Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tawuran: Menuju Solidaritas atau Liang Lahat?

11 Desember 2023   10:23 Diperbarui: 11 Desember 2023   10:26 304 0

Jika kita berbicara tentang ego kelompok remaja yang rapuh, sepertinya tidak akan ada habisnya. Banyak kelompok remaja tidak akan ragu untuk melontarkan pukulan untuk melindungi ego dan harga diri kelompoknya, bahkan jika itu berarti membunuh seseorang dalam prosesnya. Ketika mereka keluar sebagai pemenang dari konflik fisik, seperti tawuran, mereka akan benar-benar merasa seperti laki-laki sejati. Tawuran antar remaja biasanya menjadi hal yang secara generasional dilakukan terutama antara sekolah-sekolah yang berada di teritori yang sama.  Menurut Dr. Siti Mas'udah, S.Sos dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Keluarga (Konsep Teori dan Permasalahan Keluarga), perkelahian remaja cenderung melibatkan anak-anak sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Poin ini diperkuat oleh pernyataan dari Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Pol Hengki kemudian menjelaskan bahwa sedikitnya tujuh pelajar asal Kota Bekasi berakhir kehilangan nyawa akibat aksi tawuran sepanjang tahun 2022. Data ini baru mencakup wilayah di Kota Bekasi, bagaimana jika ditambah dengan data di kota-kita lainnya? Dengan demikian, tergambar betapa seriusnya masalah ini dalam mengancam keselamatan generasi muda di masa mendatang.

Tawuran remaja biasanya diawali dengan provokasi melalui media sosial, kemudian diperkuat dengan rasa ingin melindungi harga diri kelompok dan 'wilayah kekuasaan'nya untuk membuktikan kesetiaan dan solidaritas meski terkadang beberapa remaja juga mendapat tekanan dari teman sebaya dan terpaksa untuk melakukannya agar tidak dicap 'cupu' oleh kawan sebayanya. Hal ini membuat ucapan Soekarno "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri" menjadi sangat masuk akal karena sangat miris mengingat generasi muda yang seharusnya bersatu untuk melindungi negara di masa depan justru berkelahi satu sama lain karena hal-hal yang cenderung sepele. Inilah mengapa dinamika kelompok tawuran remaja menjadi hal yang sangat menarik untuk dibahas.


Latar Belakang Masalah

Belum lama ini telah terjadi tawuran antar siswa di kabupaten Bogor, Jawa Barat Pada pukul 00.00 WIB. Tawuran tersebut bermula dengan adanya perjanjian yang terjalin antara dua siswa dari sekolah yang berbeda di media sosial untuk melakukan aksi tawuran. Siswa yang melakukan perjanjian tersebut kemudian mengajak dua orang temannya untuk ikut serta dalam aksi tawuran yang telah ia sepakati dengan pihak lawan. Namun sayangnya, semua anggota setuju untuk ikut serta dalam aksi tawuran tersebut. Persetujuan tersebut mereka ambil karena adanya tekanan yang diberikan pada anggota di dalam kelompok tersebut. Tekanan tersebut berupa perkataan 'tidak solid' jika tidak turut serta dalam kegiatan tersebut. Sehingga membuat setiap anggota dalam kelompok tersebut merasa bersalah jika tidak turut serta dalam aksi tawuran.

Saat hari perjanjian aksi tersebut dilakukan, kelompok yang berisikan lima orang tersebut tiba lebih dulu di TKP. pada saat kelompok tersebut sampai di TKP, salah satu anggota kelompok tersebut menyatakan bahwa kelompok lawan belum sampai di TKP. Mereka menunggu hingga kelompok lawan sampai. Saat Kelompok lawan sampai di TKP, kelompok lawan langsung menyerang dengan senjata tajam. Akibat dari serangan tersebut, mengakibatkan satu orang tewas akibat terbacok di bagian perut.

Korban langsung dilarikan ke rumah sakit  terdekat, namun sayangnya korban meninggal lebih dulu dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dari kejadian tersebut, polisi tetapkan 7 tersangka dengan 4 tersangka berasal dari teman korban dan 3 orang tersangka dari pihak lawan.


Konsep Teori Groupthink

Jika fenomena diatas dilihat dari sudut pandang sebuah teori. Kasus tersebut sangat relevan dengan teori kelompok, yaitu groupthink. Teori groupthink merupakan teori yang dicetuskan oleh Irvin L Janis. Teori ini menjelaskan tentang tingginya kohesivitas yang ada pada suatu kelompok, sehingga memaksakan setiap anggota kelompok untuk memiliki kebulatan suara dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan menurut West dan Turner, teori groupthink merupakan sebuah cara yang digunakan oleh sebuah kelompok dalam proses pengambilan keputusan hingga melampaui motivasi untuk memikirkan kembali keputusan yang diambil.

Dikutip dari Intelektiva, (Mulyana, 1999) Mengatakan bahwa fenomena groupthink dapat kita lihat  ketika sebuah kelompok sedang berusaha untuk mengambil keputusan dari sebuah masalah yang ada pada kelompok. Hal tersebut dilakukan oleh anggota kelompok demi meminimalisasikan konflik yang ada tanpa mempertimbangkan keputusan yang diambil. Alasan lain yang mungkin saja menjadi alasan anggota kelompok tidak menyampaikan pendapatnya karena anggota kelompok takut terlihat bodoh karena memiliki pendapat yang berbeda dari pendapat mayoritas. Dengan adanya sebuah tekanan untuk mencapai kebulatan suara, pada akhirnya akan melahirkan anggota dengan pola pikir yang sempit.

Janis (1982) menyatakan ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya groupthink pada sebuah kelompok, faktor tersebut antara lain : 

  1. KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun