Berkaitan dengan wacana reshuffle ini, Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sudah memberikan tanggapan. Presiden Jokowi yang saat melakukan Kunjungan kerja di Cilacap dan Banyumas, Jawa Tengah (29/6/2015) memberikan tanggapan sekaligus mengingatkan kepada semua pihak agar tidak mengganggu menteri-menteri yang sedang bekerja dengan isu reshuffle ini. Dengan raut muka yang agak marah, Jokowi juga mengingatkan bahwa urusan dan keputusan reshuffle ada di tangan Presiden. Sementara Wapres JK, saat berada di Kantor Wapres mengatakan bahwa sesungguhnya reshuffle kabinet dilakukan untuk meningkatkan kinerja pemerintah agar semakin baik (30/6/2015). JK memberikan isyarat, bahwa ada menteri yang kinerjanya sangat baik, ada yang cukup baik, dan ada yang perlu ditingkatkan. Reshuffle kabinet menjadi suatu hal yang niscaya.
Wacana reshuffle ini menyedot perhatian berbagai kalangan. Terlepas dari ramainya wacana reshuffle, ada dua catatan penting yang menarik untuk di diskusikan. Pertama, bahwa adanya menteri yang menghina Presiden bukanlah persoalan sepele mengingat bahwa menteri adalah pembantu Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan. Fenomena ini justru mempertontonkan kegaduhan politik yang tidak perlu. Kita bisa bertanya, bagaimana mungkin antar menteri dalam satu kabinet bisa saling serang dan bagaimana bisa menteri tidak menghormati Presiden. Padahal urgensi kehadiran menteri dalam kabinet adalah dalam rangka membantu tugas Presiden sebagai kepala pemerintahan. Hal ini mengacu pada Pasal 17 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Presiden mengangkat pembantu (menteri) guna menjalankan dan menyelesaikan segudang tugas pemerintahan. Lebih spesifik, dalam pasal 1 ayat 2 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menegaskan bahwa Menteri ialah pembantu Presiden. Tugasnya ialah membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Ini artinya para menteri yang diminta untuk membantu Presiden harus fokus menjalankan tugasnya sebagai pembantu Presiden. Mengapa harus fokus? Karena berbagai kompleksitas masalah bangsa perlu untuk segera dituntaskan. Jika para menteri tahu apa yang harus dikerjakan, niscaya saling serang di media tidak akan pernah terjadi. Peristiwa menteri menghina Presiden pun juga tidak akan pernah ada. Sibuk saling serang hanya akan menimbulkan kegaduhan dan kebisingan politik yang tidak ada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat.
Kedua, wacana reshuffle kabinet yang berhembus kencang harus disikapi dengan tenang dan jernih oleh Presiden sebagai kepala pemerintah. Para menteri juga tidak perlu risau dan merasa terganggu dengan adanya wacana reshuffle. Jika ditarik ke belakang, di zaman Presiden SBY isu reshuffle menjadi semacam agenda rutin. Artinya wacana reshuffle ini merupakan hal yang biasa-biasa saja dalam perjalanan pemerintahan. Presiden dan para menteri hanya boleh risau jika ternyata wacana reshuffle yang berhembus dikapitalisasi untuk mengganggu pemerintahan. Apalagi dijadikan sebagai alat pukul politik untuk rebutan jatah menteri. Ini harus segera ditangkal.
Pembantu yang Cakap
Ketenangan Presiden dalam menanggapi wacana reshuffle sangat diperlukan agar bisa memilah antara desakan dan harapan. Presiden tidak boleh didesak-desak untuk mengganti menterinya. Harus dipahami bahwa urusan mengganti, mengangkat, dan memberhentikan menteri merupakan hak prerogatif Presiden. Kalau kita tidak puas dengan kinerja para menteri, kita bisa menyampaikannya dengan santun tanpa perlu mendesak-desak, marah-marah ataupun mengancam. Keputusan akhir tentang reshuffle tetap ada di tangan Presiden. Yang perlu digarisbawahi, meskipun urusan reshuffle itu merupakan hak prerogatif, Presiden tetap harus mendengar aspirasi dan harapan masyarakatnya terkait dengan kinerja para menteri. Tidak boleh atas nama hak prerogatif, aspirasi dan harapan masyarakat dikesampingkan. Dalam paham kedaulatan rakyat, justru esensi yang paling utama ialah adanya pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Termasuk dalam hal ini bisa dilibatkan untuk mengevaluasi menteri. Rakyat tentu berharap bahwa Presiden mempunyai pembantu yang loyal, cakap dan kapabel dalam menjalankan tugas pemerintahan.
Pada akhirnya, jika reshuffle kabinet itu tidak dilakukan, maka bukan berarti menter-menteri bisa santai karena merasa aman dengan posisinya. Justru wacana reshuffle ini bisa menjadi cambukan agar kinerja tidak boleh kendur. Akan tetapi, jika reshuffle kabinet dilakukan, maka proses reshuffle sejak awal harus dipahami dan dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Seperti yang dikatakan oleh Wapres JK : Sesungguhnya reshuffle kabinet dilakukan untuk meningkatkan kinerja pemerintah agar semakin baik.