Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

The Call

18 Agustus 2010   20:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:54 58 0
Sore ini kesepian seakan sedang akrab dengan dirinya, seakan ingin memaksa masuk sampai kedalam wilayah pribadinya, menerobos masuk hingga ke ruang hati sebagai individu. Semangatnya mulai menguap oleh sinar matahari yang mulai meredup menuju maut. Warna jingga yang menusuk ia tutupi dengan kacamata hitamnya. Mencoba santai, duduk dengan menyilangkan kedua kaki yang terbalut jeans birunya lalu mengalihkan pandangan pada padatnya lalu lalang kendaraan di sore hari.

Pada episode hari ini dirinya berperan sebagai  seorang manusia yang terduduk gelisah di sudut luar ruangan. Satu arah sebaris dengan pintu masuk sebuah café. status pengunjung saat ini sangat ramai, dan dirinya harus berkali-kali melambaikan tangan ke udara hanya untuk meminta satu buah asbak untuk abu rokoknya.

Ia sedang menunggu seseorang.  Tersadar tubuhnya masih merespon dengan baik, dia merogoh kantong celana jeansnya dan mulai berbicara pada benda kecil yang ia letakan di telinganya. Berbicara pelan seakan-akan ia berbicara sambil memantau keadaan agar pembicaraannya tidak terdengar oleh telinga manapun. Sadar kalau  kota ini sangat terkenal dengan hal itu. Banyak orang yang sembarangan berbicara dan besoknya akan menjadi topik berita utama di televise ataupun surat kabar.

"Jadi sekarang apa yang harus aku lakukan? dan sampai berapa lama aku harus menunggu di tempat ini? “ ia berbicara dengan sedikit berbisik.
“oh,.. ok”  ia lalu memasukan benda kecil itu ke kantong jeansnya.

Pandangannya jatuh ke arah rumput, entah apa yang diperhatikannya. Ia mulai membakar rokoknya walaupun asbak pesanannya belum juga datang. Terkaget, benda di celananya bergetar kembali, berbicara cepat dan mematikan rokok dengan menginjaknya dengan sepatu kulitnya.  Mengangkat tubuhnya, berlari kecil, berbelok kekanan lalu berhenti dan mulai mencari sebuah mobil sedan Hitam metalik yang cirinya sudah ia kenali lama. Berjalan mendekat, mengetuk pelan kaca gelapnya, pintu terbuka, ia masuk dan seketika tubuh dan hatinya merasa ringan, ia telah berada di sampingnya,...

“Pak, kita ke alamat yang tadi saya kasih tahu”

Seseorang itu mengengam erat tangannya dan ia hanya memperhatikan pemandngan kota dari balik kaca jendela mobil , dilihatnya lampu-lampu disepanjang jalan yang mulai bercahaya, ia merasa tubuhnya bergerak menyelusup diantara klakson mobil. Tidak ada suara percakapan sampai mobil yang dikendarainya parkir dan berhenti.

Ada perintah tanpa suara yang mengharuskannya keluar. Ada percakapan yang tidak perlu ia dengar. Mobil itu melaju pergi dan ia mulai mengikuti gerak kaki yang berjalan disampingnya.

“Tunggu di sini sebentar, ok?”
“oke …”

Ia kembali terduduk menunggu. Terkadang ia merasa sebagian besar hidupnya hanya dihabiskan dalam ruang tunggu.

Seseorang itu kembali menghampirinya, sedikit tersenyum.Yang ia tidak tahu makna di balik senyumnya. Ia hanya berjalan mengikuti gerak langkah diantara pintu-pintu yang terkunci rapat.

Dan disinilah kita akhirnya, berada di sebuah ruangan. Ada lukisan pot keramik. Tempat tidur ukuran besar. Sebuah sofa panjang. Televisi layar datar dan sebuah kamar mandi.

“ Mengapa kita harus bertemu di tempat ini? Tempat ini terlalu sepi! “ ia berbicara pelan tanpa melihat kearahnya.
“ Mengertilah, Orang akan sadar dengan cepat jika kita terlalu sering terlihat bersama di tempat umum.” ia mencoba memberikan sesuatu yang masuk akal.

“ I miss you ..”

seketika saja tubuhnya sudah terdorong ke kasur dan bibirnya terkunci, ia hanya berusaha mengatur napasnya yang seakan-akan ingin di cabut keluar oleh suatu kekuatan yang besar.

“Bersambung ……”

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun