Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Problematika Anak Jalanan

2 Februari 2011   06:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:58 1969 3

"" Kalau anak sudah berada dijalan, maka ada dampak negatif dan positifnya ""

“Pak, kami disini bukan untuk ditangkapi tapi untuk dibina dan diperhatikan” Begitulah ungkapan rocky (13) seorang anak jalanan. Sewaktu aku mempresentasikan hasil pertemuanku dengan dinas kesejahteraan social dan seluruh instansi interkait kepada kawan-kawan jalanan. Pertemuan itu digagas oleh Dinas Kessos Provinsi disebabkan Meneg Kesos telah mencanangkan program tahun 2012 Indonesia bersih dari anak jalanan. Maka seluruh instansi khususnya kesos mulai membuat program-program penanganngan anak jalanan.

Namanya juga penanganan, hasilnya pasti diketahui, bahwa anak-anak jalanan akan ditangkapi (dijaring) lalu dibawa ke pusat-pusat rehabilitasi. Lalu setelah itu mau ngapain? Apalagi diketahui bahwa sumber daya manusia dan fasilitas yang ada di pusat rehabilitasi tersebut belum memenuhi standart penanganan.

Tahun 2002 adalah tahun pertamanya menginjakkan kaki di jalanan. Berarti usia 5 tahun dia sudah berada dijalan, mencicipi ketidakberpihakan seluruh rangkaian kota ini. Kemiskinan (salah satu alasan klasik seluruh anak jalanan yang turun kejalan) yang menerpa keluarganya menyebabkan dia [Rocky] dan abangnya Rian [sekarang 15 tahun] harus bekerja dijalan. Tak jelas dari mana muasalnya pilihan pekerjaan pertamanya adalah mengemis.

Pilihannya mengemis adalah dipersimpangan jalan Ir.H.Juanda dan jalan Brig.jend.Katamso. Bersama gerombolan kawan-kawan seprofesi, pekerjaan itu dilakukan pada jam-jam padat seperti pukul. 12.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB lalu sore hari pukul 17.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB. Lalu malamnya bergerak menuju ketempat warung kopi [sebelum digusur oleh Pejabat walikota Medan pada tahun 2010, tempat itu disebut WARKOP HARAPAN].

Dampak Negatif

Mungkin kita semua sepakat bahwa anak-anak memiliki instrument hukum yang mengikatnya. Bukan berarti anak tidak menjadi bebas, melainkan anak-anak mendapatkan hak atas perlindungan, pendidikan, ekonomi social budayanya. Itu terbukti bahwa Indonesia ikut meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990 di geneva. Negara-negara peserta wajib melakukan tanggungjawab untuk mengimplementasikan Konvensi Hak Anak baik pelayanan maupun pembuatan kebijakan untuk perlindungan anak.

Nah, Bagaimana dengan anak-anak yang berada dijalanan untuk mencari eksistensi diri dan penguatan ekonomi tersebut? Tentunya anak-anak akan kehilangan masa bermainnya, anak-anak akan kehilangan masa belajarnya, anak-anak akan kehilangan kasih sayang orang tuanya. Sama halnya dengan Rocky, nyaris dia tak bisa mendapatkan apapun pada masa kecilnya. Dia tidak bersekolah, tidak belajar etika (pengetahuan ini didapat anak-anak seusianya dirumah), Rocky bermain dilapangan yang penuh dengan bahaya (berlarian dijalanan, berjudi dll), bahkan dia tidak lagi mendapatkan perhatian, belaian dan kasih sayang dari orang tuanya.

Kehidupan keras ini juga dibentuk oleh lingkungan jalanannya. Dimana suara-suara lantang para pengendara yang selalu memaki jika terjadi kemacetan, para orang dewasa yang menggunakan narkoba didekat, ketika orang-orang dewasa (biasa disebut preman) mulai menanduki (palaki – bahasa jakartanya) sebagai upeti keamanan. Apalagi ditambah kekerasan yang terjadi jika para gerombolan pamong praja (SatPol PPkalo sekarang) sedang melaksanakan operasi bersih-bersih kota Medan.

Belum lagi pandangan negative yang terus menjadi konsumsi masyarakat mainstream (kalo bahasa jalanannya masyarakat rumahan) setiap hari. Prejudice (buruk sangka) terhadap anak jalanan sehingga menciptakan sebuah dinding pemisah antara kelompok anak jalanan dengan kelompok masyarakat mainstream tadi.

Dampak Positif.

Walaupun begitu, semua anak-anak yang berada dijalanan, umumnya bisa bergaul dengan siapa saja [baik orang dewasa, teman sebayanya maupun dengan yang lebih kecil]. Bahkan selama proses berada dijalanan tersebut, ternyata itu merupakan pendidikan tersendiri bagi mereka. Anak-anak yang bekerja dijalanan sangat mandiri [semua kebutuhan hidup difasilitasi sendiri] Mereka tidak harus meminta bantuan orang tua atau orang dewasa lain untuk membantu kehidupan mereka. Karena mereka sudah bisa menentukan keinginannya sendiri. Tetap saja harus ada bimbingan dari orang-orang dewasa agar potensi-potensi yang ada tetap terjaga.

Lalu bagaimana Negara melakukan perannya untuk dapat melindungi, menghormati, menyayangi dan menghargai anak-anak dengan hak-hak dasar yang melekat pada dirinya. Siapa saja yang harus terlibat?

Tentu saja semua element pemerintah yang memiliki kekuatan [fasilitas, sumber daya manusia, dan budgeting juga kebijakan]. Peran stake holders juga penting untuk mengatasi persoalan social yang sudah menggejala ini. Upaya yang harus dilakukan adalah;

  1. Pencegahan. Dibuatnya satu program pencegahan agar anak-anak tidak turun kejalanan. Didalamnya tentu saja ada program penguatan ekonomi rakyat miskin [orang tua]. Lalu memberikan pendidikan murah yang berkualitas bagi anak-anak miskin. Serta pelayanan kesehatan, murah dan mudah yang dapat diakses oleh rakyat miskin.
  2. Pemberdayaan dan penguatan.

Semua potensi yang ada pada anak-anak jalanan dapat di berdayakan dan dikuatkan. Tetap saja harus menggunakan metoda yang partisipatif agar anak-anak dapat serius melakukannya. Potensi yang ada dan dapat dilihat kasat mata adalah;

a.1. Kesenian [music, lukis dan teater]

a.2. Keterampilan tangan [handy craft, sablon baju]. Disini mereka punya kelemahan untuk memanagement untuk penguatan dan pengembangan ekonomi terutama berkenaan dengan persoalan keuangan. Maka perlu asistensi kepada mereka.

a.3. Leadership [organisasi dan individu]

  1. Jaringan

Ini penting untuk memberdayakan potensi-potensi positif yang ada pada anak jalanan. Anak yang sudah dilatih skill nya untuk penguatan ekonomi maka dapat ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan keterampilan yang dimiliki oleh anak jalanan tersebut. Jika ada anak jalanan yang memiliki bakat kesenian, jaringan dapat mempublikasikan kemampuan tersebut.

Upaya pencegahan dan penanganan anak jalanan diatas bukanlah yang terbaik, perlu dikritisi lebih dalam lagi. Dan tentunya akan lebih baik jika setiap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi melibatkan anak-anak jalanan itu sendiri. Agar mempermudah mengukur kelemahan dan kekuatan dari sebuah rangkaian program pencegahan dan penanganan anak-anak jalanan.

Saya kira kita juga sepakat bahwa Anak jalanan bukanlah sebuah penyakit social yang harus disembuhkan, melainkan fenomena social yang harus diberdayakan agar bisa mandiri dan eksis dalam kehidupannya. (alley)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun