Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Ranggo Kelas 5 SD Tewas Dianiaya Kakak Kelas, Reformasi Dunia Pendidikan Tidak Bisa Ditunda

4 Mei 2014   19:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:53 213 0
Ranggo Khadafi anak kelas 5 SD tewas pada hari minggu 4 April 2014 setelah dianiaya kakak kelasnya kelas 6 SD, gara-gara menyeggol makanan ringan kakak kelas. Ranggo dianiaya dengan dipukul perutnya dan disumpal mulutnya dengan menggunakan gagang sapu. Ranggo meninggal setelah sebelumnya muntah darah dan dibawa ke rumah sakit. Penganiayaan diduga tidak dilakukan sendirian melainkan dilakukan oleh 3 orang. Waduuh... kita sedang membahas anak SD kan ?

Peristiwa yang terjadi sebuah SD di Kampung Makassar Jakarta Timur ini menambah coreng hitam di dunia pendidikan Indonesia. Setelah kasus pelecehan seksual di JIS disambung lagi dengan tewasnya siswa STIP karena dianiaya oleh seniornya. Lalu berita tentang kasus Ranggo ini, pelakunya baru kelas 6 SD namun sudah dapat melampiaskan tindakan yang sangat jauh dari nilai-nilai agama, moral dan budaya.

Inikah gambaran generasi yang akan membawa Indonesia bersaing di tingkat dunia ?

Ranggo secara tidak sengaja menyenggol kakak kelasnya yang membawa makanan ringan. Atas ketidaksengajaannya itu Ranggo telah meminta maaf dan mengganti makanan ringan kakak kelasnya. Namun beberapa hari kemudian kakak kelas itu menganiaya Ranggo dengan memukul tubuhnya dan menyumpal mulutnya dengan gagang sapu. Ini yang menjadi penyebab kematiannya.

Generasi PENDENDAM seperti inikah yang kita ciptakan ?

Ada yang salah dengan nilai-nilai dasar yang ditanamkan sejak anak-anak. Belum lama ada Dinda yang ngomel gara-gara harus memberikan tempat duduk ke ibu hamil. Sekarang kasus Ranggo pula, adanya dendam dan keinginan menyakiti yang besar yang sudah ada sejak anak-anak. Rasanya ada yang salah besar dengan nilai-nilai dasar yang didapat sejak anak-anak di tingkat TK dan SD, sehingga menciptakan generasi penaniaya Ranggo.

Nggak usah jauh-jauh menganalisa kasus Ranggo. Coba kita instrospeksi diri sebagai orangtua. Pasti kita kebakaran jenggot jika anak kita nilai matematika atau bahasa inggris-nya merah di raport dan segera mencari bimbingan belajar terbaik, termahal dengan pengajar terbaik untuk katrol nilai anak kita.

Sementara apakah kita peduli apabila anak kita membentak pembantu, mulai berkata kotor yang tidak selayaknya, tidak mau antri saat membayar di restoran. Mungkin kita mengganggap hal itu biasa.

"Ah itu sih biasa, namanya juga anak-anak. Belum mengerti yang dia lakukan."

Itu di rumah. Di sekolah pun jangan-jangan di era lady Gaga ini nilai-nilai budi pekerti atau etika pun sudah mulai luntur. Lihat di berita ada Sekolah yang menghalalkan contek mencontek saat ujian atau malah membagikan contekan demi meng-katrol rangking sekolah di wilayahnya.

Ayo pak M. Nuh Menteri Pendidikan, rasanya kasus Ranggo ini dijadikan momentum untuk reformasi nilai-nilai dasar etika dan budi pekerti di kalangan anak-anak. Membiasakan anak-anak menghormat kepada yang lebih tua, belajar antri dengan tertib, belajar menyayangi dan budi pekerti lainnya.

Jadi teringat ada satu artikel di Kompasiana yang menyebutkan pengajaran anak-anak di Eropa yang pertama adalah mengajarkan anak-anak untuk antri dengan tertib dan ikhlas, bukan mengajarkan alfabet dan angka. Alasannya mengajarkan etika dan nilai dasar pada anak lebih sulit dan lama, butuh sampai 5 tahunan, sementara mengajarkan alfabet dan angka hanya dibutuhkan waktu beberapa bulan saja secara intensif.

Ketika backpacker ke Eropa dan Singapura sangat terasa nilai dasar itu sudah tertanam dalam diri anak-anak. Melihat anak-anak sekolah di Eropa antri dengan tertib. Saat di Singapur, hanya dalam hitungan detik ketika istri saya yang menggendong anak masuk MRT pasti sudah berebut memberikan tempat duduknya.

Ayo pak M Nuh. Reformasi nilai dasar budi pekerti dalam dunia pendidikan tidak bisa ditunda. Jangan sampai harus ada Ranggo-Ranggo lain yang harus menjadi tumbal.

@alwayscahyo

referensi tulisan

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun