Apa yang akan anda lakukan jika tamu di rumah anda mengacak-acak isi kulkas anda? Pasti anda tidak akan rela... Analogi diatas sesuai sekali untuk memberikan penilaian pada kehadiran FIFA di konggres PSSI. Mengapa kita harus merelakan diri diintervensi oleh FIFA? Kehadiran FIFA dengan membentuk komite normalisasi PSSI tidak efektif sama sekali. Saya pikir campur tangan FIFA justru membentuk konflik baru, dan membuat keadaan semakin runyam. Hal ini diperparah oleh posisi Agum Gumelar sebagai ketua normalisasi PSSI yang memimpin konggres yang berakhir ricuh dan tidak membuahkan hasil kemaren. Permasalahan dipicu oleh tidak puasnya kelompok 78 atas keputusan pimpinan sidang Agum Gumelar. Seperti dilansir VIVAnews (
http://bola.vivanews.com/news/read/220242-kronologis-kisruh-pssi-jilid-ii):
Berikut Babak per Babak Kisruh PSSI Jilid II 1 April 2011FIFA memutuskan pembentukan Komite Normalisasi untuk mengambil alih kepengurusan Nurdin Halid di PSSI. Keputusan ini dipublikasikan di situs resmi FIFA pada tanggal 4 April. Komite ini dipimpin oleh Agum Gumelar dan dibantu tujuh anggota, yakni Djoko Drijono (CEO BLI), Hadi Rudiatmo (Ketua Persis Solo), Sukawi Sutarip (Ketua Pengprov PSSI Jawa Tengah), Siti Nuzanah (Direktur Arema), Samsul Ashar (Ketua Persik Kediri), H. Satim Sofyan (Ketua Pengprov PSSI Banten), Dityo Pramono (Ketua PSPS Pekanbaru). Lima nama terakhir merupakan anggota Kelompok 78. FIFA juga melarang empat nama yakni, Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisuta untuk maju pada pemilihan pengurus PSSI,
Tugas Komite Normalisasi : - Mengatur pelaksanaan pemilihan pengurus baru PSSI periode 2011-2015 paling lambat 21 Mei. - Menempatkan Liga Primer Indonesia di bawah kendali PSSI atau membubarkannya. - Menjalankan tugas keseharian PSSI.
11 April 2011Komite Normalisasi bertemu dengan pemilik suara PSSI yang mayoritas dihadiri oleh Kelompok 78. Kedua pihak sepakat untuk menggelar Pra Kongres pada 14 April 2011.
12 April 2011 Pendaftaran bakal calon ketua umum PSSI, wakil ketua umum PSSI, dan anggota komite exco PSSI periode 2011-2015 resmi dibuka.
14 April 2011Pertemuan dengan pemilik suara di Hotel Sultan, Jakarta berubah jadi Kongres PSSI. Selain membentuk Komite Pemilihan, Kongres 'dadakan' ini juga membentuk Komite Banding Pemilihan.
19 April 2011Ketua Komite Normalisasi bertolak ke Zurich, Swiss menemui Presiden FIFA, Sepp Blatter. Dalam pertemuan ini, Agum melaporkan hasil pertemuan dengan pemilik suara pada 14 April 2011. Agum juga berusaha melobi FIFA agar tiga kandidat, Arifin Panigoro, George Toisuta, dan Nirwan Bakrie diizinkan mengikuti pemilihan pengurus PSSI periode 2011-2015.
21 April 2011FIFA mengirim surat kepada Komite Normalisasi. Dalam suratnya, FIFA menegaskan agar Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisutta tidak diperkenankan maju pada bursa pemilihan PSSI. FIFA juga tidak mengakui Komite Pemilihan yang dibentuk pada pertemuan 14 April 2011. Sedangkan Komite Banding yang terdiri atas Umuh Muchtar, Ahmad Riyadh dan Rio Danamore tetap diperkanankan menjalankan tugasnya. Keputusan kini langsung menuai protes dari kubu George Toisutta dan Arifin Panigoro.
23 April 2011Pendaftaran bakal calon ketua umum PSSI, wakil ketua umum PSSI, dan anggota komite exco PSSI periode 2011-2015 resmi ditutup. Meski dilarang FIFA, kubu George dan Arifin tetap menyerahkan berkas pendaftarannya ke sekretariat PSSI.
29 April 2011Komite Normalisasi yang juga berfungsi sebagai Komite Pemilihan mengumumkan hasil verifikasi terhadap bakal calon pengurus PSSI 2011-2015. Komite Normalisasi menolak memverifikasi berkas pendaftaran George Toisutta dan Arifin Panigoro.
3 Mei 2011Pendukung George Toisutta dan Arifin Panigoro menggelar demonstrasi di depan kantor KONI. Mereka memprotes keputusan Komite Normalisasi yang menolak pencalonan kedua kandidat tersebut.
5 Mei 2011Ketua Komite Banding Pemilihan, Ahmad Riyadh mengaku telah menerima berkas banding George Toisutta dan Arifin Panigoro. Pihaknya berniat memprosesnya bersama berkas lainnya mulai 9 Mei 2011.
6 Mei 2011FIFA melarang George Toisutta dan Arifin Panigoro mengajukan banding. FIFA bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia bila tetap memproses banding kedua kandidat tersebut.
9 Mei 2011Kelompok 78 yang diwakili Wisnu Wardana, Usman Fakaubun, Hadiyandra, Imron Abdul Fatah, dan Sarluhut Napitupulu meminta Agum Gumelar mundur dari jabatannya sebagai ketua Komite Normalisasi. Mereka juga mengancam mengubah Kongres PSSI 20 Mei 2011 menjadi ajang untuk melengserkan Agum.
12 Mei 2011 -Komite Banding Pemilihan akhirnya mengabulkan banding George Toisutta dan Arifin Panigoro. Keduanya dianggap boleh mencalonkan diri saat Kongres PSSI pada 20 Mei 2011. -FIFA menyetujui usulan reshuffle Komite Normalisasi. FIFA akhirnya mengganti lima annggota Komite Normalisasi, yakni Sukawi Sutarip (Pengprov PSSI Jawa Tengah), Siti Nuzanah (Arema), Samsul Ashar (Persik Kediri), Satim Sofyan (Pengprov PSSI Banten) dan Dityo Pramono (PSPS Pekanbaru). Mereka digantikan oleh Rendra Krisna (Presiden Kehormatan Arema FC), Sumaryoto (mantan Ketua Pengprov PSSI Jawa Tengah), Baryadi (Ketua Pengprov PSSI Sumatera Selatan) dan Sinyo Aliandoe (mantan pelatih timnas Indonesia). Yang aneh adalah pelarangan George Toisuta untuk menjadi calon ketua PSSI dengan alasan yang tidak jelas. Padahal persyaratan untuk menjadi ketua PSSI diantaranya adalah; tidak pernah dipenjara atau berurusan dengan masalah hukum, aktif dalam organisasi PSSI dan berumur lebih dari 30 tahun. George Toisuta memenuhi semua kriteria FIFA, tapi entah mengapa FIFA bersikeras melarang pencalonan George Toisuta. Kita diharuskan tunduk pada aturan FIFA tapi kenyataan FIFA sendiri yang sering melanggar aturannya yang dibuatnya sendiri, terbukti dengan terpilihnya Nurdin Halid sebagai ketua PSSI selama 2 periode. Jadi perlu dipertanyakan sikap FIFA sebenarnya; maunya apa sih? Mengobok-obok persepak bolaan Indonesia? Kaitannya dengan Agum Gumelar, Agum tidak punya suara karena beliau tidak mencalonkan diri. Jadi kekuasaannya sebagai ketua normalisasi juga seharusnya bergerak pada konstitusi PSSI, bahwa ia akan mengambil keputusan berdasar pada suara terbanyak. Bukan pada suka dan tidak sukanya FIFA, like or dislike is my PSSI, seharusnyalah Agum menyadari hal ini. Kalaupun ada perasaan itu, maka gantilah kelompok 78, dari daerah-daerah upayakan tidak memilih mereka, bisakah? Dengan catatan, semua biaya dan tetek bengeknya dalam tanggungan yang tidak suka! Kalaupun ada pihak-pihyang menuding mereka (kelompok 78) itu yang menjadi biang kerok kericuhan kongres PSSI rasanya tidak fair aja. Kalau kelompok 78 dibilang 'penjahat' maka saya sepakat mengatakan bahwa mereka adalah penjahat yang pintar karena bergerak dan bertindak sesuai statuta atau konstitusi yang berlaku...Lalu dimanakah kesalahan mereka??? ********** PS: terimakasih untuk Moch Assaif B (suami saya yang hebat) untuk percakapan bermutunya di dapur pagi ini 19thfloor,20110523 Malika D. Ana
KEMBALI KE ARTIKEL