Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Daun Pisang (Hampir) Terbuang

9 Juli 2014   02:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:56 38 2



Pagi nan indah dan udara segar menyambut kedatangan siswa-siswi SMA Bangsa. Setiap hari senin hingga sabtu, beberapa meter melewati gerbang sekolah mereka wajib bertemu guru Bahasa Indonesia dan bertutur salam. Terkadang periksa kelengkapan & kerapian penampilan seperti ikat pinggang, kaus kaki tidak se-mata kaki, seragam dimasukkan, dll.

Setelah itu, barulah bergerak menuju kelas masing-masing.

Rani telah duduk di bangku sekolah menunggu temannya, Dina.

***

"Hampir jam 7, loh." Rani menyapa Dina yang baru datang.

"Iyo nah, macet di KM 12."

"Klo mak itu, peginyo lebeh cepet."

Dina meletakkan tasnya dan segera mengeluarkan sisir.

"Oh yo, besok kan praktek Mulok, cuma bawa daun pisang be ye?"

"Nah iyo, besok! Jangan dak bawak, Ran. Gek kelompok kito gelabakan. Aku pacak bawak benang jahit samo jarum." Tutur Dina.

Kamis minggu lalu Rani tak masuk sekolah karena mengikuti Lomba. Ibu Marwah menyuruh murid XI IPA 2 membawa daun pisang untuk praktek langsung dan dinilai. Kelompok dibagi dua orang berdasarkan tempat duduk. Rani dan Dina bergabung membentuk 1 kelompok karena duduknya bersebelahan.

***

Hari praktek Muatan Lokal pun tiba. Semua murid dikelas telah menyiapkan alat & bahan, termasuk kedua sahabat itu. Praktek akan diadakan setelah jam istirahat.

"Oi, kamu bawak kan yang disuruh ibuk?" Sherin, teman berambut panjang, membuka percakapan.

"Tenang.. Aku banyak bawak daun pisang."

"Ai, ontok apo banyak-banyak, nak buat kelicok apo?" Dina ngelawak.

Dina, Rani dan Sherin tertawa bersama.

"Dak lah.. Siapo tau gek kekurangan." Selah Rani.

"Oh yo, pagi-pagi tadi aku samo mamak aku mbakar daonnyo di pocok kompor." Tambah Sherin.

"Nah! Iyo, Ran. Lupo nian aku ngasih tau kau. Daon pisangnyo tu dikasih api-api supayo lembut dan pacak dilipet ageknyo. Nah sudah. Ya Allah, lupo nian aku mesenke kau."

"Aku dak betanyo pulok dengan kau kemaren. Hehe.. Kan cuma disuruh bawak be. Jadi makmano kito?"

"Cakmano eh, percuma banyak bawak daon pisang tapi dak teguno." Sesal Dina.

Mereka terdiam sejenak. Memikirkan solusi atas masalah tersebut.

Tiba-tiba Dina berteriak

"Nah ini dio. Aku tau caronyo. Kito numpang bakar daon di kantin Bu Leha. Kito bayar be agek brapo kiro-kiro ngabesi gas selamo manaske. Makmano uji kamu?"

Ide baik itu langsung direspon dengan positif.

"Setuju aku. Kito kesano be." Jawab Rani.

"Iyo iyo. Sekarang be mumpung kantin belum rame. Men istirahat agek penuh kantin. Bejubel berebot gorengan." Tambah Sherin.

"Peh.. peh. Bawak daon pisangnyo, Ran."

Pagi itu, sebelum bel berbunyi, tiga gadis Palembang menuju kantin bukan hendak sarapan, melainkan menghangatkan daun pisang yang dilapisi lilin itu agar mudah dilipat nantinya. Bu Leha berbaik hati mengijinkan mereka menggunakan kompor gasnya sebentar. Setelah itu, Dina mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan.

"Ai, dak usahlah nak. Duetnyo simpen be." Bu Leha menolak uang pemberian tersebut.

Bel istirahat berbunyi, tanda berakhirnya aktifitas diluar kelas. Ibu Marwah masuk kelas dengan beberapa contoh daun pisang berbentuk unik dan macam-macam. Ada yang digunakan untuk hiasan nasi tumpeng, hiasan nasi putih, dan lain-lain.

Dina, Rani dan Sherin tertawa melihat daun pisang sekantong plastik hitam yang dibawa Rani hampir tersia-siakan.

-TAMAT-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun