PELAKSANAAN uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) periode 2022-2027 akan dimulai.
Proses FPT yang dilakukan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, diharapkan berjalan on the track. Sesuai ketentuan perundang-undangan. Mempertimbangkan dan mengacu pada aspek integritas, kompetensi, serta rekam jejak para calon Penyelenggara Pemilu.
Targetnya, Februari 2022 ini FPT yang dilakukan DPR RI membawa hasil. Mereka bekerja sesuai timeline. Kekhawatiran publik juga menyeruak. Terlebih jika kita berkaca, membaca, dan memotret pengalaman skanda sebelum-sebelumnya.
Dimana oknum Anggota KPU dan Bawaslu RI hingga daerah terlibat penyalahgunaan kewenangan (abuse of power). Korupsi, gratifikasi, dan perilaku culas lainnya dilakukan. Mereka Komisioner penyelenggara Pemilu yang diandalkan, malah bermental maling. Memalukan, mereka malah menjadi drakula bagi demokrasi.
Inilah model homo homini lupus seperti yang dikhawatirkan Thomas Hobbes. Istilah tersebut pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM). Manusia digambarkan begitu barbar antara sesamanya. Dan itu terjadi hari ini, dimana perilaku binatang juga dilakukan oknum KPU. Melanggar aturan, berbuat jahat dan memperkaya diri. Demi jabatan, hal buruk dilakukan.
Oknum perusak reputasi Lembaga KPU, maupun Bawaslu bukan orang luar. Tapi di dalam Lembaga itu sendiri. Mereka yang katanya berintegritas itu, malah bermental maling. Mestinya menjadi Homo Homini Socius atau manusia adalah teman bagi sesama manusianya. Bukan Menjadi pemangsa sesama.
Bersikap menjadi predator demokrasi, tidak layak mengambil jabatan sebagai anggota penyelenggara Pemilu. Perusak sistem demokrasi jangan sampai diloloskan mengurus Pemilu 2024. Harus dipilih Komisioner yang amanah, sadar tanggung jawab, takut akan Tuhan. Yang berani dan tahu menyelamatkan suara (pilihan politik) rakyat. Jangan mau disogok.
Politik balas budilah yang selama ini manyandera kebebasan Komisioner KPU dan Bawaslu. Menyedihkan, penjara tersebut secara berulang-ulang selalu menjadi problem klasik yang meredukasi independensi serta integritas mereka. Komisioner KPU, Bawaslu tak boleh berbuat curang. Hak dan pilihan demokrasi rakyat jangan direkayasa.
Harus dari kontestasi politik seperti apapun itu, jangan sekali-kali disulap atau diubah. Selama ini KPU dan Bawaslu yang disebut sebagai orang-orang berintegritas, malah melahirkan anomali. Oknum-oknum dari mereka menjadi pelaku intelektual. Juga menjadi eksekutor dalam desain rekayasa hasil Pemilu. Kerja curang seperti inilah yang mendatangkan polemik.
Ngakunya "orang suci", ternyata sebagiannya bandit. Maling, yang menjadi budak bagi pihak yang telah memperjuangkannya hingga lolos sebagai Komisioner KPU dan Komisioner Bawaslu. Integritas kini juga bergeser posisi, dan cenderung tidak memberi jaminan bahwa kerja-kerja penyelenggara Pemilu bermoral, dan benar. Bahkan konsekuensinya, seleksi anggota penyelenggara Pemilu di tingkat bawah harus dikondisikan.
Aturan sekedar menjadi entitas yang formalitas semata. Mereka bertugas sebagai wasit. Juga sebagai pengatur lalu lintas, menjadi hakim yang adil. Bukan bermental brengsek. Wajib tidak berbuat jahat merugikan orang lain. Berbagai skandal yang pernah ada di Pemilu 2019, Pilkada 2022, bahkan sebelum-sebelumnya. Maka Komisi II DPR RI, patut waspada. Jangan kecolongan lagi libatkan koruptor, maling di KPU dan Bawaslu.
Sikap munafik, berpura-pura berintegritas ternyata KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme), ternyata bajingan. Tidak mudah filter, dan alat ukur ketat yang harus dilakukan Komisi II DPR RI yang dipimpin Bang Ahmad Doli Kurnia. Tidak berlebihan, konsep pemurnian atau pembersihan harus diterapkan.
Jangan lagi ada oknum yang bermasalah, mereka yang pernah berurusan dengan DKPP dipilih menjadi anggota KPU. Begitupun Bawaslu. Aspek regenerasi perlu menjadi perhatian penting. Sebab, peluang monopoli dan sifat serakah akan lahir pada mereka yang telah lama berkuasa. Dalam konteks ini adalah di KPU dan Bawaslu.
Imparsial lembaga KPU dan Bawaslu juga wajib dijaga. Itu sebabnya, Komisioner penyelenggara Pemilu periode 2022-2027 mesti memiliki leadership communication. Tidak kaku. Tidak terbatas kosakata, tidak munafik. Punya konsep dan argumentasi rasional. Kaya akan pengalaman kerja yang baik, punya prestasi, bukan yang selalu bermain curang.
Sesuai rencana (jadwal), pelaksanaan fit and proper test dari Komisi II DPR RI akan dilaksanakan tanggal, 14-16 Februari 2022. Kiranya proses transparan yang dilakukan nanti juga disertakan dengan profesional. Tidak sekedar formalitas dan penuh hura-hura.
Dari hasil tersebut melahirkan Komisioner penyelenggara Pemilu yang punya daya tarung. Merdeka dari intervensi, betul-betul berintegritas, memiliki kapasitas, kapabilitas, dan tidak munafik. Perubahan serius wajib dilakukan di KPU dan Bawaslu RI. Jangan lalai, karena dampak signifikannya tentu terjadi di KPUD dan Bawaslu daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota).