Secara sosiopolitik, kita menemukan bahwa agama saat ini hanya digunakan sebagai bentuk identitas diri, bukan sebagai kepercayaan akan Sang Pencipta. Mereka percaya bahwa agama adalah warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan, ketika ditanya mengapa mereka beragama, kebanyakan orang mengatakan bahwa mereka dan keluarganya beragama. Ini adalah pemahaman yang salah, sehingga mereka memisahkan semua aktivitas dari agama. Tujuan artikel ini adalah untuk mengkaji apakah agama bersifat genetik atau arbitrer Ini adalah survei kualitatif dengan menggunakan metode survei literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa agama adalah pilihan, bukan warisan. Jelas, pilihan ini harus didasarkan pada pikiran individu. Oleh karena itu, agama tidak bisa dipaksakan atau dijadikan rutinitas, tetapi harus dilandasi dengan keyakinan yang kuat mengapa setiap orang memilih untuk memeluk agama pilihannya.
KEMBALI KE ARTIKEL