Hatiku sering sakit karenamu, mungkin kamu juga. Hatiku sering sakit karena jarak kita, mungkin kamu juga. Begitulah cara kita saling mencintai. Bahkan tidak cukup itu, kita juga menyempurnakan jarak-jarak itu dengan menghadirkan perempuan lain bagimu, dan laki-laki lain bagiku. Yach, hanya untuk saling menunjukkan bahwa kita tidak saling membutuhkan. Tapi nyatanya justru membuat perasaanku semakin sempurna kepadamu, padahal kamu sama sekali tidak mencerminkan tipe pria idaman. Jauh dari kehidupan yang mapan, penampilan yang terkesan seranpangan, tidak romantis dan cuek. Tapi kekurangan-kekuranganmu itu yang mungkin memikatku.
Aku mencintaimu, walaupun moment-moment bersejarah kita hanya sebatas duduk berdua di bangku depan kampus pada malam-malam kita, ngobrol di ruang redaksi majalah, di ruang tamu kostku, dan juga di warung lesehan dekat rel kereta. Tapi aku menikmati setiap jengkal waktu bersamamu. Bercerita, bercengkrama, dan berusaha saling menepis kegelisahan-kegelisahan hati.
Aku masih ingat obrolan-obrolan kita dekat rel itu.
“Setelah selesai kuliah, kamu mau ke mana, May?” Kamu membuka obrolan.