Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Berteman Dengan Muhammad Jusuf Kalla

28 November 2010   15:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:13 250 0

-Tadinya tulisan ini berniat ikut memeriahkan hari jadi Kompasiana yang ke-2, namun tidak sempat tayang berhubung penulis harus "istirahat" di sebuah rumah sakit-"

Diterima sebagai salah satu Kompasiner muda adalah suatu pengalaman yang sangat berharga dan amat berkesan. Hari-hari pertama mulai menangguk ilmu dan banyak pelajaran dari para Kompasianer senior. Hari demi hari muali terhubung dengan banyak teman kompasianer lainnya. Meski tak dapat melihat ekspresi wajah para kompasianer ketika menuturkan komentar-komentarnya, namun dapat terasa pesan kebersamaan, kehangatan dalam setiap kata yang ditinggalkan. Seloroh-seloroh bersahabat pun seolah mewakili senyum simpul sahabat kompasianer yang menulisnya di seberang sana. Semua merasa sama, tiada yang membedakan satu sama lainnya, di Kompasiana. Jurnalis, penulis kawakan, yang sudah "jago" menulis sampai yang masih bau kencur di dunia tulis-menulis, masih belajar, coba-coba menulis, bahkan yang belum pernah menulis sama sekalipun serta yang cuma berkomenar saja, semuanya tumplek-plek ngeblog di Kompasiana. Semuanya berbaur menjadi praktisi baru, Kompasianer. Demikianlah tanpa disadari, kompasiana menjelma menjadi rumah sehat tempat berteduh para penghuninya, setelah masing-masing mengembara di hutan belantara yang berbeda.

Sampai suatu ketika, bertemu seseorang di salah satu ruang keluarga kompasiana, seorang yang amat terkenal. Hati ini malah ragu dan hampir tak percaya, "... benarkah tokoh ini juga jadi kompasianer ? Betulkah ia juga penghuni rumah sehat kompasiana yang anggota rumah tangganya bercampur baur dari segala macam kalangan, karakter dan tingkatan ?". Ternyata benar, profilnya menunjukan ia adalah Muhammad Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI yang sering kita panggil Pak JK itu. Jujur ada rasa bangga, berada pada komunitas yang sama dengan seorang tokoh besar yang pernah menjadi orang nomor 2 di negeri ini. Semakin bangga menjadi kompasianer.

Terlepas dari keragu-raguan apakah benar Pak JK sendiri yang bertindak langsung, ataukah seseorang (mungkin salah staf beliau) yang bertindak untuk dirinya dalam berinteraksi di Kompasaiana, saya coba beranikan diri mengirimkan permintaan berteman dengan Pak JK .

Sejak permintaan itu, tak satu haripun terlewatkan singgah di rumah Kompasiana. Bahkan dalam seharipun bisa login berulang kali, hanya untuk melihat dan berharap, apakah permintaan berteman sudah diterima oleh Pak JK. Akhirnya pupus juga harapan, hari demi hari berlalu, pertemanan tak kunjung datang. Hingga kemudian tak lagi tiap hari menanti, karena harapan itu sudah pergi. Tapi justru jadi pelajaran untuk introspeksi diri.

"Sudah lah, jangan jadi si pungguk merindukan bulan. Berkacalah, lihat dirimu, siapa dirimu, ukur bayang-bayangmu. Lihat-lihat orang yang diajak berteman...., Siapa sih loe ? Kira-kira dong ? Ngaca dong ?..."

Demikianlah si hati berkata mengingatkan, menghibur diri dan akhirnya memang tak kecewa lagi. Selaku seorang tokoh besar, pengusaha besar, tokoh politik, ketua partai besar, jadi Menteri, bahkan terakhir Wakil Presiden RI, tentulah ia sangat super sibuk, hanya berinteraksi dengan orang-orang penting, bergaul dikalangan terbatas, susah dihubungi (apalagi ditemui), tidak punya waktu untuk berinteraksi dengan orang-orang kecil seperti saya, sebagaimana kebanyakan orang-orang penting lainnya. Jadi maklum jika seorang Jusuf Kalla tak menerima pertemanan saya.

Namun beberapa hari kemudian, muncul lagi keraguan, benarkah ini ? Karena hal yang telah dilupakan, tak pernah lagi diharapkan, waktu itu hadir di depan mata. Jika sebelumnya bak pungguk merindukan bulan, sekarang (dihari itu) malah pucuk dicinta ulampun tiba. Hati siapa yang tak berbunga membaca pemberitahuan, "sekarang anda telah berteman dengan Jusuf Kalla".

Wow...! Rasanya ingin berteriak, bersorak memberi tahu siapapun yang ada disekitar situ." Oiii..., sini!!, lihat !! Sekarang saya berteman dengan Jusuf Kalla !!," meski hal itu tak saya lakukan, karena memang tak ada siapa-siapa didekat saya. Sepi, tapi gembira.

Lebih dari itu, hal lain yang membuat saya makin hormat dan salut dengan Pak JK, adalah kesediaannya berinteraksi dengan kompasianer lainnya. Pak JK tak sungkan bahkan menyediakan waktu untuk menanggap balik komentar-komentar kompasianer pada setiap tulisannya. Dan setiap tanggapannya selalu membawa pemikiran-pemikiran besar yang benar-benar menambah wawasan tanpa melihat/membedakan siapa yang ia tanggapi. Melihat kata-katanya yang mengalir lugas dan berisi, singkat tapi padat, saya dapat meyakini bahwa Pak JK bertindak sendiri ketika menulis maupun menanggapi komentar di Kompasiana.

Apalagi yang membahagiakan seorang penulis kalau bukan tulisannya dibaca orang. Apalagi yang diharapkan seorang penulis jika bukan tulisannya ditanggapi oleh pembacanya. Meski hanya menuliskan "semoga anda dapat memajukan bangsa ini kedepan", tapi sungguh kebahagiaan tiada tara, ketika yang menulisnya adalah seorang Jusuf Kalla pada salah satu tulisan saya.

Lama-lama ada rasa kedekatan dengan tersendiri dengan Pak JK. Ada rasa kesamaan dengan beliau, paling tidak sama-sama Kompasianer. Sampai-sampai diri ini akhirnya berani mengirimkan pesan ke kotak pesan pribadinya, dan hal yang luar biasa (bagi saya) ketika Pak JK membalas pesan tsb. Ini hanya ada di Kompasiana.

Bahkan ketika mengharapkan kehadirannya (selaku Ketua PMI) pada kegiatan donor darah di kawasan tempat tinggal kami, Pak JK meresponya dan memberi arahan apa yang harus dilakukan, meski hanya lewat berbalas pesan di Kompasiana. Luar biasa. Walau akhirnya Pak JK (karena suatu dan lain hal) terpaksa diwakili oleh pejabat PMI lainnya, namun respon pak JK sebelumnya merupakan kehormatan besar bagi saya.

Pada saat yang sama, Kompasiana telah memberikan ruang bagi siapa saja untuk saling berbagi dan berinteraksi. Bukan hanya sekedar, menyediakan wadah untuk menulis dan beropini, tapi Kompasiana telah mendobrak batas-batas yang selama ini menyekat banyak kelompok. Kompasiana telah menjebol tembok-tembok penghalang antara satu komunitas dengan yang lainnya. Bahkan Kompasiana mampu mempersatukan berbagai macam perbedaan dan mengumpulkan siapa saja yang bertebaran di berbagai negara, diseluruh muka bumi. Bahkan orang kecil seperti saya mempunyai kesempatan berteman dengan seorang Muhammad Jusuf Kalla, mantan Wakli Presiden RI. Hanya ada di Kompasiana.

Semoga kedepan, Kompasiana lebih maju dan berkembang menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kemajuan bangsa Indonesia. Semoga pula, para Kompasianer dapat memanfaatkan Kompasiana semaksimal dan sepositif mungkin, bagi persatuan dan kemajuan bersama. S.e.m.o.g.a.

Selamat Ulang Tahun Kompasiana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun