Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Sekali Layar Terkembang, ke Mana Perahu THL TBPP Hendak Berlabuh?

27 Februari 2011   15:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:13 1643 0
"Negara tidak membeda-bedakan, setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Karena itu negara harus memastikan agar tidak ada kelompok-kelompok masyarakat yang tertinggal dalam proses pembangunan."

(Presiden Susilo Bambang Yudhoyono - Pidato Kenegaraan)

Kutipan di atas merupakan cuplikan dari Pidato Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono tentang Pembangunan Nasional dalam Perspektif Daerah di Depan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia di Jakarta pada tanggal 19 Agustus 2009. Pidato ini oleh Presiden diberi tema "Pembangunan untuk Semua" (Development for All). Menurut Presiden, pada hakekatnya pembangunan suatu bangsa harus bersifat inklusif, menjangkau dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat, di seluruh wilayah nusantara.

Dalam rangka mengimplementasikan konsep dan semangat pembangunan untuk semua inilah maka sejak awal pemerintahan SBY periode 2004 - 2009 telah menetapkan strategi 3 jalur (Triple Track Strategy), yaitu strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job dan pro-poor. Menurut Presiden, esensi pembangunan untuk semua, yang berkeadilan dan merata, adalah pembangunan yang menitik beratkan pada kemajuan kualitas manusianya. Manusia Indonesia bukan sekedar obyek pembangunan, melainkan justru subyek pembangunan. Sumberdaya manusia menjadi aktor dan sekaligus fokus tujuan pembangunan, sehingga dapat dibangun kualitas kehidupan manusia Indonesia yang makin baik, demikian tandas Presiden.

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK)

Pada tanggal 11 Juni 2005 di waduk Jatiluhur, Purwakarta - Jawa Barat, Presiden RI telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Langkah ini merupakan upaya terobosan untuk mendudukkan kembali peran dan fungsi sektor-sektor tersebut pada kedudukan yang semestinya secara proporsional dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor lain. RPPK merupakan program dan strategi umum pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan petani hutan; meningkatkan daya saing produk pertanian, perikanan dan kehutanan; serta menjaga kelestarian sumber daya pertanian, perikanan dan kehutanan. Banyak pemikiran dan harapan positif terungkap sebagai wujud ekspektasi yang luar biasa terhadap tekad besar ini. Inti dari semua harapan tersebut adalah bahwa pembangunan pertanian dalam arti luas harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional Indonesia.

Banyak bukti yang bisa dikemukakan kenapa sektor pertanian dalam arti luas ini harus diposisikan dalam prioritas sedemikian penting. Sektor ini terbukti mampu memberikan kontribusi sangat besar dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, pemenuhan kebutuhan pangan/gizi dan bahan baku industri, sumber alternatif energi yang lestari, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selanjutnya pertanian juga mampu mendorong perkembangan sektor ekonomi lain. Pendek kata sektor pertanian, baik langsung maupun tak langsung, merupakan basis utama pembangunan dan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Saat ini dan juga di masa-masa yang akan datang, sektor pertanian masih dan akan tetap menghadapi permasalahan yang sangat berat, antara lain lemahnya daya saing, keterbatasan jumlah SDM berkualitas, sumber daya alam yang semakin tertekan, dukungan infrastruktur yang serba terbatas dan dukungan sektor lain yang juga serba terbatas.

Kondisi SDM Bidang Pertanian Saat Ini dan Tekad Revitalisasi Penyuluhan Pertanian

Telah disinggung di atas bahwa salah satu permasalahan utama di bidang pertanian (serta perikanan dan kehutanan) adalah keterbatasan jumlah SDM dengan kualitas yang memadai. Hal ini tentu saja akan terkait langsung dengan munculnya permasalahan-permasalahan lain sebagai akibatnya. Sebagian besar petani kita berlatar belakang tingkat pendidikan yang rendah, hal mana akan berdampak langsung pada rendahnya kemampuan mereka dalam menyerap informasi dan adopsi teknologi. Akibat lanjutannya adalah rendahnya kemampuan petani (juga peternak, nelayan maupun petani hutan) dalam mengelola usahanya sehingga perkembangannya cenderung stagnan. Keadaan tersebut diperparah lagi dengan kenyataan bahwa skala usaha rata-rata petani umumnya dalam luasan yang sempit (kurang dari 0,5 ha). Kondisi umum demikian jelas memerlukan campur tangan proses pendampingan secara sistematis dan terlembaga dengan baik. Sistem kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang efektif dan dinamis adalah harapan jawabannya, untuk membantu para petani menemukan jalan keluar dari permasalahan-permasalahan berat yang mereka hadapi.

Bagaimana dengan kondisi penyelenggaraan dan kelembagaan penyuluhan pertanian itu sendiri ? Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) RI, keragaan tenaga penyuluh pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang sangat nyata. Perkembangan penurunan jumlah penyuluh pertanian itu tercatat sebagai berikut : tahun 1999 = 37.636 orang, tahun 2001 (dimulainya era otonomi daerah) = 33.659 orang, tahun 2005 = 25.708 orang + 1.634 orang PP honorer, dan tahun 2007 = 24.908 orang (20.405 orang penyuluh pertanian terampil + 4.503 orang penyuluh pertanian ahli). Penempatan seluruh penyuluh pertanian ini tersebar secara tidak merata di 3.557 BPP di seluruh Indonesia. Di samping jumlah personil yang terus menurun, sejumlah permasalahan ikut mempengaruhi performa dan kinerja penyuluh pertanian secara keseluruhan. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain : penyebaran dan kompetensi terfokus hanya pada sub sektor pangan, alih tugas di luar kompetensi, tidak adanya pengakuan dan pengukuhan sebagai petugas fungsional, turunnya motivasi kerja akibat sistem kenaikan pangkat dan pola karir yang tidak jelas serta jarangnya dilakukan pembinaan/peningkatan kompetensi profesi. Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah kenyataan bahwa sebagian besar penyuluh pertanian tersebut berusia di atas 50 tahun, sehingga bisa dihitung dalam rentang waktu 5 - 10 sebagian besar dari para petugas tersebut sudah memasuki masa pensiun.

Sebagai wujud implementasi dari tekad besar RPPK, kesadaran tentang pentingnya peran-peran pendampingan pelaku utama dan pelaku usaha sektor pertanian serta kondisi faktual sistem kelembagaan dan keragaan penyuluhan pertanian, maka pada tahun 2006 lahirlah Undang-Undang No. 16 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K). Undang-Undang inilah yang kemudian menjadi landasan bagi pemerintah, dalam hal ini Kementan, untuk menerapkan strategi kebijakan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian.

Menarik untuk kita cermati kembali definisi Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (Kementan/Deptan, 2007). Revitalisasi Penyuluhan Pertanian dimaksudkan sebagai upaya mendudukkan, memerankan, memfungsikan dan menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud satu kesatuan pengertian, satu kesatuan korps, satu kesatuan arah, kebijakan dan strategi. Dalam rangka mewujudkan pertanian tangguh, maka diperlukan upaya pengembangan SDM pertanian yang profesional, kreatif, inovatif, kredibel dan berwawasan global. Penyuluh Pertanian yang merupakan bagian integral dari pembangunan SDM pertanian tersebut perlu didudukkan, diperankan, difungsikan dan ditata kembali agar terwujud satu kesatuan pengertian, satu kesatuan korps, satu kesatuan arah, kebijakan dan strategi. Demikianlah batasan, semangat dan lingkup kerja penyelenggaraan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian.

RPPK, UUSP3K dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah produk kebijakan di era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I (2004 - 2009). Bagaimana kelanjutan semangat dan implementasi garis kebijakan ini pada era KIB II (2009 - 2014) ? Di dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementan 2010 - 2014 telah dicanangkan Tujuh Gema Revitalisasi sebagai paket strategi Kementan untuk mensukseskan tercapainya Target Utama dan Sasaran Strategis yang telah ditetapkan. Satu hal yang menarik adalah strategi yang terkait dengan penyuluhan pertanian di era ini tidak lagi bernama Revitalisasi Penyuluhan Pertanian seperti pada era KIB I, melainkan disebut sebagai Revitalisasi Sumberdaya Manusia. Ada semacam penyederhanaan batasan dan 'melonggarnya' semangat jika dibandingkan batasan dan uraian yang terdapat dalam konsep Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. Dalam uraian tentang Revitalisasi Sumberdaya Manusia disebutkan bahwa untuk memperkuat sistem penyuluhan di masa mendatang maka upaya yang perlu dilakukan adalah :


  1. Meningkatkan jumlah formasi penyuluh di daerah
  2. Mendorong munculnya tenaga penyuluh swadaya
  3. Memberikan bimbingan teknis dan usaha tani produktif termasuk dalam mengakses informasi teknologi dan informasi pasar
  4. Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah berkaitan rekrutmen dan pembiayaan tenaga penyuluh daerah
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun