[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Sumber: okezone.com"][/caption]
Kehadiran Hary Tanoe ke partai Hanura pada February 2013 membawa warna baru dalam dunia perpolitikan nasional. Hary Tanoe yang baru menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Hanura itu langsung didapuk sebagai Cawapres Wiranto. Pada 2 Juli 2013, pasangan Win - HT pun dideklarasikan. Tapi sayang, pasangan ini tidak dapat terus melaju dalam Pilpres Juli mendatang karena Hanura tidak menembus presidential threshold (PT). Pasca Pileg April lalu, gonjang - ganjing ditubuh partai berlambang anak panah itu pun mulai mencuat. Tiga orang pengurus Hanura; Yuddy Chrisnandi, Kristiawanto, dan Fuad Bawazier menuntut Hary Tanoe bertanggung jawab penuh atas kegagalan Hanura menembus PT. Anehnya, ketiga orang ini justru pandai bicara setelah Pileg. Sebagai pengurus partai, harusnya mereka turut berbeperan dalam pemenangan partai, paling tidak bisa memberikan masukan tentang strategi pemenangan. Lucu memang ketika Hary Tanoe disebut - sebut sebagai penyebab kegagalan Hanura. Bukankah Hanura berhasil melaju ke Senayan? Bukankah perolehan suara Hanura meningkat dari Pemilu sebelumnya yang hanya 3 persen menjadi 5 persen? Meskipun angka ini tidak maksimal, tetapi Hary Tanoe berhasil membuat suara Hanura meningkat terutama di daerah. Hary Tanoe berhasil mendudukan sekitar 1300 anggota legislatif di tingkat daerah. Sebelumnya anggota legislatif Hanura di daerah hanya berjumlah sekitar 900 orang. Ini sudah menjadi capaian yang cukup besar, mengingat Hanura sebelumnya diprediksi tidak akan lolos ke DPR oleh sejumlah lembaga survei. Namun tampaknya, semua jerih payah Hary Tanoe tersebut tidak mendapatkan balasan yang setimpal. Hary Tanoe yang memiliki peranan sangat besar dalam membangun Hanura justru dinafikkan oleh elit partai bahkan oleh Wiranto sendiri. Hal itu dapat dilihat ketika Wiranto menjawab pertanyaan wartawan tentang ketidakhadiran Hary Tanoe mendampinginya di rumah Megawati. Menurut Wiranto, Hary Tanoe sengaja tidak diajak karena bukan pengurus inti. Sikap Wiranto sangat tidak etis.
KEMBALI KE ARTIKEL