Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Mata Cikeas di Tengah Geliat Kompasiana

29 Januari 2014   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 152 7
Geliat  diskusi di  blog Kompasiana yang tak mengenal kata berhenti dengan  menyajikan beragam informasi, opini, analisa dalam berbagai bidang tampaknya terus menjadi perhatian publik yang berusaha mengupdate berbagai peristiwa yang bersifat aktual. Kompasiana kini tampaknya telah menjadi salah satu acuan atau kiblat untuk memperoleh  informasi dan berbagai analisa yang bebas, lugas dan   berani dari berbagai kalangan yang tidak mungkin bisa disetir atau apalagi diintervensi  kelompok kepentingan tertentu semata.

Hdirnya blog Kompasiana  menjadi    alternatif pilihan bagi siapapun yang ingin menyalurkan ekspresi ide dan pemikirannya secara bebas ditengah banyaknya  media massa yang kini telah menjadi corong, disetir atau dikuasai oleh kelompok atau elit politik tertentu. Kondisi seperti inilah yang membuat Kompasiana menjadi media alternatif yang tidak sekedar 'boleh' memberikan puja puji bagi kelompok kepentingan tertentu, namun juga pemikiran kritis yang sangat terasa pedas ditelinga pihak-pihak yang menjadi sasarannya.

Namun demikian, pengelola Kompasiana tetap memberikan rambu-rambu bagi para Kompasianer  agar segala yang ditulisnya  tidak  berbau fitnah, menabrak isu SARA, menebarkan kebencian serta melampiaskan caci maki kepada pihak lain. Setiap penulis wajib bertanggungjawab terhadap materi tulisannya sehingga tidak boleh lari atau lempar batu sembunyi tangan.

Faktor itulah tampaknya yang  membuat salah satu penulis Kompasiana yaitu Sri Mulyono kini harus berurusan dengan SBY karena salah satu tulisannya di media sosial ini yang berjudul : Anas: Kejarlah daku, Kau Kutangkap--- dimana sebagian  materinya dianggap telah menyebarkan fitnah kepada Ketua Umum Partai Demokrat dan sekaligus orang terkuat di negeri ini. Karena merasa difitnah, SBY melalui pengacaranya melayangkan 'somasi' kepada loyalis Anas Urbaningrum ini  untuk mengklarifikasi atau mempertanggungjawabkannya tulisannya.

Terhadap somasi SBY yang dialamatkan kepada penulis di Kompasiana itu  sesungguhnya dapat  ditarik pelajaran dan kesimpulan bahwa setiap orang harus mempertangungjawabkan tulisannya, utamanya jika bersinggungan dengan pihak lain. Pertanggungjawaban sebuah tulisan seharusnya tidak  selalu  dibawa keranah hukum, tetapi bisa melalui hak jawab dari orang yang dirugikan atau klarifikasi langsung lewat tulisan  demi meralat atau mempertahankan argumentasinya.

Somasi  SBY yang dilayangkan kepada Sri Mulyono  tampaknya lebih bernuansa politis, karena penulis selama  ini dikenal sebagai aktifis PPI dan sekaligus loyalis Anas Urbaningrum yang cukup menonjol. Bukan rahasia lagi jika pertarungan politik antara kubu Anas Vs Cikeas hingga kini terus berlangsung sehingga tulisan Sri Mulyono menjadi alat justifikasi untuk memukul lawan politiknya melalui  somasi.

Prediksi itu cukup beralasan, karena selain Sri mulyono ternyata  sangat banyak para penulis di Kompasiana yang lebih galak, keras  serta sangat kritis terhadap kebijakan SBY dan prilaku keluarganya. Untungnya para penulis Kompasiana  lain yang sangat kritis ini  tidak ada yang dikenal sebagai loyalis utama Anas Urbaningrum dan sekaligus aktifis PPI seperti Sri Mulyono.

Belajar dari somasi SBY kepada Sri Mulyono maka para penulis di Kompasiana mestinya sadar bahwa aktivitas di media sosial ini telah menjadi perhatian banyak orang, mulai dari rakyat biasa, kalangan terdidik, kaum profesional, penegak hukum, politisi, tokoh masyarakat  dan kalangan  pejabat negara.  Keluarnya somasi SBY terhadap Sri Mulyono adalah bukti bahwa tulisan-tulisan kritis di Kompasiana juga tidak luput dari  perhatian, pengawasan  serta  penilaian dari penguasa  Cikeas.

Kondisi demikian mestinya membuat para Kompasianer pantas tersanjung dan bangga, namun juga perlu hati-hati dan waspada karena mata Cikeas tampaknya selalu memperhatikan geliat diskusi di blog sosial media ini. Mata Cikeas tentu sangat banyak dan jeli dalam menilai tulisan-tulisan yang kritis,  namun dengan munculnya kasus somasi terhadap Sri Mulyono  hendaknya tidak membuat para penulisnya menjadi gentar dan  tiarap.

Kemerdekaan berpikir dan sikap kritis hendaknya tidak bisa dihentikan dengan kekawatiran, teror dan ketakutan, namun harus tetap diupayakan  jika esensinya adalah demi  menyuarakan kebenaran. Satu hal yang mesti dipegang teguh oleh para kompasianer adalah tidak membuat dan menebarkan berita atau opini yang  memfitnah, mencaci maki dan sekaligus menyulut  isu SARA.

Jika pegangan itu tetap kokoh dipertahankan maka jangan pernah takut jika tulisannya akhirnya disomasi, bahkan oleh seorang Presiden. Jika tidak berbau fitnah, maka somasi seorang Presiden justru dapat melambungkan nama (popularitas) seseorang karena gagasan segarnya langsung dibaca oleh pemimpin tertingi di negeri ini sehingga bisa menjadi salah satu referensi  untuk menentukan kebijakan strategis di negeri ini.

Mata Cikeas yang  hadir di Kompasiana mestinya membuat para penulisnya lebih bersemangat untuk memunculkan tulisan-tulisan cerdas, inspiratif,  kritis dan  konstruktif  untuk kemajuan bangsanya karena bisa saja langsung dibaca oleh orang paling berkuasa di negeri ini beserta keluarga besar Cikeas.   Karena banyaknya ragam tulisan di Kompasiana, mestinya pihak Cikeas tidak saja memperhatikan tulisan-tulisan yang kontradiktif  dengan kepentingannya, tetapi juga mesti menindaklanjuti gagasan-gagasan konstruktif bagi perbaikan kinerja pemerintahan  SBY yang sedang memasuki usia senja.

Mata Cikeas yang memantau geliat di Kompasiana memang tidak bisa dilarang dan disalahkan. Para Kompasianer justru mempersilahkan dan sekaligus memantau berbagai gagasan didalamnya, bukan hanya untuk diberi 'disomasi'  ketika menemui beragam suara keras dan kritik tajam, namun pihak istana harus mulai membuka diri  untuk menjadikan Kompasiana sebagai salah satu referensi atas gelombang aspirasi masyarakat yang mesti  ditindaklanjuti.

Dalam konteks inilah, mata Cikeas harus berani hadir lebih lugas, tidak sekedar mengintip, hanya mencari-cari pihak-pihak yang kritis, menutup   jalur komunikasi dan klarifikasi sehingga tiba-tiba muncul somasi.  Setelah  mata Cikeas t hadir di Kompasiana, maka tidak ada salahnya jika Presiden SBY sesekali ikut menulis atau mendorong para pembantunya ikut meramaikan diskusi di laman sosial media ini demi menyandingkan serta  menyempurnakan gagasan-gasan  segarnya  bagi kepentingan kemajuan bangsa dan negaranya.

Karena mata Cikeas telah  hadir dan memantau geliat di Kompasiana, maka sekaligus kita ajak untuk berperan  aktif, berani menulis dan melawan berbagai kritik dengan gagasan  yang lebih cerdas dan kredibel. Dengan cara ini mata Cikeas yang hadir di Kompasiana tidak sekedar   mengintip dan mengawasi, tetapi dibutuhkan keberanian untuk tampil langsung dengan  melempar gagasan-gagasan segarnya  guna diadu serta  dipasarkan dihadapan publik yang berkepentingan sangat majemuk.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun