pada pita suara yang tak mengerti apa-apa
Ada yang kelewat pedih untuk kutuliskan
Dengan tangan yang begitu sungkan
Aku tahu barangkali di penghujung musim ini
segalanya akan selesai seiring jatuhnya bulir hujan yang terakhir
Pernah juga ada seseorang yang mengatakan padaku
bahwa hujan berasal dari air mata penyair
Namun penyair mana yang rela menjadi penyedih terus-menerus
Hingga di penghujung Januari, hujan terus jatuh
Kesedihan terus luluh pada mata yang rela berjaga sepanjang usia,
Mata itu, mata penyair itu
Kelak di Januari berikutnya,
Semoga penyair itu, penyair yang bersedih itu
Tak lagi punya kecemasan di pelupuk matanya
Dan segala takdir yang nyinyir serta nasib yang panik
Telah membaik sesuai praduga
Hujan mungkin tak usah lagi khawatir tentang
bagaimana ia akan dijatuhkan
Secara sembrono atau hatihati
Secara seluruh atau separuhseparuh
Sebab bumi telah rela memeluknya dengan
kehangatan yang lebih tinggi kadarnya dari semula
Kemudian muncullah semacam kepercayaan,
rasa percaya yang mungkin disengaja
Bahwa pada musim berikutnya waktu akan bersemi
Pada sejuta gladiola di luar jendela
Cuaca akan menguning, senja akan oranye
Seperti warna bola mata ketika jatuh cinta
Dan penyair punya seribu satu rencana untuk berlibur
ke awan atau barangkali ke langit lapisan kedelapan
Disana, seperti yang aku dan kau, juga seperti yang
hujan dan penyair tahu;
Liburan barangkali hanya upaya;
untuk merencanakan kesedihan berikutnya,
dengan airmata yang tak kalah basahnya
dan tak kalah banyak jatah jatuhnya
/Januari 2012/