Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Natal Tanpa Polemik, Yuk

24 Desember 2015   11:28 Diperbarui: 24 Desember 2015   12:13 27 0
 25 Desember merupakan hari yang sakral hari sakral bagi umat Kristiani. Karena pada hari itulah mereka merayakan momen puncak, yaitu penghayatan terhadap datangnya Yesus Kristurs ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari maut. Momen ini dirayakan setelah mereka melalui empat minggu adven (minggu penantian) berturut-turut. Perusahaan retail skala besar banyak yang memasang atribut-atribut bernuansa Natal beberapa minggu sebelum hari raya itu tiba. Hal inilah yang menjadi permulaan pemicu polemik tentang boleh tidaknya umat agama tertentu memakai atribut bernuansa Natal, sampai dengan boleh-tidaknya mengucapkan selamat merayakan hari besar itu. Dibutuhkan sebuah kedewasaan dalam diri setiap warga negara Indonesia, untuk menyikapi fenomena ini. Sebab Indonesia adalah negara yang mengakomodir perbedaan. Kedewasaan juga dibutuhkan untuk menyaring berita-berita provokatif yang mengatas-namakan agama. Karena mungkin saja ada pihak-pihak tertentu yang tidak suka dengan toleransi beragama yang sudah terjalin begitu lama di republik tercinta ini. Kita seharusnya mampu meneladani sikap toleransi beragama yang sudah dilakukan Palestina. Dalam wawancaranya dengan http://www.satuharapan.com/read-det..., Fariz N Mehdawi menyampaikan bahwa intinya perbedaan agama tidak menghalangi persatuan mereka. Baik penduduk beragama Kristen maupun Islam saling memberikan dukungan untuk merayakan hari besar masing-masing. Selain itu, negarawan kita, KH Abdurrahman Wachid pernah mengatakan, "Mestinya yang merayakan Natal bukan hanya umat Kristen, melainkan juga umat Islam dan umat beragama lain, bahkan seluruh umat manusia. Sebab Yesus Kristus atau Isa Al-Masih adalah juruselamat seluruh umat manusia, bukan juru selamat umat Kristen saja." ( http://manado.tribunnews.com/2015/1...). Apakah orang sekelas Gus Dur, Presiden kita mengatakan hal itu secara sembarangan? Tentu saja tidak. Beliau pasti lebih memahami arti pluralisme sebenarnya hingga tercetus kalimat itu. Jadi, seharusnya tidak perlu ada lagi polemik, perdebadan, pertentangan mengenai boleh-tidaknya mengucapkan selamat hari raya ke agama lain. Orang Kristen pasti akan memahami bila ucapan selamat Natal yang datang dari umat Islam merupakan sebuah bentuk basa-basi persaudaraan, bukan perpindahan iman penganut Islam ke Kristen. Begitupun sebaliknya. Orang Kristen tidak akan mengatakan ke rekan Islamnya, “Hei, kamu sudah beriman kepada Tuhan Yesus sekarang?”atau “Kamu sekarang mengakui kelahiran Anak Allah ya?” Tidak, dan sekali lagi tidak! Kita hendaknya mengucapkan selamat hari raya sebagai umat dalam perbedaan yang jelas.Sekarang dan untuk masa depan, apakah akan terjadi lagi fenomena provokatif seperti ini lagi? Jangan sampai terjadi. Semoga damai sejahtera Natal mebawa perdamaian bagi Indonesia. Selamat Natal 2015 dan tahun baru 2016. Penulis: Alvin Constantine Koloway

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun