Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Bulan di Mana?

23 Maret 2012   06:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 131 0
Malam itu tak seperti biasanya Fadil mengalami susah tidur, padahal dia biasa tidur paling malam sekitar jam 21.00. Angan dia melayang tak karuan, pikir dia terbang tanpa arah, hasrat meronta-ronta seakan menuntut dia tuk beranjak dari tempat perebahan sejenaknya, namun keadaan seperti itu tidak membuat dia melupakan akan sebuah kebiasaan - mengisi ketidakjelasan dengan sesuatu yang lebih berisi-.
Fadil keluar kamar menuju ruang tamu dengan harapan, lekas sirna kegundahan yang dialami dia malam itu. Sesampainya di ruang tamu Fadil menyalakan sebatang rokok dengan ditemani segelas teh hangat yang dia buat dengan tangannya sendiri. Dengan cita dihati, menjadi peneman kegundahan yang dialami.
Fadil! Seru ibunya,yang hendak menuju toilet. Fadil pun terperanjat.
Seketika Fadil pun membalas sahutan Ibunya, iya Bu ada apa?
Ibu kira siapa Nak! Kenapa kamu belum tidur, inikan sudah malam Nak? Ga tahu Bu, Fadil juga heran kenapa malam ini sangat sulit Fadil memejamkan mata? Sebentar ya Nak, Ibu ke toilet dulu. Iya Bu, silakan.
Ibu Fadil pun pergi menuju toilet setelah melontarkan beberapa pertanyaan pada Fadil. Sementara Fadil sambil menunggu Ibunya kembali dari toilet, dia mengambil buku tulis yang ada dibawah meja tamu. Mungkin dia bermaksud menumpahkan apa yang dia rasakan malam itu pada sebuah buku dengan tinta biru yang sudah mulai terlihat kebiruannya itu memudar. Seperti memudarnya lembayu sore yang hendak diganti dengan warna langit malam.
Ibunya Fadil pun sudah ada diruang tamu dan duduk berdekatan dengannya. Terlihat pada muka ibunya sejuta tanya keheranan terhadap Fadil, karna tak seperti biasanya dia terbangun sampai larut malam seperti ini. Dan itu juga yang menjadi alasan ibunya menghampiri Fadil keruang tamu.
Fadil! Kenapa Nak malam larut gini kamu belum tidur? Tak seperti biasanya kamu tidur sampai larut malam kaya gini? Kamu lagi ada masalah yah Nak? Kalau ibu boleh tau ada apa Nak?
Fadil pun menjawab: Fadil juga heran Bu. Kenapa Fadil jadi sulit tidur seperti ini? Kalau disebut ada masalah, Fadil pun tak merasa ada masalah kok Bu. Setelah shalat isya tadi, seperti biasa Fadil membaca buku, tapi tiba-tiba perasaan Fadil merasa ga nyaman Bu. Ya Fadil putuskan untuk istirahat. Fadil ambil selimut lalu mulai membaringkan badan diatas sajadah bekas shalat isya tadi, lalu Fadil mencoba memejamkan mata, namun bukannya tidur Bu, yang ada pikiran semakin melayang jauh tanpa ada kejelasan batas. Setelah Fadil merasa tidak kuat menahan ketidakjelasan rasa malam ini, ya Fadil putuskan untuk meninggalkan perebahan sejenak Fadil Bu dengan harapan lekas sirna ketidakjelasan pikir, angan, dan rasa yang Fadil alami malam ini. Begitu Bu, jadi Fadil juga tidak tahu apa yang menimpa Fadil malam ini, sampai tak seperti biasanya sudah larut malam gini belum juga mau terpejam mata ini.
Ibunya merasa heran, karna apa yang ditanyakan oleh dia pada Fadil jawabannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ibunya hanya ingin tahu apa yang menyebabkan Fadil sulit tidur, namun dia sendiri yang merasakannya tidak tahu apa alasan dia sulit tidur? Tapi, ibu adalah ibu! Walupun dia heran dengan apa yang menimpa diri Fadil malam ini, dia tetap mencoba menenangkan Fadil.
Dengan suara yang lemah lembut, sarat akan kasih sayang, ibunya berujar :
Fadil anak kesayangan mama, dengar Nak! Walau pun mama tidak begitu tahu dengan pasti apa yang Fadil rasakan malam ini, mama hanya ingin bilang, apapun yang Fadil rasakan malam ini jangan sampai membuat Fadil tidak melakukan apa-apa,  kamu harus selalu melakukan sesuatu,  bila ingin kehidupanmu berjalan dengan wajar! Dan coba ingat Nak, barangkali tadi kamu melakukan suatu perbuatan yang menyinggung perasaan yang berefek sakit hati yang mendalam pada orang lain. Sekarang kembalilah kamu ketempat tidurmu Nak, lihat sudah jam 00.00 tuh, besok kan kamu harus kuliah.
Dan ibunya Fadil pun berdiri dari kursi tempat duduknya, hendak meninggalkan Fadil untuk melanjutkan istirahat malamnya setelah melalui hari yang penuh dengan kepenatan rutinitas, namun sebelum benar-benar pergi meningalkan Fadil, ibunya memeluk dan mencium kening dia. Tampaklah  ketulusan sayang seorang ibu terhadap anaknya dimalam itu. Sambil berjalan menuju kamar, ibunya Fadil berucap, Nak! Ibu ke kamar duluan ya? Selamat malam dan selamat beristirahat. Nikmati kegundahanmu malam ini jangan kamu sia-siakan!
Fadil pun beranjak dari tempat dia duduk, dan hendak menuju kamarnya lagi. Sesampainya dia dikamar, dia rentangkan badannya diatas permadani tempat dia tidur. Sambil berusaha keras memejamkan mata, Fadil mengingat-ngingat apa yang sudah diucapkan ibunya waktu di ruang tamu tadi. Dan Fadil pun teringat,  bahwa siang tadi dia harus mengantarkan Bulan ke toko buku untuk membeli Al-quran dan buku yang bernuansa religi. Namun karna keasyikan dalam berdiskusi dengan teman-temannya tentang " Karya Sastrawan dalam Arus Zaman yang simpang siur", dia pun lupa dan tidak mengantar Bulan ke toko buku. Padahal dia sudah berjanji akan mengantar Bulan.
Setelah ingat kejadian itu, Fadil pun menganggap ternyata benar apa yang dikatakan ibunya, bahwa mungkin saja dia menyinggung perasaan yang berefek pada sakit hati yang mendalam. Dan Fadil pun berniat menemui Bulan setelah malam telah dia lewati, untuk meminta maaf atas kehilafannya.
Baru setelah dia tahu, bahwa dia melakukan sebuah perilaku yang tidak diangggap benar dan berniat untuk mempertanggungjawabkannya, sirnalah segala kegalauan yang dia alami dimalam itu.
Fadil mencoba memejamkan matanya lagi dengan dibarengi doa yang terurai dari mulutnya. Dan lelaplah Fadil malam itu dengan ditemani suara serangga malam yang tak jelas rupanya, karna hanya suaranya saja yang selalu terniang ditelinga tanpa memperlihatkan perwujudannya.
Bulan adalah seoarang wanita yang bisa dibilang solehah, sehari-hari dia tidak pernah lepas dari pakaian yang selalu menutupi auratnya sebagai wanita. Selain itu juga Bulan adalah seorang wanita yang hendak Fadil jadikan pendamping hidupnya baik di dunia dan akhirat. Itulah yang pernah dirangkai oleh mereka berdua selaku anak manusia yang berhak menyusun rencana walau pada kenyataannya manusia hanya bisa berencana namun tetap kehendak  Tuhanlah yang selalu dan pasti jadi kenyataan.
Fadil dan Bulan adalah lulusan salah satu pondok pesantren yang terkenal di daerah Jawa Timur sana. Dan di Pondok Pesantren itulah mereka berkenalan sampai merajut sebuah ikatan kejelasan, lambang mereka adalah  manusia yang mempunyai sisi kemanusiawian, diakui ataupun tidak.
Awalnya mereka satu sama lain tidak saling kenal, tapi lewat sebuah kegiatan pengajian yang dilaksanakan setiap sore di salah satu surau yang ada didalam bagian bangunan pesantren itu, yang dimana putra dan putri berada dalam satu tempat yang sama -alias tidak dipisahkan ruangannya-, akhirnya mereka saling mengenal.
Dua orang ini, saat di pesantren termasuk orang yang dikenal oleh semua lapisan yang ada di pesantren itu, baik dimata kiai, ustadz, dan para santri. Karna kedua orang ini merupakan orang-orang yang berprestasi, jadi tidak heran kalau mereka dikenal.
Setamatnya dari pondok pesantren, Fadil dan Bulan melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi yang berada didaerah Jawa Barat, tepatnya Bandung. Mereka kuliah dikampus yang sama, namun beda jurusan. Fadil kuliah di Fakultas Sastra, sementara Bulan kuliah di Fakultas Ilmu Dakwah.
Saat Fadil sedang lelap dalam keterjagaan malam, tiba-tiba dia terperanjat dari keterjagaannya. Maklum, ada satu kebiasaan yang tidak pernah Fadil tinggalkan dalam waktu sepertiga malam, yaitu shalat tahajjud. Walaupun dia tidur lebih larut dari pada gelapnya malam, namun ketika jam menunjukkan pukul 03.00 dia pasti bangun untuk bersuci lalu berdiri diatas sajdah menghadap kiblat dan memulai dengan takbir. Itulah kebiasaan dia yang tidak penah dia tinggalkan selama dia mampu dan bisa.
Sehabis beres shalat tahajud, dia tidak langsung tidur  sampai waktu subuh tiba berkumandang membangunkan ketulian telinga yang tertutup kelemahan diri.
Subuh pun tiba.
Fadil pun bergegas menuju masjid yang berada tak jauh dari rumahnya, untuk melaksanakan shalat berjamaah. Selasai shalat dia pun langsung kembali lagi kerumah dan membereskan pekerjaan rumah, dari mulai menyapu rumah dan halaman, mencuci piring, dan mencuci pakaian.
Setelah beres semua pekerjaan rumah, Fadil teringat, hari ini dia harus menemui Bulan untuk minta maaf karna lupa pada janji yang sudah diikrarkan pada Bulan. Dia pun beranjak dari rumah. Perlahan langkah kakinya mulai menjauhi rumah tempat dia tinggal, sampai pada akhirnya rumah tempat dia tinggal tak dapat dijangkau lagi oleh pandang yang kasat.
Selama perjalanan, keriangan hati dia sempat rasakan, dan kadang-kadang kerisauan yang lahir dari kekhawatiran, takut maksud kebulatan hatinya untuk minta maaf tak tersampaikan, dia alami juga. Tapi kondisi batin yang bercampur antara was-was dan riang itu, tidak menyurutkan langkahnya untuk menemui Bulan kekasih hatinya yang dia tanam bukan untuk di dunia saja, melainkan diakhirat juga.
Diluar sangka, dan duga, belum juga sampai ditujuan, langit yang tadinya cerah dihiasi awan gemawan kebiruan, kini berubah warna kepekatan, seakan memperlihatkan kebengisannya bagi mereka yang jauh dari syukur nikmat. Dia tetap berjalan menuju rumah Bulan, namun belum juga hilang kepekatan warna langit itu, tiba-tiba bumi pun bergoyang kencang. Dan dia pun berucap, astagfirullah gempa bumi!
Goyangan yang dirasakan oleh Fadil saat itu sangat besar, sampai dia pun terjatuh. Tak lama kemudian gempa bumi yang melanda kota itu hilang sama sekali tanpa bekas. Dia pun melanjutkan perjalanannya.
Dari kejauhan, rumah wanita yang Fadil tuju sudah mulai terlihat.
Tiba-tiba gempa bumi menggoyang kota itu lagi, kekuatan gempa yang ini mengalahkan kekuatan gempa yang pertama tadi. Sampai rumah Bulan yang jadi tujuan Fadil pun ambruk, dan tidak menyisakan kehidupan yang hidup didalamnya.
Hanya seorang kakek tua yang selamat dari ambrukan bangunan tempat tinggal Bulan dan keluarganya itu. Dengan badan yang lemah, kakek tua itu berjalan perlahan keluar meninggalkan tumpukan ambrukan rumah itu.
Fadil yang melihat kejadian itu, berlari dengan cepat mendekati kakek tua itu. Sampailah dia dihadapan kakek tua itu.
Dan ternyata dia itu adalah kakeknya Bulan. Fadil pun bertanya:
Kek! Bulan diamana?
Kek!
Kek! Bulan dimana?
Si kakek itu masih tertegun, kaget penuh ketercengangan, karna mengalami kejadian yang sangat dahsyat itu. Saking dahsyatnya, semua isi rumah hancur. termasuk Bulan pun, pujaan Fadil hilang tak ditemukan.
Dalam ketertegunannya kakek itu menjawab pertanyaaan Fadil dengan isak tangis yang lirih;
Nak Fadil!
Relakan yang terjadi. Dia bukan milik kita lagi! Sudah kita relakan saja, lebih baik Nak Fadil mendoakan yang terbaik untuk Bulan.
Pucatlah muka Fadil seketika, dan tersungkurlah dia diatas tanah didepan bangunan ambruk yang diluluh-lantahkan oleh gempa bumi itu. Dia pun merintih :
Ya Allah, Bulan dimana?

(Badai), 23.53 WIB
, Jumat, 21-01-2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun