1. Pasal Penghinaan Presiden (pasal 218 ayat 1) yang berbunyi: setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
2. Pasal Aborsi (pasal 470 dan 471) dianggap meresahkan karena dinilai diskriminatif terhadap korban perkosaan dan perempuan lainnya. Selain itu pasal ini juga bertentangan dengan UU Kesehatan (pasal 75 ayat 2) yang telah ada dari dulu.
3. Pasal Pidana untuk Seluruh Persetubuhan di Luar Nikah (Pasal 417 ayat 1) yang berbunyi: Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II.
4. Pasal Pencabulan Sesama Jenis (pasal 421), isi pasal ini adalah bentuk perluasan dari Pasal Pencabulan yang pelakunya dihukum apabila melakukannya dilakukan di depan umum.
5. Pasal Kecerobohan Memelihara Hewan (pasal 340) yaitu setiap orang yang tidak mencegah hewan yang ada dalam penjagaannya yang menyerang orang atau hewan akan dipidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II (denda maksimal Rp 10 juta),
6. Pasal Pidana Perilaku Kumpul Kebo (pasal 418) yang isinya yaitu mengancam pelaku kohabitasi ( hidup bersama seperti suami istri diluar pernikahan) dengan penjara 6 bulan/ denda sebesar 10 juta.
7. Pasal Hukum Adat yang katanya digunakan agar lebih memenuhi rasa keadilan yang ada dalam hukum adat pada suatu kelompok masyarakat.
8. Pasal Pengenaan Denda untuk Gelandangan (pasal 431) yang mengancam para gelandangan didenda maksimal Rp 1 juta.
Inilah kedelapan pasal yang dinilai kontroversial. Banyak yang menilai bahwa pasal-pasal tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi kita, banyak pasal-pasal karet yang terlalu membatasi hak-hak warga negara, oleh karena itu demonstrasi kemarin itu dilakukan sebagai bentuk keresahan masyarkat dan sebagai pengingat kembali kepada pemerintah bahwa perjalanan demokrasi kita itu harus berhukum yang responsif, bukan reprensif.