SMA 70 dan SMA 6 adalah termasuk dua sekolah favorit dan berpreatasi se-Jakarta Selatan, dan malah mungkin se-DKI. Namun, sedihnya, selama oktober lalu, ramai orang membicarakannya lantaran tawuran yang terjadi di antara kedua sekolah dan merugikan banyak pihak.
Dengan sangat menyesal, kita harus mengakui bahwa tawuran antar pelajar sudah terjadi sejak dulu. Tidak hanya SMA 70 dan SMA 6, namun juga banyak sekolah lain seperti Boedi Oetomo, STM Penerbangan dll.
SMA 70 adalah gabungan dari SMA 11 dan 9. Salah satu tujuan kedua sekolah ini digabung, juga karena menghindari perkelahian. Penggabungan dua sekolah ini tidak meredam kebiasaan berkelahi yang berlanjut dengan sekolah lain, salah satunya SMA 6.
SMA 70 dan SMA 6 memang sudah menjadi musuh bebuyutan sejak jaman dulu. Entah apa penyebabnya.
Di SMA 70 ada tradisi untuk punya nama angkatan tiap tahunnya. Bagi orang yang bukan dari SMA 70, mungkin tradisi ini terlihat seperti tradisi untuk mempunyai gang. Namun perlu saya luruskan sedikit, tradisi ini hanya lebih sebagai penamaan angkatan, bukan untuk merusak, paling tidak tujuan utama hanya untuk bergaya, supaya keren. Kalau ditanya bukan "angkatan berapa?" tapi "angkatan apa?". Saya rasa, remaja mempunyai gayanya sendiri-sendiri. Mungkin seperti trend rambut Ahmad Albar, celana cungkring The Canngcuters dan lain sebagainya.
Sedih jika melihat masih ada yang bangga dengan tawuran. Betapa sengsaranya hati orang tua kita melihat nasib anaknya. Mereka yang ingin kita berhasil di hari tua mesti kehilangan anaknya atau melihat buah hatinya menghabisi hukuman di penjara. Belum lagi membayangkan kejadian di penjara. Saya sendiri pernah menangis saat pergi mengunjungi seorang kawan di penjara dan melihat para petugas yang semena-mena mengeroyok tahanan. Apa yang akan kita ceritakan ke anak-cucu kita tentang tradisi perkelahian? Apa enaknya menghabiskan sisa waktu muda kita di penjara? Tidakkah kita akan menyiakan kesempatan yang ada di luar penjara?
Peribahasa bilang, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Saya yakin, banyak anak-anak lulusan SMA 70 dan SMA 6 yang berprestasi, namun karena perkelahian antar pelajar baru-baru ini membuat prestasi dua sekolah tersebut tidak terlihat.
Pada saat yang hampir bersamaan dengan peristiwa tawuran lalu, ada festival teater yang diadakan di Gelanggang Remaja Bulungan. Festival teater ini adalah salah satu contoh tradisi tahunan yang sangat positif. Menurut informasi, group teater SMA 70 dan SMA 6 akan mengadakan latihan dan pementasan bersama. Mungkin ini bisa dijadikan awal yang baik dan memancing ekskul lain untuk mengadakan kegiatan bersama antar sekolah. Saya yakin, pihak sekolahpun akan memberikan dukungan terbaik karena menyangkut kepentingan bersama.
Di masing-masing sekolah, pasti ada ekstra kurikuler (ekskul). Ayo salurkan hobi dan energi kita melalui ekstra kurikuler yang ada. Jangan biarkan perkelahian menjadi tradisi. Stop bawa senjata tajam. Kita kan sekolah gak ada pelajaran yang berhubungan dengan senjata tajam toh? Jadi buat apa?. Stop penyerangan ke sekolah lain. Belajar mengendalikan diri, jangan apa-apa langsung naik darah. Diam itu bukan berarti bodoh.
Penyesalan tiada guna. Marilah kita berbuat lebih baik di masa datang. Mudah-mudahan kejadian ini adalah kejadian terakhir, jangan sampai terulang lagi.
Mohon maaf dan saya ucapkan turut berduka cita sedalam-dalamnya untuk keluarga yang ditinggalkan, semoga Alawi diterima di sisi Allah SWT; Amin.
Kepada Doyok, semoga waktu di penjara akan membuatmu lebih dewasa dalam bertindak. Jangan dendam, dendam itu jelek dan tidak ada habisnya. Ingatlah, bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti ada hikmah dan pelajaran di baliknya.
/Almeria Allen
Alumni SMA 70 Angkatan 1993; melanjutkan kuliah S1, Akuntansi di salah satu sekolah tinggi di Kuningan, Jakarta; bekerja dan berdomisili di Copenghagen, Denmark.