumpulan pemuda (seperti Jong Java, Jong Sumatranean Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerende Minahassers, Jong Bataks Bond dan Pemuda Kaum Theosofi), PPPI mengusulkan penggabungan (fusi) semua organisasi pemuda dalam satu badan perhimpunan massa muda Indonesia. Namun usulan tersebut tidak berhasil karena pada saat itu masih kuat semangat kedaerahan.
Ia memainkan peran penting dalam mengorganisir Kongres Pemuda II (26 -- 28 Oktober 1928) yang menghasilkan Sumpah Pemuda yang terkenal. Organisasi ini bertujuan untuk membimbing dan memimpin bangsa menuju kedaulatan penuh, menekankan pentingnya persatuan di kalangan pemuda untuk tujuan akhir kemerdekaan dan kesejahteraan, sekaligus menghadapi tantangan dari pemerintah kolonial Belanda yang memandang aktivitas mereka sebagai ancaman. Kegiatan PPPI tidak hanya mencakup bidang politik, tetapi juga bidang sosial, budaya, dan ekonomi, semuanya diarahkan untuk memajukan kemajuan Indonesia dan memberantas kolonialisme. Upaya organisasi ini terus berlanjut hingga kedatangan orang Jepang di Indonesia. Kesadaran generasi muda Indonesia akan keterbelakangan akibat penjajahan mendorong mereka untuk mengupayakan persatuan dan pendidikan sebagai elemen penting dalam mencapai kemerdekaan.