Hari Sabtu, 17 September kemarin, saya dan teman-teman saya berkesempatan untuk mengikuti acara yang diselenggarakan oleh laboratorium program studi saya, yaitu jelajah kampung Ketandan. Acara ini dibersamai oleh mas Erwin, anggota MalaMuseum. Start dari depan Benteng Vredeburg, mas Erwin memberikan kami intro mengenai 'biodata' dari bangsa Tionghoa ini, bagaimana mereka dari Tiongkok bisa sampai di Indonesia, masyarakat Tiongkok daerah mana yang sampai di Indonesia, bahasa yang mereka gunakan dan komoditas yang mereka cari di Indonesia. Apabila kita membayangkan Tiongkok yang begitu besar wilayahnya, apakah mereka semua melakukan perjalanan ke Indonesia? Tentu tidak, hanya masyarakat Tiongkok selatan seperti Shanghai dan Fujian yang melakukan perjalanan ke arah Selatan dan Tenggara (Asia Tenggara). Mereka melakukan perjalanan jalur laut dan sampai di kota-kota pelabuhan di Indonesia, kalau ruang lingkupnya di Jawa, maka mereka mendarat di kota-kota di Pantai Utara, seperti Jakarta, Semarang, Rembang, Pekalongan dan Surabaya.Mendengar nama-nama kota ini saja, saya dan teman saya langsung bergumam, "wah Tionghoa banget
vibes-nya!". Mereka singgah di kota-kota di Pantai Utara Jawa ini untuk mencari 'sangu' yang akan mereka gunakan pada perjalanan mereka ke Timur untuk mencari rempah-rempah. Tidak saya sangka ternyata 'sangu' nya adalah beras! tentu saja, Pulau Jawa diberikan berkah oleh Tuhan berupa tanah yang subur,
gemah ripah loh jinawi, dengan komoditas utama dan makanan pokok yaitu nasi. Orang Tionghoa pun sama, mereka juga makan nasi, sehingga mereka akan menukar komoditas beras dengan keramik-keramik mereka, dan mereka akan melanjutkan perjalanan ke Timur. Rempah-rempah Indonesia dahulu tidak mereka gunakan untuk bumbu masakan, belum, umumnya mereka menggunakan rempah-rempah sebagai pengobatan.Â
KEMBALI KE ARTIKEL