Indonesia saat ini banyak menghadapi isu kesehatan di masyarakat, salah satunya adalah kasus anemia pada remaja. Jika kasus anemia pada remaja di Indonesia terus meningkat, akan memberi dampak buruk bagi masa depan bangsa Indonesia yang ada pada tangan pemuda. Oleh karena itu, perlu adanya solusi atas permasalahan tersebut.
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, anemia adalah suatu kondisi dimana tubuh seseorang mengalami penurunan atau jumlah sel darah merah yang ada di dalam tubuh berada di bawah batas normal. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya hemoglobin di dalam tubuh, sehingga mempengaruhi jumlah produksi sel darah merah. Maka dari itu, oksigen juga sulit untuk mencapai sel dan jaringan di dalam tubuh.
Pada usia remaja (usia 10-19 tahun) yang merupakan transisi dari masa anak ke masa dewasa, ditandai sejumlah perubahan yaitu berupa biologis, kognitif, dan emosional. Asupan zat gizi yang optimal dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek tersebut.
Pola hidup yang tidak baik juga mempengaruhi timbulnya gejala anemia. Sebagian besar remaja memilih untuk mengkonsumsi makanan cepat saji, sering meminum kopi, dan begadang.
Salah satu pemyebab utama gejala anemia adalah kurangnya asupan zat besi dalam tubuh. Â Zat besi adalah suatu zat dalam tubuh manusia yang erat dengan ketersediaan jumlah darah yang diperlukan. Tubuh membutuhkan lebih banyak zat besi ketika tumbuh dengan cepat dan ketika sering terjadi kehilangan darah, misalnya melalui menstruasi. Oleh karena itu, remaja putri berisiko tinggi mengalami defisiensi zat besi.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 32% atau tiga dari sepuluh remaja Indonesia menderita penyakit anemia. Hal ini dipengaruhi oleh asupan gizi rutin yang tidak optimal serta kurangnya aktivitas fisik. Sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengangkat tema Remaja Sehat, Bebas Anemia pada peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) 2021.