DESAIN besar pembangunan daerah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena dari sejumlah sisi, harus diperhitungkan. Selain aspek kelayakan. Relasi historis sebuah Ibu Kota Negara (IKN) menjadi begitu penting diperhatikan.
Saran pendukung lain ialah terkait kesiapan anggaran pemerintah yang bersifat efektif, melingkupi kondisi geografis strategisnya suatu daerah tersebut. Kemudian, dalam amatan saya proyek pembangunan yang sifatnya berkelanjutan (sustainable) amat penting. Artinya, IKN membutuhkan kajian yang holistik. Membutuhkan dukungan seluruh elemen rakyat.
Tidak sekedar didukung elit pemerintah saat ini, maupun elit partai politik koalisi. Bagaimanapun regenerasi kepemimpin dan siklusnya menjadi perlu dipertimbangkan serius. Jika yang menjadi Presiden Indonesia pada periode yang akan datang adalah kubu politik yang menolak.
Atau tidak setuju dengan IKN dipindahkan ke Kalimantan Timur, maka proyek politik pemindahan IKN dapat disebut gagal total. Tidak akan berkelanjutan lagi. Jokowi selaku Presiden, mestinya memikirkan konsep berkelanjutan ini. Tidak sekedar mengikuti birahi, kemauan, ataupun paksaan dari cukong. Jangan sampai proyek IKN baru hanya maunya LBP semata.
Pertimbangan lain yang perlu dikaji ialah situasi kultural masyarakat Kalimantan. Menelaah segmentasi sosiologis masyarakat, perkembangan ekonomi, dan kenyamanan masyarakat sekitar IKN menjadi entitas penting pula.
Saya memastikan, isu perpindahan IKN juga akan mempengaruhi kontelasi politik nasional. Pasangan Capres di tahun 2024 akan dipilih atau ditolak masyarakat, juga bisa dipengaruhi perpindahan IKN. Jangan disepelehkan. Jika dibaca respon publik secara acak, sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti urgensi akan dipindahkannya IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan.
Begitupun jika ditarik kesimpulan sementara, masih lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia tidak menghendaki IKN dipindahkan dari Jakarta. Tentu dengan banyak pertimbangan. Efektifitas, efesienasi anggaran, situasi Covid-19 yang belum menentu ini membuat pemindahan IKN tidak penting rasanya dilakukan.
Target pemerintah memang IKN akan dimulai 2024, sungguh ini sederhananya adalah proyek politik penguasa. Jangan sampai IKN menjadi seperti bayi prematur. Kalau dilihat, yang sangat ngotot terhadap proyek ini hanyalah segelintir elit politik. Keinginan LBP dan Ali Ngabalin begitu menonjol.
Dari sisi anggaran dan citra politik tentu pemerintah hari ini sangat diuntungkan. Apakah LBP, Jokowi, suami Puan Maharani dan Prabowo mendapatkan manfaat secara ekonomi yang cukup besar?. Kita patut curiga. Tapi belum bisa memberi kesimpulan atas hal itu.
Kiranya rakyat yang masih dipusingkan dengan Covid-19 dan vaksinasi yang bertahap tidak dikooptasi. Idealnya, pemerintah tuntaskan dulu penanganan pandemi Covid-19. Urungkan dulu niat untuk pindah IKN.
Biarlah pemerintah pada periode setelah 2024, dimana jika situasi pandemi sudah bebar-benar melandai, tidak ada lagi pandemi baru proyek IKN dibahas. Kasihani masyarakat kita yang sedang dikepung kekhawatiran atas maraknya kematian akibat Covid-19. Proyek IKN, yang kelihatan dipaksakan ini perlu diawasi ketat KPK.
Jangan pembangunan infrastruktur luput dari pengawasan. Sebab, ruang terjadinya KKN disini tumbuhnya. Tidak hanya itu, dari aspek pembuatan regulasi harus dikaji secara paripurna. Jangan terkesan dipaksakan, lalu ada peluang Pasal-pasal yang diselundupkan dalam Undang-undang IKN.
Manfaat politik, sudah pasti didapat orang perorang dan kelompok dari proyek IKN. Alasan klasiknya pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi mau meninggalkan legacy yang baik. Malah saya curiga, yang ditinggalkan dari IKN baru tidak lebih dari beban. Baik beban hutang negara, beban sejarah, dan juga aib akibat dari bagi-bagi proyek di IKN ini.
Untuk manfaat secara ekonomi ke masyarakat luas rasanya tidak ada. Malah DKI Jakarta akan menjadi kehilangan daya tarik. Berapa banyaknya warga DKI Jakarta mengalami kehilangan yang luar biasa. Sirkulasi ekonomi dan krisis akan terjadi di Jakarta, jika IKN benar-benar pindah ke Kalimantan.Â