Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Anies Baswedan Gubernur Gagal

8 Mei 2022   17:14 Diperbarui: 8 Mei 2022   17:15 1796 3

SEMUA
manusia bercita-cita menjadi bermanfaat. Untuk orang lain, terlebih untuk diri dan keluarga. Seperti itulah harapan agung kita semua. Dalam panggung kepemimpinan publik, rasanya juga begitu.

Bahwa semua pemimpin mau meninggalkan legacy. Kebaikan, keadilan, perbuatannya dikenang. Menjadi bermanfaat, memberi maslahat bagi banyak orang. Apa hendak dikata, manusia yang merencanakan ikhtiar optimal sudah dilakukan.

Tapi saja, sering realitas melahirkan hal berbeda. Ada kesenjangan. Bahkan kontradiksi, antara yang dicita-citakan dengan kondisi riil. Manusia jika berbuat baik sembilan kali. Lalu sekali saja berbuat salah atau khilaf, maka yang diingat-ingat orang lain yaitu yang satu kali berbuat salah mengecewakan.

Berbeda dengan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Sembilan kali manusia berbuat salah "dosa". Sekali bertaubat, dosanya diampuni sang khalik. Noda salahnya "diputihkan". Masya Allah, beda perlakuan. Pemimpin modern di memang masih terbentu problem klasik, yakni penilaian subyektif melemahkan. Menyeret paksa pemimpin untuk jatuh.

Belum lagi jika pemimpin itu benar-benar tidak disukai satu dua orang. Atau satu dua kelompok rakyat. Sudah pasti yang dinilai adalah keburukan, kekurangan, dan kesalahan. Ribuan kebaikan, karya yang dipersembahkan tetap saja tak ada nilai di mata mereka.

Tidak semua memang bersikap tidak adil dalam penilaian seperti itu. Namun pandangan itu menjadi penyakit sosial. Merusak sendi-sendi pembangunan. Otak dan hati mereka yang menilai hal baik dianggap buruk karena sentimen, dislike dipenuhi kegelapan.

Keburukan mewarnai alam pikirnya. Sehingga sulit, tidak mau memberi penilaian yang jujur pada orang lain. Padahal dalam ajaran seluruh agama, lawan sekalipun jika ada kebenaran dan kebaikan. Wajib kita mengambil, memetik, dan beri hormat atasnya. Memuji tidak salah dilakukan. Berlaku bijaksana memang tidak mudah.

Situasi dilema itu yang mendera pihak yang mengambil posisi menjadikan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebagai rival. Ratusan, ribuan, dan jutaan kebaikan yang dilakukan Anies, tetaplah salah.

Telah menjadi mindset mereka, Anies adalah Gubernur gagal. Ya, gagal menurut mereka pembenci. Anies buruk, tidak berhasil. Gubernur yang dituduh pro khilafah, pro syariat Islam. Isu-isu yang membuat Anies dianggap tidak Nasionalis diproduksi tiap waktu. Walau semua bualan, buah rekayasa mereka tidak dipercaya pecinta Anies dan rakyat yang rasional, kampanye mengajar Anies seperti itu tetaplah dilakukan.

Tuduhan terhadap Anies datang bertubi-tubi. Alhamdulillah tidak menyurutkan semangat beliau membangun Jakarta sebagai rumah bersama. Provinsi toleran, harmonis, makmur, dan bahagia warganya. Anies tidak tumbang karena dicaci, dimaki.

Anies juga tidak terbang karena disanjung. Prinsipnya melayani rakyat tanpa pilih kasi, tanpa pilih kasta, ditunjukkan. Semua rakyat Jakarta, mau Cebong atau yang dituduh-tuduh Kadrun tetap diayominya. Anies menempatkan dirinya sebagai Gubernur seluruhnya golongan rakyat.

Kemampuan komunikasi dan kesantunannya membuat Anies berhasil merajut kebersamaan di Jakarta. Tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, mulai satu persatu mengakui kepedulian Anies. Mereka mengerti niat dan kerja Anies dipersembahkan sepenuhnya untuk rakyat.

Yang menggembiraka lagi, Anies Baswedan menjadi Gubernur yang hartanya tidak bertambah saat pandemi Covid-19. Gubenur di daerah lain malah meningkat drastis kekayaannya. Jika dihitung PAD, kemudian APBD Jakarta sangat besar. Kalau Gubernur rakus, sudah pasti memperkaya diri.

Jauh berbeda dengan Anies. Selain sederhana, perlakuannya yang terbuka terhadap semua lapisan rakyat membuat ia layak disanjung. Tidak mudah. Pemimpin yang memiliki pikiran cerdas, progresif, juga lengkap, sosok akademis santun ini tahu betul bahwa dirinya sedang dicari-cari kesalahannya. Momentum Pilpres sudah di depan mata.

Nama Anies berada dideretan tiga besar sebagai calon Presiden pilihan rakyat Indonesia. Elektabilitas Anies dinilai terus meroket. Diberbagai tempat pemimpin yang mengedepankan adab dan nurani itu selalu meminta doa rakyat. Tak malu meminta tolong rakyat untuk membantunya.

Begitu sejatinya pemimpin. Anies Baswedan memberi contoh yang tepat bagi Kepala Daerah atau pempin publik lainnya di Indonesia, bahkan Dunia tentang adab pemimpin. Karena posisi pemimpin hanyalah budak, pesuruh rakyat. Itu sebabnya, wajar ia mengibah memohon bantuan rakyat untuk membangun daerah.

Tatapannya yang sejuk. Wajah penuh senyum, kejujuran membuat rakyat sayang. Ia menjadi magnet. Terpaut hatinya rakyat untuk mendukung Anies. Tutur katanya yang lembut, mempesona, ditambah dengan sikap tawadhu. Membuat Anies menjadi aset luar bisa. Menjadi penting bagi republik Indonesia tercinta. Anies tampil apa adanya, dicintai banyak orang.

Modal penggemblengan paling berpengaruh, membekas pada dirinya ialah dia terlahir dari keluarga terdidik. Intelektual dan religius, terbentu dengan disiplin. Kalau masih ragu, silahkan dilacak masa kecilnya. Bagaimana Anies diperlakukan di rumah, cara itupula yang dilakukannya di luar rumahnya. Kelembutan menjadi ciri kepemimpinannya. Visi misinya tentang pembangunan sangat jelas.

Menjadi mahasiswa, Anies berprestasi dan disiplin. Walaupun dalam beberapa tayangan, cuplikan inspiratif, kesaksian disampaikan teman-temannya. Bahwa Anies semasa Sekolah tergolong "nakal", suka berkelahi. Sama seperti anak-anak lainnya. Rasa ingin tahu, bergaul bersosial dilaluinya. Situasi lingkungannya membuat Anies menjadi begitu teguh dalam pendirian.

Jiwa "pemberontakan" terhadap sistem pendidikan yang dinilai tidak pro terhadap pengembangan potensi siswa sudah terlihat sejak itu. Anies berani melayangkan protes atas apa yang tidak ia sukai. Itu dilakukannya di bangku Sekolah. Secara cerdas dan terhormat disampaikannya.

Ikut berdemonstrasi di jalanan, pernah dilewatinya. Karena Anies kader terdidik di kampus alternatif seperti HMI. Jiwanya terbiasa dengan dialektika, kepekaannya terbentuk. Tidak mau kompromi melihat penindasan. Perlawanan pada borjuis, selalu terjaga. Yakinlah, Anies tak akan khianati rakyat. Anies tak mau rakyat dimarginalkan. Praktek perbudakan tentu ditolaknya. Menurutnya nilai-nilai kemanusiaan tidak boleh direduksi.

Anies mengerti cara mengorganisir rakyat. Terlatih berorganisasi sejak siswa hingga mahasiswa. Anies yang dicurigai agen Timteng "Timur Tengah", boneka Asing tidaklah mungkin itu benar. Pikirannya yang luas dan kadang dicurigai sebagai penganut paham liberal membuat Anies sukar dikendalikan. Dibuat takluk apalagi.

Soal sikap pluralisme dan toleransi, tak perlu diragukan. Kemajemukan adalah sunnatullah baginya. Anies juga mengerti peta masalah dan tau cara mengurainya. Pandangannya futuristik. Kepemimpinannya berorientasi mencari pada problem solving. Bukan berputar-putar pada masalah. Atau malah menyalahkan kepemimpinan sebelumnya. Lempar tanggungjawab bukanlah model kepemimpinan Anies.

Saat masa studinya di Amerika Serikat, Anies pernah menjadi duta perdamaian. Diberi panggung dan kesempatan untuk sosialisasi, kampanye tentang keistimewaan keragaman Indonesia. Kerukunan, kebudayaan, dan interaksi beragama. Dan itu dilakukan Anies dari Gereja ke Gereja. Tuduhan-tuduhan licik terhadapnya, sebaiknya disudahi saja. Tidak mempan.

Sosok pemimpin yang satu inipun punya cara sendiri mencari solusi. Dikenal santun dan tegas. Bukan pemarah, tapi pemaaf. Anies sangat demokratis. Menghormati proses musyawarah mufakat. Dari mulutnya tidak keluar kata-kata kasar. Tak ada umpatan dan makian, cara mendiskreditkan orang lain bukan ciri khasnya.

Rakyat patut berbangga, karena dari dinamika kampus telah menempa Anies menjadi Rektor termuda di Indonesia saat itu. Bukan main-main prestasi yang diraih. Semua bukan kebutulan, tapi buah dari kerja keras, doa, dan ikhtiarnya selama ini.

Anies di mata buzzeRP adalah antek Yaman, Iran, Saudi, dan seterusnya. Yang sering mereka istilahkan dengan Kadal Gurun atau Kadrun. Semua kebaikan, karya Anies untuk rakyat Jakarta dianggap tak ada nilainya. Anies tetaplah gagal total. Begitu jahatnya mereka membenci Anies.

Tidak berhenti disitu. Mereka juga menyebar kebohongan bertubi-tubi. Kebencian demi kebencian agar publik antipati terhadap Anies. Sebelum Anies memimpin Jakarta, ada menudingan kalau Anies akan menjadikan Jakarta hanya menjadi milik umat Islam. Khilafah, dan ragam tudingan busuk lainnya. Ternyata semua itu terbantahkan. Anies menjadi Gubernur semua golongan rakyat Jakarta.

Bahkan stadion JIS (Jakarta Internasional Stadium), bukan hanya untuk umat muslim melaksanakan Idul Fitri. Tapi untuk semua pemeluk agama yang ada di Jakarta. Anies telah membuktikan, menjawab seluruh isu kebohongan yang mereka bangun.

Di Twitter belum lama ini. Usai terlaksananya Shalat Idul Fitri di JIS, Anies memposting momentum istimewa bersejarah itu. Ada nitizen yang bertanya, apakah JIS hanya dipakai umat muslim?. Anies menjawab bisa digunakan semua pemeluk agama lainnya.

JIS yang menurut Roy Suryo, mantan Menpora Republik Indonesia merupakan ide Gubernur Fauzi Bowo sejak 2008 itu. Ternyata diklaim buzzeRP sebagai stadion BMW (Bersih Manusia Wibawa) yang merupakan gagasan Jokowi. Sungguh buzzeRP salah lagi kali ini. Malu-maluin saja.

Menanggapi sinisme, kurang informasi di media sosial (Twitter), yang dimainkan buzzeRP, Roy Suryo menjelaskan bahwa BMW dan JIS adalah dua hal berbeda. Para buzzeRP diduga tengah menjalankan tugas manipulasi informasi. Agar JIS dianggap bukan karya Anies Baswedan. Melainkan kerja dari Jokowi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun