Hari pertama pelatihan, pembukaan diadakan dan langsung dilanjutkan dengan pre-test. Alhasil, ketika mengerjakan pre-test, guru-guru harus disibukkan dengan surat-surat lainnya yang memang harus kami bawa untuk registrasi ulang katanya. Alangkah baiknya jika registrasi ulang dilakukan sebelum pembukaan atau sebelum pre-test. Saya pun heran ketika menemukan di daftar nama peserta yang mereka punya, bukan nama saya yang tertulis, tetapi nama guru, teman yang saya gantikan. Jadi untuk apa mereka menyebutkan agar sekolah SEGERA mengirimkan data guru pengganti? Di tengah-tengah ujian itu, saya diharuskan mengisi BIODATA lagi, yang sebelumnya sebenarnya sudah kami isi dan dikirimkan.
Pre-test tetap saya kerjakan. Isi soal-soal test membuat saya tertantang dan bersemangat untuk belajar lebih tentang kurikulum 2013. Menarik konsepnya. Konsep yang sebenarnya sudah kami jalankan di sekolah tempat saya mengajar. Benar-benar luar biasa jika bisa melihat ini diaplikasikan DENGAN BAIK di seluruh sekolah di Indonesia. Semakin bersemangat ketika instruktur berkata bahwa nanti kami bisa lihat hasil kami belajar seminggu ini, melalui nilai hasil pre-test dan post-test di sertifikat nanti.
Saya ikuti kelas dengan instruktur tersebut dengan antusiasme luar biasa. Namun ternyata tidak didukung oleh keadaan kelas. Instruktur menjelaskan materi dengan sangat tidak runut. Guru-guru riuh mencari-cari materi yang disajikan di halaman-halaman buku materi peserta yang kami terima dari panitia. Kami menandai halaman yang satu ke halaman-halaman lainnya dengan ACAK. Saya coba berpikir positif: “Ini berarti saya dituntut untuk belajar lagi dan merunut sendiri nanti”. Tetapi semakin sore, saya semakin kecewa. Instruktur sering berkata, “bisa dibaca-baca sendiri yang ini ya. Biar kita bisa perbanyak waktu di materi perancangan pembelajaran dan penilaian. Itu butuh waktu, karena saya sendiri belum terlalu mengerti. Jadi nanti kita belajar sama-sama ya ibu-ibu, bapak-bapak”. Alhasil, sajian materi kedua “analisis buku guru dan siswa” dari instruktur, tidak begitu berarti. Bahkan tiba-tiba, kami diminta berkelompok, melihat saja contoh di power point, dan segera mengerjakan tugas analisis buku guru-siswa (ada lembar kerjanya) dan mempresentasikannya.
Hari kedua, masih dengan instruktur yang sama, kami mengulang sedikit analisis buku guru dan buku siswa, dan segera diminta mengerjakan lembar kerja analisis indikator dan mempresentasikannya lagi. Hal yang menyulitkan adalah, selain saya harus berusaha mengerti sendiri, membaca dan membaca lagi, kemudian harus menjelaskan berkali-kali ke teman-teman guru di kelompok saya. Dari hari pertama, instruktur yang harusnya mengajari, membuat kami harus belajar sendiri. Sayangnya, beberapa atau kebanyakan guru-guru ini bahkan tidak terbeban untuk membaca materi, tidak pula bertanya pada instruktur, tetapi meminta saya jelaskan semua. Cukup menjengkelkan, tetapi saya maklumi. Saya tempatkan diri saya, tetap menjadi seorang guru, seorang pengajar di kelas ini, terlebih di kelompok ini. Sangat kesal ketika instruktur juga malah balik bertanya kepada saya dan peserta lainnya, kalau saya atau peserta lain bertanya. Khususnya untuk materi sore kedua, penilaian.
Hari ketiga, masih tentang penilaian. Memang benar cukup menyulitkan, karena kurikulum 2013 mengharuskan guru membuat 4 penilaian dari satu kegiatan pembelajaran yang sebenarnya memuat beberapa mata pelajaran. Guru harus bisa memetakan nilai sikap spiritual, sikap social, nilai pengetahuan, dan nilai keterampilan dari setiap anak, setiap harinya. Memilah yang mana nilai sikap dan yang mana nilai pengetahuan, juga yang mana nilai keterampilan saja guru-guru ini kesulitan. Apalagi harus memisahkan nilai sikap menjadi point-point kedisiplinan, tanggung jawab, percaya diri dan sikap lainnya yang berhubungan dengan pembelajaran hari itu. Perhitungan nilai juga tak dijelaskan prosesnya secara detail, bagaimana proses menyatukan nilai harian, nilai ujian mingguan (per sub tema), nilai UTS (per 2 tema), dan nilai UAS (setelah 4 tema), per mata pelajaran. Selain itu, KKM yang katanya 2.66 points dari 4, juga tidak dijelaskan bagaimana sampai akhirmya memadukan itu semua. Semakin geram ketika siangnya segera lanjut ke perancangan pembelajaran dan penilaian (RPP). Setelah sedikit penjelasan, segera ditugaskan secara individu untuk menyelesaikan RPP untuk kegiatan satu hari saja, agar itu juga yang menjadi bahan praktik mengajar keesokan harinya. Dikejutkan lagi dengan pernyataan, “besok sore post-test diadakan agar sertifikat bisa dibagikan kepada para peserta saat penutupan di hari Jumat”. SANGAT MENCURIGAKAN, tetapi saya sibukkan diri dengan mempelajari penyusunan RPP dan mengerjakan tugas saya. Lagi-lagi, guru-guru di sekitar saya ini, tak bertanya pada instruktur, tak pula membaca buku sendiri (contoh RPP yang sangat jelas dilampirkan di buku materi), tetapi terus bertanya kepada saya, bahkan untuk hal yang saya pikir sudah mereka kerjakan selama inii sekolah tempat mereka bekerja. Karena saya berpikir, RPP saya harus selesai segera, karena saya harus bersiap untuk praktek mengajar dan post-test besok. Saya pun berkata kepada mereka, “Ibu, maaf. Ibu baca sendiri dulu bukunya. Kalau tidak mengerti boleh tanya saya, pasti saya bantu sebisa saya. Ibu lihat sendiri dari hari pertama. Tetapi, ini ada contoh jelas tertulis, saya pun perlu menyelesaikan tugas saya sendiri. Saya mohon pengertiannya”. Begitulah sampai pada saat pulang, RPP saya belum juga selesai, karena meski sudah berkata begitu, tetap mereka bertanya tentang hal-hal yang jelas ada contohnya.
Malam itu saya melanjutkan tugas menyusun RPP, berpikir tentang bagaimana membuat kelas menjadi menarik, menyiapkan media dan alat bantu, memikirkan alur yang menarik untuk membawa siswa dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lainnya dalam satu kegiatan itu. Karena mengikuti pelatihan kelas 1, lagu menjadi satu komponen wajib sepertinya. Saya berusaha mencari lagu yang berkaitan dengan materi, tetapi berbahasa inggris (sekolah saya menggunakan bahasa inggris sebagai pengantar) dan mengandung sedikit materi yang tidak termasuk dalam indikator pembelajaran di hari bagian saya. Saya putuskan untuk gubah lagu sendiri, agar berbahasa Indonesia dan benar-benar sesuai materi. Saya selesaikan semua persiapan itu pukul 1 pagi. Saya putuskan untuk membaca sedikit nbuku materi, daripada menghadapi post-test tanpa mengulang baca lagi. Saya tidur pukul 2 pagi.
Pukul 7.30 keesokan harinya, kami mulai kelas, langsung diminta menyerahkan RPP dan mulai praktik mengajar. Salah seorang guru pun berinisiatif, berkata dia akan maju dahulu. Menarik, dengan lagu dan tarian untuk anak-anak, dengan gambar yang dikopi dari buku siswa. Ia juga melihat ke RPP nya beberapa kali. Di akhir praktik, instruktur mengevaluasi dan meminta dia melengkapi RPP. Saya memutuskan untuk tampil segera, agar punya waktu untuk belajar lagi sebelum test nanti. Saya maju, membawa beberapa barang dan kertas-kertas. Guru-guru peserta berkata, “ya ampun bu, banyak sekali persiapannya”. Saya serahkan RPP saya, yakin telah menguasai seluruh kegiatan yang harus saya sampaikan. Bukan karena ingin mendapat nilai baik, bukan karena ingin instruktur memuji saya, juga bukan ingin membuat guru-guru itu berkata wow. BUKAN. Saya hanya ingin tunjukkan, JIKA KITA INGIN ANAK-ANAK KITA BELAJAR DENGAN BAIK, KITA JUGA HARUS BELAJAR DAN MENGAJAR DENGAN BAIK. JIKA KITA MAU SISWA YANG BEKERJA KERAS DAN BERTANGGUNG JAWAB, KITA JUGA HARUS JADI GURU YANG BERTANGGUNG JAWAB DAN BEKERJA KERAS UNTUK MEMBUAT MEREKA MAU BERUSAHA, MAU MENCOBA.
Sampai sore di hari itu, belum semua guru mendapat kesempatan untuk maju praktek mengajar sesuai kurikulum 2013, tetapi post-test tetap diadakan. Ada pula salah satu peserta di kelas saya yang tidak hadir sejak pagi. Kecurigaan saya kemarin, muncul lagi, bahkan bertambah. Saya kerjakan post-test dengan jengkel dan semakin jengkel ketika sadar, beberapa soal di dalamnya sama sekali tak pernah dibahas instruktur, tak juga kutemukan di buku yang sudah kubaca berulang-ulang. Aku gunakan logika saja, tetapi semakin kesal ketika beberapa soal muncul dua kali, apalagi soal yang tidak ada di buku yang dibagikan ke guru kelas 1.
Teman saya yang jadi peserta di kelas 5 menitipkan laptop dan buku-bukunya padaku sore itu. Berat kalau dia bawa pulang, padahal tak lagi harus belajar, apalagi memang kami butuh istirahat lebih awal malam ini. Sampai di kamar, saya penasaran dengan soal-soal menjengkelkan itu. Saya buka halaman demi halaman buku, memang taka da. Saya iseng buka buku kelas 5 punya teman saya. Saya temukan jawabannya di sana. Saya kesal dengan ketidakadilan seperti ini. GURU DITUNTUT UNTUK MEMBERIKAN TEST SESUAI KOMPETENSI YANG MEMANG SUDAH DIAJARKAN KEPADA SISWA. LALU KENAPA GURU DITEST DENGAN MATERI YANG BELUM DIAJARKAN ATAU TIDAK TERDAPAT DALAM BUKU? Akan saya sampaikan tentang ini kepada panitia. Saya tulis daftar halaman-halaman buku kelas 5 yang menurut saya memang seharusnya ada juga di materi pelatihan guru kelas 1.
Di hari terakhir pelatihan, saya bisa tuliskan semua kekecewaan saya mengenai pelatihan ini. Saya tulis berikut dengan saran, sebagai berikut:
1. Pastikan instruktur yang ditugaskan, benar-benar berkapasitas sebagai instruktur. Bukan sekedar fasilitator atau jadi moderator dalam kelas.
2. Materi pelatihan harap dilengkapi, jika memang perlu untuk guru kelas 1. Saya cek juga buku materi guru kelas 2. Kontennya lengkap. Pelatihan dan post-test sudah lewat, jadi kepada semua guru-guru yang akan meng-implementasikan kurikulum 2013 di sekolahnya, khususnya guru kelas 1, silakan lihat konten-konten tentang: Model-model pembelajaran (konsep, fakta, keuntungan & kelemahan, langkah-langkah operasional, serta penilaian), keterkaitan buku guru dan siswa, proses kognitif dan proses belajar kolaboratif, form telaah RPP, predikat dan range nilai yang diusung kurikulum 2013, serta contoh data rekap nilai carilah dan pelajarilah sendiri dari buku kelas 2 atau kelas 5.
3. Kecurigaan saya benar. Sertifikat pasti sudah disiapkan sebelumnya. Entah bagaimana system yang dipakai panitia untuk membuat nilai predikat, kalau ternyata banyak guru yang baru selesai praktek mengajar pada jumat siang, dan ada guru yang kamis ketika post-test tidak hadir, tetap mendapat sertifikat dengan predikat yang sama di jumat sore itu. B. Semua peserta di kelas mendapat B. Guru-guru lainnya mengira saya berbohong soal itu. Mereka mengira, saya seharusnya mendapat nilai sangat baik.
4. Kesal dengan keanehan itu, saya bermaksud mencari forum atau apaun itu tempat mengadu soal ini. Saya ketik di google nama lembaga yang mengeluarkan sertifikat. Saya search keyword: PPPPTK Bandung post test kurikulum 2013. Sangat dikejutkan dengan munculnya soal-soal test ketika saya klik hasil pencarian di baris pertama. Luar biasa Indonesia. Saya baca soalnya, sama dengan test saya. Sertifikat dan soal test yang kacau. Kerja keras saya, benar-benar hanya agar saya menguasai materi yang saya pelajari. Sisanya, ternyata hanya pelatihan formalitas lainnya, yang hanya harus diadakan agar program terlihat berjalan. Entah berjalan dengan baik atau pun tidak
5. Kalau systemnya seperti ini, pantas saja guru-guru yang terbiasa berurusan dengan diknas itu tak perlu berusaha keras. Mereka tahu akan lulus, mereka tahu akan dapat B juga. Bukankah nanti berarti mereka juga akan tidak memotivasi siswa? Kalau gurunya saja malas membaca, apa berhak meminta siswa melakukan yang sama? Kalau guru-guru juga tak jujur dengan tugas dan saat test, apa berhak berharap siswa juga demikian? Kalau ini tidak diperbaiki, kurikulum diganti dengan nama apapun, konsep apapun, tak akan memperbaiki sikap dan attitude orang Indonesia.
6. Keluhan saya tentang soal ujian yang tidak sesuai materi pelatihan, atau saran saya agar materi guru kelas 1 dilengkapi juga, saya sampaikan langsung kepada salah seorang panitia. Bapak A ini bilang, “tolong ditulis saja listnya, akan saya sampaikan ke bagian akademik”. Saya tulis daftar itu, namun urung saya serahkan, karena pada saat penutupan, si bapak itu memberikan sambutan sebagai penanggung jawab akademik.
7. Seorang Bapak lainnya (B), berkata demikian dalam sambutannya, “beberapa sekolah yang jadi pilot untuk project kurikulum 2013, sudah kami sampaikan kepada para kepala sekolahnya dan para pengawas agar menutup mata saja dulu. Ya...namanya juga percobaan pertama. Jadi bagaimanapun, pasti masih kurang disana-sini. Kami minta mereka tutup mata saja dulu”. Menurut saya, itu pernyataan yang aneh. Meskipun aka nada kekurangan pastinya, tak seharusnya mereka diminta menutup mata. Tetapi harus mengawasi dan mengevaluasi setiap step nya, karena kalau pilot project tidak cukup baik hasilnya, bagaimana sekolah-sekolah negeri ini akan punya contoh dan dasar evaluasi, dimana mereka akan pakai ini Juli nanti. Itu 2 minggu lagi, Pak!
8. Kepada bapak C, anda berbicara di forum formal, di depan para pendidik. Apalagi, anda sedang berbicara di lokasi sekolah. Bicaralah yang sopan. Mungkin tidak ada siswa di ruangan itu. Tetapi anda tahu itu acara formal yang di dalamnya anda menyanyikan lagu BAGIMU NEGERI sebagai pembuka dan dengan doa penutup yang begitu panjang. Anda bukan pelawak yang bahan jokesnya hanya materi berbau porno kan? Anda juga seorang pendidik, harusnya mengerti kapan dan dimana anda pantas berucap seperti itu.
9. Kepada Bapak menteri pendidikan, Bapak kepala badan PSDMPK dan PMP, juga kepada Bapak kepala PPPPTK TK dan PLB, tolong perhatikan hal-hal yang saya sampaikan di atas. Evaluasilah yang perlu dievaluasi. Jangan menutup mata. Kalau anda-anda masih akan menggunakan soal yang sama untuk pelatihan saya di bulan Juni, jangan pula sampai soal itu sudah anda upload dari April.
10.Kepada Bapak menteri pendidikan, Bapak kepala badan PSDMPK dan PMP, juga kepada Bapak kepala PPPPTK TK dan PLB, kalau mau kurikulum ini berjalan dengan baik, mari kita semua lakukan apapun yang perlu dilakukan sebaik mungkin. Tidak hanya sekedar berjalan. Selain itu, coba dipikirkan. Bagaimana guru-guru yang tidak memiliki dan tidak mahir menggunakan laptop/komputer untuk memproses nilai dan membuat deskripsi laporan? Kurikulum baru ini akan sangat menyulitkan jika mereka masih mengolah begitu banyak nilai dengan kalkurator dan menulis deskripsi yang juga banyak dengan tulisan tangan. Di kelas saya saja, banyak yang demikian. Mohon perhatiannya.
Tadinya sudah saya putuskan untuk diam saja. Toh sekolah saya tidak diharuskan memakai kurikulum ini. Atau bisa saja, pergantian presiden dan menteri dsb nya membuat ini berganti lagi. Tetapi, saya tulis dan publish juga pada akhirnya, karena bukan hanya saya yang kecewa dengan pelatihan itu. Dalam artikel ini, saya tidak menyebutkan nama, tidak pula menyertakan bukti apa-apa. Tetapi jika dibutuhkan, saya pastikan bahwa saya bisa tunjukkan bukti, bahkan saksi sekali pun.