Namun sayang kisah bawang merah dan bawang putih saat ini memiliki cerita yang berbeda 180 derajat, bawang merah yang sebelumnya dikisahkan sebagai seorang penindas, kini justru menjadi kelas yang tertindas juga. Sedangkan bawang putih yang secara geneologi dikisahkan sebagai orang tertindas kini bukan hanya tertindas, nasibnya sangat tragis "sudah tertindas, tergilas pula".
Bawang merah dan bawang putih kini menjadi kelas yang ditindas oleh para pejabat yang buas, bahkan buasnya melebihi serigala yang kelaparan. Pejabat yang buas ini tidak pernah kenyang, meskipun mereka telah diberi makan yang banyak, tunjangan, bonus, bahkan hampir setiap tahun jatah makannya ditambah. Anehnya, makanan yang sudah melimpah ruah itu masih tidak mampu mengenyangkan nafsu mereka. Mata mereka selalu melihat ke berbagai penjuru untuk mencari apa yang bisa dimangsa kembali, dan sayangnya mereka selalu mendapat mangsa yang baru, yaitu "RAKYAT".
Rakyat yang seharusnya mereka utamakan dan sejahterakan justeru mereka mangsa habis-habisan, masih lekat dalam ingatan kita tentang meroketnya harga daging yang tidak mampu lagi dijangkau oleh masyarakat. Kini kita kembali disuguhi fenomena salah kelola bangsa dengan naiknya harga bawang merah dan bawah putih yang sangat tinggi, bahkan di beberapa tempat satu siung bawang putih dihargai Rp.5.000,00. Harga daging naik, bawang naik, bahkan tempe tahu pun sempat hilang di pasaran, lantas bagaimana masyarakat dapat menikmati makanan yang sehat dan bergizi dengan harga yang terjangkau?.
"Tanah kita tanah surga" begitu kata Koes Ploes, tidak wajar jika di negeri yang tongkat kayu dan batu saja bisa jadi tanaman, tapi kita justeru tersandera oleh bahan pangan. Jika kemarin kita sempat digemparkan oleh spesies daging baru yang hanya ada di Indonesia, yaitu "Daging Berjenggot", apakah saat ini kita juga akan menemukan varietas bawang yang baru, yang hanya ada di Indonesia juga yaitu "Bawang Berjenggot"?????????