Tepatnya pada tanggal 09 April 2014 diseluruh Pelosok Indonesia akan digelar hajatan demokrasi yang mega besar, sebuah kontes akber yang melibatkan ratusan bahkan ribuan politisi dengan berlatar belakang profesi dan kemampuan, pemerintahpun dalam hal ini menggelontorkan dana yang cukup besar yang jika di pakai untuk memberi makan para korban bencana alam di negeri ini, akan mampu memulihkan kehidupan mereka yang hampir tiada harapan lagi.
Namun demokrasi adalah barang yang sangat mahal yang harus di bayar oleh rakyat Indonesia, Sehingga dana yang kita pergunakan ketika Pemilu itu berlangsung Diharapkan mampu membawa perubahan besar Terhadap kesejahteraan rakyat yang lebih baik.
Di sini kita tidak bicara gugatan Yusril Izha Mahendra dan Effendi Ghazali Tentang UU Pemilu yang di bawa ke mahkamah konstitusi, namun kita lebih konsentrasi bicara tentang fenomena demokrasi dan politik di tengah prahara bencana yang ada di bangsa ini.
Belakangan hari ini kita banyak melihat tentang derita beberapa korban bencana alam, seperti sinabung, banjir di jakarta, longsor, dan bencana-bencana lainnya, pemerintah sendiri sibuk melakukan tindakan spontanitas walalupun kelihatannya sampai sekarang belum maksimal, dikarenakan mungkin saja pemerintah melalui presiden masih di pusingkan dengan banyaknya persoalan korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat negara.
namun ditengah derita para korban bencana itu, kita melihat banyak politisi yang turun dan membantu para korban bencana, walaupun kita masih sangsikan keikhlasannya, disebabkan ada atribut-atribut dan alat kampanye yang bermunculan tatkala sang politisi tadi memberikan bantuannya.
Bagi korban bencana hal tersebut adalah sangat mengharukan bagi mereka yang membutuhkan uluran tangan pertolongan, meskipun dalam hati mereka ada muncul pertanyaan, "apakah pertolongan atau bantuan kepada kami ini, memiliki syarat yang salah satunya kami harus memilih mereka atau partai mereka", mungkin itulah yang ada dalam fikiran mereka! sesungguhnya wajar dan pantas kenapa? jika memang ada keikhlasan di hati para penolong/donatur bencana tersebut, mengapa harus ada alat peraga kampanye dan poster-poster partai, bukankah kita di ajarkan bila tangan kanan memberi maka tangan kiri jgn tahu, artinya, jika kita membantu orang lain hendaknya jangan ada orang lain yang tahu, apalagi di publikasikan kepada media cetak dan media elektronik.
Maka hampir dipastikan terhadap para pemberian bantuan tersebut, tertulah bersyarat, untuk dapat dipilih menjadi dpr atau sebutan lainnya dengan sebuah harga bantuan kepada mereka yang menerima bencana.