Melihat kenyataan yang ada, saya rasa pernyataan di atas tidak salah. Tengok saja fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. DPR mensahkan UU PILKADA melalui DPRD. Rakyat menolak, tapi DPR tetap diam tak bergeming.
Hatiku bertanya, sebenarnya salah siapa.? Rakyat yang memilih  anggota DPR, ataukah DPR yang mengabaikan suara rakyat.? Sebelum menjawab, mari kita tengok kembali, apa sih sebenarnya kepentingan adanya DPR di negeri ini.
Kepentingan utama keberadaan anggota DPR adalah menyerap, mengolah, memperjuangkan, dan mengekspresikan aspirasi rakyat. Lha ini rakyat menolak UU PILKADA melalui DPRD, tapi kok ya jalan terus.?
Berarti DPR salah dong.? Jelas salah.!
Sekarang lihat rakyat. Rakyat adalah pemegeng kedaulatan tertinggi. Tapi kok malah dihilangkan hak-haknya.? Salah siapa.? Salah rakyat sendiri.!
Kenapa rakyat diam.? Kenapa hanya berpangku tangan.? Nasib bangsa ini bukan terletak di tangan mereka-mereka yang duduk di senayan. Tapi di tangan kita. Rakyat Indonesia.!
Seperti halnya Bapak Presiden terpilih kita, Bapak Ir Joko Widodo. Beliau berani menjadi lokomotif perubahan. Apa kita sebagai rakyat hanya akan diam berpangku tangan, mudahy mengeluh, dan ujung-ujungnya menyalahkan pemerintah.? Salah besar.!
Mari kita kreatif dalam menghadapi perubahan. Ibaratnya, rakyat adalah tiang bendera Indonesia. Jika bersatu padu, maka akan bisa mengibaarkan bendera merah putih di tingkat tertinggi. Ingat, demografi kita terbesar ke 4 di dunia.!
Kemarin juga diadakan pemilihan pimpinan DPR. Lha kok yang dicalonkan itu orang-orang bermasalah.? Sudah begitu, terpilih pula.
Lihat saja pimpinan DPR yang terpilih, Setyo Novanto. Beliau dikaitkan dengan beberapa kasus. Contohnya saja kasus PON Riau yang menyeret gubernur Rusli Zainal. Di kasus Akil Mochtar, dia juga disebut punya kaitan. M. Nazaruddin juga pernah menyebut keterlibatan Setya dalam proyek e-KTP dan pengadaan seragam hansip.
Begitu juga sosok Fahri Hamzah. Dia pernah menyuarakan pembubaran KPK, mangkir dalam pemeriksaan Badan Kehormatan.
Apakah kita kecewa.? Sudah pasti.! Meskipun begitu, kita juga harus menghormati mekanisme yang ada di DPR.
The last but not least, ibarat bumbu, kita (rakyat) itu ibarat lengkuas dan daun salam. Ketika butuh didekati, setelah jadi enak, kedua bumbu tersebut dipinggirkan, dibuang.
Ada Apa dengan Bangsaku.?